Malam baru saja turun di jalanan Surabaya yang padat dan hiruk-pikuk, ketika Anthea menutup tokonya yang sederhana di pinggir Jalan Sabang. Di depan kaca toko, ia menatap sepasang sepatu kulit berwarna cokelat tua yang di pajangnya. Sepatu itu tampak begitu elegan dan memikat, hasil kerajinan tangannya selama seminggu terakhir. Bagi Anthea, setiap pasang sepatu yang ia buat memiliki cerita, seperti sebuah titipan takdir yang entah untuk siapa.
Sudah sepuluh tahun Anthea berkutat di toko kecil ini, tempat yang menjadi saksi perjalanannya sebagai pembuat sepatu. Ia masih ingat bagaimana dahulu ia mulai berjualan di emperan jalan, berbekal satu set alat sederhana peninggalan ayahnya. Bertahun-tahun ia berusaha menghidupkan warisan ayahnya yang dulu adalah pengrajin sepatu terkenal di kawasan ini. Kini, meski usahanya tak lagi semegah warisan ayahnya, Anthea bangga karena bisa bertahan dengan keahliannya sendiri.
Saat mengunci pintu, terdengar suara langkah cepat menghampiri dari belakang. Anthea menoleh dan melihat seorang pria bertubuh tegap dengan wajah yang tampak kelelahan.
“Kak Anthea, toko sudah tutup, ya?” suara pria itu terdengar penuh harap.
“Iya, Mas. Saya baru saja tutup. Ada yang bisa saya bantu?” jawab Anthea sambil memasukkan kunci ke saku.
Pria itu mengangguk. "Nama saya Jayden. Saya dengar dari teman, katanya Kak Anthea bisa buat sepatu custom? Yang tidak ada duanya?”
Anthea tersenyum kecil. “Iya, itu salah satu spesialisasi saya. Mas Jayden butuh sepatu khusus?”
Jayden menghela napas sejenak, seperti menahan rasa malu. "Sebenarnya saya ada interview kerja besok pagi, di perusahaan yang selama ini saya impikan. Dan... sepatu saya rusak. Padahal, ini mungkin satu-satunya kesempatan untuk bisa kerja di sana.”
Anthea memahami situasinya. Sepasang sepatu yang baik bisa memberikan kepercayaan diri yang tak ternilai, apalagi di momen penting. Meski lelah, Anthea merasa hatinya tergugah oleh kisah Jayden.
“Baiklah, Mas. Ayo masuk lagi. Kita lihat apa yang bisa saya buat malam ini.”
Jayden tampak terkejut dan tersenyum lebar, mengucapkan terima kasih berulang kali sambil masuk ke dalam toko. Anthea mempersilakan Jayden duduk di bangku kayu kecil di sudut ruangan, lalu ia mulai mengukur kaki Jayden dengan cermat. Setelahnya, ia mencatat detailnya dan menanyakan warna serta model yang Jayden inginkan. Setelah berdiskusi beberapa menit, Anthea segera tahu apa yang ia buatkan untuk Jayden.
Sepanjang malam itu, Anthea bekerja tanpa henti, memotong kulit, merapikan pinggiran, menjahit, dan menghaluskan setiap sudut sepatu dengan penuh ketelitian. Jayden duduk di pojokan, kadang memejamkan mata, kadang menatap kagum pada keahlian tangan Anthea yang seperti tak kenal lelah. Anthea hanya tersenyum kecil, membiarkan Jayden larut dalam pengamatan itu. Setiap kali Jayden tampak khawatir bahwa Anthea bekerja terlalu keras, Anthea hanya berkata, "Sepasang sepatu yang baik pantas diperjuangkan."
Di tengah malam, akhirnya sepatu itu selesai. Sepasang sepatu hitam mengilap dengan desain sederhana namun elegan, yang bagi Anthea adalah karya terbaiknya malam itu. Jayden tak bisa menyembunyikan rasa haru saat ia mencoba sepatu itu dan merasakan kenyamanan yang menyelimuti kakinya.
“Kak Anthea, terima kasih banyak… Saya tidak pernah pakai sepatu sebaik ini sebelumnya,” ucap Jayden dengan suara bergetar.
Anthea hanya tersenyum. “Semoga sepatu ini membawa keberuntungan buat Mas Jayden.”
Esok harinya, Jayden datang kembali ke toko Anthea, membawa sebuah kabar gembira. Ia diterima di perusahaan impiannya dan merasa bahwa sepatu itulah yang memberikan kepercayaan diri yang ia butuhkan. Di saat bersamaan, ia menawarkan kerja sama kepada Anthea bahwa ia akan membawa lebih banyak pelanggan ke toko ini.
Tak lama kemudian, bisnis Anthea berkembang pesat. Toko kecilnya di Sabang semakin ramai dikunjungi orang-orang yang menginginkan sepatu khusus buatan tangan Anthea. Nama Anthea mulai dikenal sebagai pembuat sepatu terbaik di Surabaya. Pelanggannya tak hanya dari kalangan pejalan kaki biasa, tetapi juga dari pejabat, selebritas, hingga orang-orang yang mencari kualitas dan cerita dalam setiap pasang sepatu yang mereka pakai.
Suatu sore, beberapa bulan setelah kedatangan Jayden yang pertama, seorang wanita paruh baya datang ke toko Anthea. Raut wajahnya lembut, namun menyimpan kepedihan yang tampak samar.
“Kak Anthea, saya butuh sepatu untuk acara pemakaman putra saya,” katanya, suaranya lirih namun penuh luka. Anthea terdiam sejenak. Kata-kata wanita itu menghantam hatinya. Sepasang sepatu yang ia buat biasanya membawa kebahagiaan, cerita baru, dan harapan. Namun kali ini, ia akan membuat sepatu untuk perpisahan terakhir.
Dengan penuh hormat, Anthea mendengarkan cerita wanita itu tentang anaknya yang baru saja pergi, seorang pemuda baik hati yang begitu dicintai banyak orang. Wanita itu ingin mengenang putranya melalui sepatu yang istimewa, sepatu yang akan ia gunakan untuk mengantarnya di hari perpisahan.
Sepanjang malam, Anthea bekerja dengan perasaan yang campur aduk. Ia membuat sepatu berwarna abu-abu lembut, penuh dengan detail yang terinspirasi dari cerita wanita itu. Ketika sepatu itu selesai, ia merasa lega namun sekaligus terbebani, karena sepasang sepatu ini adalah perwujudan dari rasa kehilangan yang begitu mendalam.
Wanita itu datang lagi keesokan harinya, menerima sepatu dengan air mata yang mengalir pelan. “Terima kasih, Kak Anthea. Sepatu ini… begitu indah,” katanya, menggenggam tangan Anthea erat-erat. Anthea mengangguk, tak sanggup berkata-kata.
Hari berganti minggu, dan Anthea semakin dikenal bukan hanya karena keahliannya, tetapi juga karena kepeduliannya pada cerita di balik setiap sepatu yang ia buat. Ia tak pernah melupakan wajah-wajah yang pernah singgah di tokonya, membawa cerita yang tertinggal dalam setiap pasang sepatu yang ia buat.
Suatu hari, seorang pria muda dengan gaya santai memasuki toko Anthea. Ia mengamati sekeliling, melihat pajangan sepatu dengan antusiasme anak kecil yang masuk ke toko mainan.
“Kak, boleh ngobrol sebentar?” tanyanya.
“Boleh. Ada yang bisa saya bantu?” jawab Anthea, tersenyum.
Pria itu mengangguk. “Namaku Jayendra. Aku sedang mencari sepatu untuk perjalananku nanti ke luar negeri. Sepatu yang bisa ku andalkan di mana saja. Katanya, Kak Anthea jagonya bikin sepatu yang tidak ada duanya.”
Anthea tersenyum, mengajak Jayendra duduk dan mulai mendengarkan kisahnya. Ternyata Jayendra akan memulai hidup baru di luar negeri, mencoba mewujudkan mimpinya sebagai penulis. Dia membutuhkan sepatu yang bisa menemaninya berjalan kaki di jalanan kota asing, meresapi inspirasi dari setiap sudut dunia yang baru.
Malam itu, Anthea membuat sepatu dengan campuran bahan kulit dan kanvas, ringan namun kokoh, agar Jayendra bisa melangkah tanpa merasa terbebani. Ia memberi sentuhan khusus di bagian dalamnya, menambahkan lapisan yang lembut namun tahan lama, untuk menemani langkah-langkah panjang di masa depan.
Ketika sepatu itu selesai, Jayendra menatapnya penuh kagum. "Aku merasa seperti membawa bagian dari kota ini bersamaku," ucapnya pelan.
“Semoga sepatu ini mengantarkan Mas Jayendra ke tempat-tempat yang penuh inspirasi,” kata Anthea.
Waktu terus bergulir, dan Anthea semakin merasa bahwa setiap sepatu yang ia buat bukan hanya tentang karya, melainkan tentang ikatan hati dan cerita yang ia rangkai bersama pemiliknya. Ia merasa hidupnya penuh dengan kehadiran orang-orang yang datang dan pergi, namun selalu meninggalkan jejak kenangan yang berharga.
Suatu malam, saat ia duduk di bangku kayu di pojokan toko, Anthea menyadari bahwa pekerjaannya adalah bagian dari hidup yang lebih besar. Sepatu yang ia buat telah menjadi bagian dari perjalanan banyak orang, membawa mereka ke tempat-tempat baru, melindungi mereka di jalan yang sulit, dan menemani mereka saat merayakan atau mengucapkan selamat tinggal.
Bagi Anthea, sepasang sepatu bukan lagi sekadar alas kaki. Itu adalah simbol perjalanan hidup, cerita yang tertulis dalam langkah-langkah yang diam-diam menyimpan kenangan. Dan ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa selama ia mampu, ia akan terus membuat sepatu-sepatu yang bukan hanya nyaman dipakai, tapi juga punya jiwa, punya cerita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H