Mohon tunggu...
Raden Firkan Maulana
Raden Firkan Maulana Mohon Tunggu... Konsultan - Pembelajar kehidupan

| Penjelajah | Pemotret | Sedang belajar menulis | Penikmat alam bebas | email: firkan.maulana@gmail.com | http://www.instagram.com/abah_ceukhan | https://www.linkedin.com/in/firkan-maulana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wajah Muram Transportasi Publik di Wilayah Bandung Raya

19 Januari 2025   16:00 Diperbarui: 19 Januari 2025   16:00 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis Transportasi Publik yang terjadi

Baru-baru ini saja Bandung mendapat gelar sebagai kota termacet ke-12 di dunia berdasarkan rilis laporan dari TomTom Traffic yang mengukur kondisi lalulintas di 500 kota dari 62 negara di 6 benua. Salah satu faktor penyebab kemacetan lalu lintas ini adalah banyaknya warga Bandung Raya yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi seperti motor dan mobil untuk bepergian baik itu untuk bekerja, sekolah dan sebagainya. Warga Bandung enggan untuk menggunakan transportasi publik seperti bus dan angkot. 

Saya sendiri jika disuruh memilih, lebih senang menggunakan sepeda motor untuk bepergian daripada menggunakan transportasi publik. Sebab dengan sepeda motor, saya bisa menuju tempat tujuan secara cepat dan murah. Saya juga menghindari bepergian dengan menggunakan bus dan mobil, dalam hal ini mobil berupa taksi konvensinal dan yang berbasis online. Dengan menggunakan bus dan mobil, perjalanan ke tempat tujuan menjadi lebih lama dan selalu saja ada kemacetan yang terjadi. Saya tidak mau terjebak kemacetan di jalan. Saya tidak mau membuang waktu berlama-lama di perjalanan. 

Warga Bandung Raya hampir mayoritas mulai jarang menggunakan angkutan kota (angkot) dikarenakan kualitas fisik mobil yang kurang bagus seperti tempat duduk yang hanya sekedar duduk, sempit dan panas serta kondisi teknis mobil seperti rem yang berpengaruh terhadap keamanan dan keselamatan. Selain itu, waktu tempuh perjalanan menjadi lama karena sopir angkot sering ngetem dan menjalankan mobilnya perlahan karena menunggu calon penumpang. Dan seringkali perilaku mengendara sopir angkot tidak terkendali, yaitu ngebut dan ugal-ugalan mengendarai angkotnya. Masalah pembayaran pun sering terjadi percekcokan antara sopir angkot dan penumpang karena hal sepele seperti pembayaran di luar tarif resmi dan uang kembalian.

Sebetulnya pilihan naik bus adalah lebih baik daripada naik angkot karena lebih murah ongkosnya dan lebih nyaman dengan adanya pendingin udara. Namun kekurangan naik bus di Bandung Raya ini adalah lama tempuh perjalanan. Hal ini disebabkan bus seringkali terjebak kemacetan lalulintas. Kondisi ini terjadi karena jalur bus pada setiap rute berada di jalan arteri, yang penggunaan badan jalannya bercampur dengan kendaraan lain. Sehingga wajar saja jika jalan arteri tersebut padat oleh berbagai jenis kendaraan maka bus tersebut akan terjebak dalam kemacetan. Seharusnya, jika ingin perjalanan bus lancar maka jalur pergerakan di jalan arteri harus dibuat lajur khusus seperti lajur Busway di DKI Jakarta.

Masalah lainnya dari transportasi publik di wilayah Bandung Raya adalah tidak  terintegrasinya titik-titik pertemuan antara rute-rute perjalanan yang membuat calon penumpang tidak merasa dimudahkan. Titik-titik pertemuan berguna untuk menghubungkan perpindahan rute perjalanan bagi penumpang dan perpindahan moda-transportasi, misal dari Angkot ke bus lalu pindah menggunakan kereta api. Idealnya integrasi tersebut disusun sedemikian rupa untuk memudahkan penumpang dalam menempuh perjalanan sehingga  bisa menghemat waktu dan biaya yang dikeluarkan. 

DKI Jakarta bisa menjadi contoh untuk integrasi antar moda dan rute transportasi. Saat saya beberapa tahun ke belakang bekerja di seputaran Jabodetabek, saya dimudahkan dengan integrasi tersebut terutama saat saya menggunakan KRL (kereta rel listrik), Busway dan MRT untuk menuju tempat tujuan. Sedangkan di Bandung Raya, contoh masih tidak terintegrasinya hal tersebut misal antara keberadaan Kereta Cepat Whoosh dengan angkutan umum lainnya. Para penumpang, masih disubsidi dengan layanan Damri untuk antar jemput dari titik-titik pemberangkatan tertentu. Selain Damri, ada juga mobil yang disediakan oleh developer perumahan terbesar di Padalarang untuk antar jemput penghuni kompleknya, dari dan ke Stasiun Padalarang. 

Reformasi Transportasi Publik

Pembenahan transportasi publik di wilayah Bandung Raya perlu segera dilakukan . Pembenahan ini tidak hanya semata berupa hal-hal seperti pembaruan armada bus, mempercantik halte bus dan sebagainya. Pembenahan harus dimulai dari hal yang mendasar. Hal yang pertama, rencana induk transportasi publik di wilayah Bandung Raya perlu ada kesepakatan bersama antara pemerintah daerah di wilayah Bandung Raya yang meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Sumedang. Hal yang kedua, rencana induk transportasi publik tersebut perlu mengacu pada rencana tata ruang makro wilayah Bandung Raya. Hal yang ketiga, rencana tata ruang kota dan atau kabupaten, masing-masing wilayah tersebut, harus memuat rencana transportasi yang mendukung pengembangan wilayah. Hal yang keempat, rencana  tata ruang kota dan atau kabupaten, seyogyanya menekan  dan membatasi penggunaan lahan yang sudah jenuh karena sudah padat aktivitas seperti kawasan perdagangan, kawasan wisata dan sebagainya, untuk menghindari terjadinya bangkitan arus lalu lintas yang menimbulkan terjadinya kemacetan. 

Tranportasi publik di wilayah Bandung Raya juga harus memperhatikan karakteristik  fisik jalan. Secara umum, jalan-jalan yang ada di wilayah Bandung Raya tidak lebar dan cenderung sempit/kecil. Selain itu ruas jalannya pendek-pendek. Selain itu perlu juga dicermati lokasi kawasan perumahan dan pemukiman masyarakat yang makin menyebar ke pinggiran kota. Hal ini berkonsekuensi pada lamanya waktu tempuh perjalanan karena jauhnya jarak rumah ke tempat tujuan di tengah kota. Karakteristik-karakteristik  tersebut sangat berpengaruh pada pilihan moda  transportasi publik yang akan digunakan. Sebagai contoh, jalanan Kota Bandung yang kecil dan sempit, tidak cocok dengan penggunaan bus besar. Bus yang cocok adalah yang ukurannya sedang sehingga tidak memakan badan jalan. 

Jika reformasi transportasi publik ini dijalankan, saya yakin warga Bandung akan sepenuhnya beralih menggunakan transportasi publik. Asalkan transportasi publik tersebut, memberikan kenyamanan dan keamanan, tepat waktu, pelayanan yang memadai, tarif yang murah dan terjangkau. Selain itu kondisi infrastruktur penunjang seperti halte bus atau tempat menunggu yang representatif, layanan bagi orang tua, anak dan kaum difafbel yang memudahkan untuk mengakses dan menggunakan transportasi publik. Semoga saja wajah muram karena krisis transportasi publik di wilayah Bandung akan segera berlalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun