Mohon tunggu...
Lia Agustina
Lia Agustina Mohon Tunggu... pegawai negeri -

bukan manusia sempurna....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Suatu Ketika di Tepi Danau Maninjau...

20 April 2010   06:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:41 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tertawa geli mendengar celotehan Dodi. Lalu kutimpali lagi sekenanya, "Ya sudah, terserah kamu aja. Tapi sekarang aku justru lebih ingin kenal denganmu... Dari tadi kamu belum menceritakan tentang orangtuamu. Apa mereka juga suka menjala ikan?"

Dodi terdiam sejenak. Wajahnya mendadak murung. "Bundo meninggal sejak ambo dilahirkan dan Apa' sudah meninggal pula karena kecelakaan."

Sontak aku terkejut mendengarnya. Ada rasa menyesal karena sudah menanyakannya. "Oh, maafkan Uni..."

"Indak ba'a, Ni..," sahut Dodi kembali tersenyum.

Kemudian Dodi menceritakan tentang kehidupannya sebagai anak yatim piatu. Beruntung ia mempunyai kakek-nenek serta sanak saudara yang sangat menyayanginya. Aku salut sekali, karena betapa tabahnya ia menjalani hidup yang mungkin lebih kurang beruntung dari aku. Ia sering membantu kakek-neneknya bekerja di sawah dan ladang sebelum dan setelah bersekolah. Kadang-kadang menjala ikan seperti ini. Cita-citanya ingin menjadi seperti Dokter Heru. Aku kehilangan kata-kata. Aku benar-benar terharu mendengarnya dan merasa telah menjadi orang yang tak pernah bersyukur selama ini. Aku yang masih punya mama-papa - meskipun telah bercerai, namun  justru akulah yang tak pernah menganggap mereka ada. Aku merasa kerdil, merasa berdosa.....

"Kamu pernah rindu sama mereka, Dik?" tanyaku hampir tak dapat menahan tangis.

Dodi mengangguk. Ia mengucek-ngucek matanya yang basah. "Kalau rindu, kadang-kadang ambo diantar kakek-nenek ke makam mereka. Kata Dokter Heru, ambo harus jadi anak yang elok, rajin solat dan mengaji, agar bisa mendoakan mereka di sana..."

Aku semakin terhenyak! Ya Tuhan.... pernahkah aku mendoakan kedua orangtuaku? Atau selama ini hanya bisa menuntut saja dan membuat hati mereka kecewa? Bertengkar dengan mama, tak pernah mengunjungi papa..... oh, betapa berdosanya aku.....! Tiba-tiba kepalaku terasa semakin berat, pandanganku berkunang-kunang dan sebelum semua berakhir gelap, aku sempat mendengar pekik suara Dodi....

"Uniiiiiiiiiiiii.......!!!"

*

Sebuah sentuhan lembut di keningku, membuat aku terjaga. Kepalaku masih agak pusing. Kubuka sedikit demi sedikit kelopak mata yang terasa agak berat, dan akhirnya aku sudah bisa menangkap objek-objek di sekelilingku. Aku sudah berada di kamar nenek, dan lihatlah... ada nenek dan Etek Lily mengitariku, malah Putri tidur-tiduran di sebelahku. Mereka semua tersenyum bahagia menyambut aku yang baru saja siuman. Ternyata aku cukup lama pingsan.  Dan heiiii.... ada seorang lagi yang sedang duduk di sampingku.... Mama! Ah, apa aku tidak bermimpi....? Mama ada di dekatku sambil mengusap-usap kening dan rambutku. Bagaimana mungkin mama sudah ada di sini? Tanpa mampu berkata-kata lagi, langsung kucium tangan mama dan kupeluk ia erat-erat. Aku benar-benar merindukannya.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun