Ketika semua pertanyaanku belum terjawab, masuk lagi seorang bocah - yang ternyata adalah Dodi - bersama seorang lelaki muda ke dalam kamar tersebut.
"Lihat, Dokter! Uni Zara sudah siuman.....!" serunya polos - yang langsung disambut tawa orang-orang di seluruh kamar itu. Lalu Dodi menghambur ke dekatku, sambil membisikkan sesuatu, "Uni.... maafin ambo ya... sudah buat Uni pingsan. Tapi Uni jangan kuatir ya, ada Dokter Heru tuuu... Dari tadi beliau yang mengobati Uni.......... Ganteng ndak orangnya?"
Aku langsung tergelak mendengarnya. Putri yang penasaran segera menjewer telinga Dodi dengan galaknya. "Idod..., wa ang ko mangganggu Uni sajo. A nan dikecekkan ka Uni Zara hah?"
Kontan semua yang ada di ruangan itu pun ikut tertawa melihat tingkah polah mereka berdua, termasuk si Pak Dokter - yang ternyata....... memang cukup ganteng!!!
*
Desir angin sore danau yang menyejukkan, sesekali menerpa rambut panjangku. Aku masih duduk di atas pasir putih di belakang rumah nenek sambil menikmati kecantikan alam yang seolah-olah tak akan puas-puas kupandangi. Ada perasaan lega, lepas dan nyaman yang kini menghiasi hatiku. Beban berat yang selama ini terkungkung di pikiran dan jiwaku seolah lenyap entah ke mana. Semua itu karena mama!
Tadi pagi aku mengantarkan mama ke Bandara Minangkabau, mama harus segera kembali lagi ke Jakarta, karena hanya mendapat izin dari kantornya selama 3 hari untuk menjengukku. Aku memeluknya dengan erat dan berjanji akan segera kembali ke Jakarta pula ketika suasana hatiku sudah lumayan membaik. Mama memakluminya, apalagi kami sempat berbicara banyak tentang hubungan dan komunikasi kami yang tak lancar selama ini. Aku baru sadar betapa mama amat sangat mencintaiku ketika mama menyerahkan sepucuk surat undangan pernikahan seseorang yang sangat kukenal namanya..... Pramudya!!! Kini aku punya jawaban mengapa ia menghilang dariku selama beberapa hari kemarin. Mama tak tega menceritakannya, karena beliau sudah tahu kalau saat itu aku sedang menghadapi kesulitan pada proposal skripsiku melalui Bu Salma, dosen pembimbingku - yang ternyata merupakan kawan lama mama ketika kuliah dulu. Rupanya selama ini di luar sepengetahuanku, mama terus memantau perkembanganku.
Ya Tuhan, walaupun hatiku sakit karena perbuatan Pram yang telah menorehkan luka itu, namun aku harus bersyukur karena aku telah lebih dulu mengetahui kebusukannya melalui feeling seorang mama! Ah..., aku benar-benar merasa semakin berdosa karena berburuk sangka pada ibuku sendiri, karena selalu menganggapnya tak pernah peduli! Mama mencium keningku sebelum beliau check-in dan berjanji akan meluangkan lebih banyak waktunya, seperti berlibur bersama ataupun umroh denganku. Kini aku benar-benar sangat bahagia...
"Hmmmm.... sepertinya.... ada yang sedang bahagia saat ini...." Tiba-tiba sebuah suara membuyarkan lamunanku. Cepat-cepat aku berpaling ke mana suara itu berasal. Oh..... Dokter Heru!!!
Lelaki jangkung itu berjalan mendekatiku sambil tersenyum manis. Wah, gawat! Kenapa degup jantungku mendadak jadi tak karuan begini?
"Seandainya Uni Zara gak keberatan... maukah berbagi sedikit kebahagiaan itu denganku?" imbuhnya lagi sebelum aku sempat berkata-kata. Ia langsung duduk di sampingku sambil mendekap lututnya ke dada. Aku terpana dibuatnya..... Aaaaah, ada apa aku ini?