Mohon tunggu...
Fiter Antung
Fiter Antung Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lebih senang disebut sebagai pemerhati Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nasionalisme di Batas Negeri

16 Januari 2016   22:29 Diperbarui: 16 Januari 2016   23:07 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gambaran adanya ketimpangan struktural yang dialami oleh masyarakat Desa Tao Lumbis sangat ‘terasa’ ketika saya coba memperbandingkan dengan beberapa desa di Malaysia yang bersebelahan langsung dengan Desa Tau Lumbis, misalnya, adalah kualitas infrastuktur yang masih buruk, sulitnya transportasi, mahalnya berbagai barang kebutuhan pokok, akses kesehatan dan pendidikan yang masih minim, dan ketergantungan yang masih relative kuat pada Malaysia.

Berbagai kekurangan yang mereka dapatkan sebagai orang Indonesia bisa dilengkapi dengan menjadikan diri mereka sebagai orang Malaysia. Temuan yang cukup miris saat saya mengetahui bahwa hampir 80 persen masyarakat Tau Lumbis memiliki Kartu Identitas sebagai warga Negara Malaysia. Hal ini berdasarkan penuturan beberapa warga setempat. Menjadi masyarakat Malaysia sebenarnya lebih diuntungkan karena akses pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan yang jauh lebih baik dan lebih murah dibandingkan dengan menjadi warga Indonesia untuk kebutuhan yang sama.

Tiga kebutuhan inilah yang pada akhirnya ‘menggoda’ masyarakat Indonesia di perbatasan untuk memiliki dua kewarganegaraan sekaligus atau bahkan sampai mengubah identitas kewarganegaraan mereka. Fakta ini menjadikan masyarakat Indonesia di Desa Tau Lumbis terkesan tidak bisa mandiri, bahwa mereka tidak bisa hidup tanpa bantuan Malaysia. Untuk bahan bakar minyak (BBM) saja pemerintah Indonesia tidak bisa menyediakan, terlebih lagi soal kebutuhan energi listrik, tidaklah mengherankan bila ‘nilai ke-Indonesiaan’ di daerah ini masih minim sekali.

Penulis mencoba memahami dinamika masyarakat desa perbatasan Tau Lumbis berlandaskan pada teori Tindakan sosial. Max Weber mendefinisikan tindakan sosial adalah perilaku manusia ketika dan sejauh individu memberikan makna subjektif terhadap perilaku tersebut (Mulyana, 2003:61). Kutipan G. Ritzer tentang pernyataan Weber, Durkheim dan Marx, tentang tindakan sosial adalah :

·       Max Weber : Tindakan Sosial merupakan tindkaan manusia yang dapat mempengaruhi individu lain dalam masyarakat

·       Emil Durkheim : Tindakan Sosial merupakan perilaku manusia yang diarahkan oleh norma dan tipe solidaritas kelompok dimana individu bersosialisasi.

·       Karl Marx : Tindakan sosial merupakan aktivitas manusia yang berusaha menghasilkan barang, melakukan sesuatu untuk tujuan tertentu.

Maka dapat disimpulkan bahwa tindakan sosial adalah tindakan yang berhubungan dengan orang lain dimana tindakan tersebut dipengaruhi dan mempengaruhi orang lain. Demikian pula pengaruh lingkungan masyarakat Desa tau Lumbis yang terbiasa dengan kehidupan yang apa adanya atau dengan kondisi serba terbatas, karena kurangnya sarana dan prasarana, sehingga adanya pola ketergantungan pada masyarakat tetangganya yang lebih dekat (desa perbatasan wilayah Malaysia) dalam pemenuhan kebutuhan baik materi maupun sosial, yang sudah berlangsung sangat lama. Maka lingkungan sosial yang mereka alami tersebut, akan mempengaruhi perilaku masyarakat, khususnya cara mereka membangun komunikasi dengan pemerintah setempat dalam rangka pembangunan yang sedang dilaksanakan diwilayah mereka.

Penulis melihat bahwa Pemerintah tidak hadir sepenuhnya dalam kehidupan masyarakat, kecuali melalui simbol-simbol negara seperti TNI, POLRI, atau perwakilan pemerintah daerah (seperti Camat dan Kepala Desa), yang sebenarnya simbol-simbol negara ini tidak cukup berpengaruh bagi masyarakat karena simbol-simbol yang dihadirkan oleh negara ini tidak bisa membantu mereka untuk mengatasi berbagai kesulitan hidup. Simbol kenegaraan sebagai bentuk komunikasi politik yang dijalankan pemerintah kurang berdampak positif bagi masyarakat. Pasif dan malah cenderung mengabaikan keberadaan masyarakat, adalah poin yang menjadi penilaian warga diperbatasan bahwa mereka hanya menjadi penikmat ‘kesekian’ aroma ‘kemerdekaan’ sebenarnya.

Penulis mengutip pendapat ahli terkait dengan konsep mereka terhadap komunikasi politik. Menurut Almond dan Powell: “Komunikasi politik merupakan suatu fungsi sistem yang mendasar (basic function of the system) dengan konsekuensi yang banyak untuk pemeliharaan ataupun perubahan dalam kebudayaan politik dan struktur politik. Seseorang tentunya dapat mengasumsikan bahwa semua perubahan penting dalam sistem politik akan menyangkut perubahan dalam pola-pola komunikasi, dan biasanya baik sebagai penyebab maupun akibat. Semua proses sosialisasi misalnya, merupakan proses komunikasi, meskipun komunikasi tidak harus selalu menghasilkan perubahan sikap (attitude change).” Jelas disampaikan bahwa komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara ”yang memerintah” dan ”yang diperintah”.

Pada keadaan masyarakat Tau Lumbis yang berada di garis batas negeri, telihat bahwa simbolisasi komunikasi politik pemerintah tidak mampu menjangkau warga Indonesia hingga kepelosok. 70 tahun kemerdekaan Indonesia, tidak sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat. Keberadaan fasilitas public yang memang seharusnya menjadi kewajiban negara untuk disiapkan bagi masyarakat, tidak maksimal tersedia. Sebagai contoh pada pemenuhan kebutuhan masyarakat berupa ketersediaan tenaga kesehatan. Di Desa Tau Lumbis hanya ada seorang bidan dengan sebuah puskesmas pembantu. Padahal di daerah yang sangat terpencil seperti di Tau Lumbis, dibutuhkan tenaga dokter dan perawat serta fasilitas layanan kesehatan yang memadai. Penanganan dini berbagai penyakit yang diderita masyarakat tidak akan mampu ditangani oleh tenaga seorang bidan dengan kemampuan terbatas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun