Mohon tunggu...
Lia Agustina
Lia Agustina Mohon Tunggu... pegawai negeri -

bukan manusia sempurna....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ada Cinta di Hati Rinjani... (Bagian 3)

17 Juni 2010   13:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:28 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laki-laki itu menekan tombol off. Layar televisi pun kembali kelabu. Sekelabu hatinya menghadapi sebuah masalah pelik hari itu. Mendadak hampir semua media infotainment, baik cetak maupun televisi mewartakan affair istrinya dengan seorang vokalis band kenamaan di tanah air. Segala foto yang terpampang menggambarkan kemesraan sang istri dengan vokalis tersebut, baik di sebuah cafe maupun di dalam mobil sang vokalis yang berhenti di depan gerbang rumahnya tadi malam.

Laki-laki itu terhenyak di kursi kamar kerjanya. Hal yang ditakutkannya menjadi kenyataan! Sejak pulang mengajar dari kampus tadi, ia seperti kehilangan darah. Hatinya benar-benar hancur. Namun dengan sekuat tenaga ia berusaha menegarkan diri di hadapan sang istri yang langsung ia jemput dari kampusnya. Tanpa peduli, mobilnya terus menerobos kerumunan wartawan yang sudah berkumpul di gerbang depan rumahnya, meminta konfirmasi. Akhirnya mereka pun berhasil masuk ke dalam rumah dengan perjuangan yang lumayan berat.

Kembali laki-laki itu mengintip dari balik tirai jendela. Sebenarnya ia iba melihat para kuli tinta yang masih saja setia memburu berita mengenai gosip tersebut. Namun ia lebih iba lagi melihat kondisi istrinya yang tampak terpukul dengan segala pemberitaan yang terus memburu. Bahkan ada pula yang menghujatnya. Keberadaan vokalis ternama yang dipuja-puja itu membuat imbas yang tak enak bagi kehidupan pribadinya. Cinta terlarang itu membuat image mereka menjadi negatif di mata publik dan penggemar sang vokalis.

[caption id="attachment_169833" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi : www.myniceprofile.com"][/caption]

Sejenak kemudian laki-laki itu meninggalkan kamar kerjanya menuju dapur. Ia ingin menyeduh capuccino untuk menemaninya memeriksa tumpukan laporan-laporan para mahasiswanya. Namun tiba-tiba saja langkahnya terhenti sejenak. Ia terusik oleh sebuah suara isak tangis dari dalam kamar istrinya. Ya, memang kamar pribadi istrinya. Walaupun telah menjadi pasutri sejak dua bulan lalu, mereka tetap saja tidur terpisah. Laki-laki itu berusaha menghormati sebuah janji yang diajukan sang istri sebelum menikah, tak akan menyentuhnya sampai ia benar-benar siap untuk 'melakukannya'.

Sayup-sayup ia menangkap pembicaraan sang istri dengan seseorang via ponsel dari balik daun pintu yang tak tertutup rapat.

"Maafkan aku, Mami.... Aku masih gak bisa melupakan Robby.... Aku sangat mencintainya, Mi.... Sungguh, aku menyesal dengan semua pemberitaan ini... Aku ngerasa bersalah pada Mas Daffa. Aku udah membuatnya malu. Mungkin akan lebih baik kalau.... kalau pernikahan ini diakhiri, Mi. Ia akan lebih baik tanpa aku di sisinya...."

Byarrr!!! Laki-laki itu terhenyak. Tubuhnya serasa terhempas di dinding lorong kamar. Kata-kata yang didengarnya barusan benar-benar menghantam jiwanya. Ia memang sudah lama tahu kalau istrinya tak pernah mencintainya. Namun ia tak menyangka sama sekali jika berpisahlah keputusan yang dikehendaki oleh sang istri saat itu.

Laki-laki itu masih mematung di tempatnya bersandar. Pikirannya masih saja nelangsa. Bahkan ia tak menyadari jika sang istri sudah berdiri di hadapannya. Mereka sama-sama terperanjat. Saling menatap tanpa kata. Beribu rasa bergejolak di hati mereka. Sejenak kemudian, sang istri mengalihkan pandangan dan tampak segera bergegas ingin meninggalkannya. Refleks laki-laki itu langsung menangkap lengan istrinya. "Kamu mau kemana, Rin?"

"Aku harus pergi sekarang. Aku baru dapat kabar kalau Robby masuk rumah sakit...," jawab sang istri dingin.

Laki-laki itu menghela nafas. Berusaha menguatkan hati untuk melanjutkan kalimatnya. "Aku antarkan kamu ke sana..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun