Maka di Kota Bandung, telah hadir bus-bus seperti Trans Metro Jabar (menggantikan Trans Metro Pasundan) yang dikelola Pemprov Jabar, Trans Metro Bandung yang dikelola Pemkot Bandung dan DAMRI.Â
Bus-bus tersebut melayani rute masing-masing dan menghubungkan antar wilayah di Bandung Raya misalkan antara Kota Bandung dengan Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Kota Cimahi dan Kabupaten Sumedang.Â
Ada juga jenis transportasi publik lainnya yaitu kereta api yang dikelola oleh PT.Kereta Api, yang menghubungkan poros wilayah Bandung Raya dari wilayah barat ke timur dengan melayani rute dari Stasiun Padalarang di wilayah Kabupaten Bandung Barat, melintasi Kota Bandung (Stasiun Bandung dan Kiaracondong) hingga pemberhentian terakhir di Cicalengka (Kabupaten Bandung).Â
Bagi sebagian besar masyarakat Bandung yang bertempat tinggal dan bekerja di wilayah yang berdekatan dengan jalur kereta api tersebut, maka angkutan umum berbasis kereta ini menjadi angkutan favorit.Â
Termasuk saya sendiri jika hendak berkunjung ke rumah kerabat di Cicalengka, saya gemar naik kereta api yang dikenal di kalangan warga itu dengan sebutan "Kaerde" singkatan dulu Kereta Rel Disel yang diplesetkan Kereta Ripuh Diuk (Bahasa Sunda yang berarti kereta susah untuk duduk karena saking berjubelnya penumpang).Â
Tetapi sekarang ini, kereta tersebut sedikit demi sedikit memperbaiki pelayanannya dengan memberikan nomor tempat duduk pada aplikasi Kereta Api Akses pada saat pembelian tiket kereta.Â
Pada praktiknya sekarang ini, terakhir kali saya naik kereta api ini selalu tidak diberi nomor tempat duduk. Â
Enaknya naik kereta api sekarang ini adalah tepat waktu, penjualan tiket sesuai kapasitas gerbong, alur masuk keluar penumpang di setiap stasiun sudah tertib, fasilitas kebersihan terjaga di setiap stasiun dengan adanya tampat sampah dan petugas kebersihan di kereta serta di setiap stasiun tidak ada yang berjualan di gerbong dan area stasiun.
Transportasi publik lainnya yang ada di Bandung adalah Angkot (angkutan kota), yang pamornya semakin menurun. Angkot ini dikelola oleh pihak swasta, koperasi dan perorangan.Â
Dulu saat saya bersekolah tingkat menengah hingga kuliah, angkot menjadi salah satu angkutan yang sering saya gunakan karena harganya murah.Â
Pada saat itu sekitar tahun pertengahan 1980 hingga 1990-1999, angkot merajai jalanan di Kota Bandung. Pemandangan angkot yang nunggu penumpang (ngetem) di depan gerbang sekolah, area dekat pasar, di depan mall/pusat perbelanjaan bahkan perempatan lalu lintas, bukanlah hal yang aneh.Â