Mohon tunggu...
Firdiana Isnaeni
Firdiana Isnaeni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Jadilah Diri Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perceraian untuk Wanita Islam

12 Maret 2023   19:12 Diperbarui: 12 Maret 2023   19:14 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

BOOK REVIEW

Firdiana Isnaeni   (212121004_HKI 4A)

Judul               : Hukum Perceraian Untuk Wanita Islam

Penulis           : Himatu Rodiah

Penerbit         : Lembar Pustaka Indonesia

Terbit              : 2015

Buku ini karya dari Himatu Rodiah, yang berjudul "Hukum Perceraian Untuk Wanita Islam", buku ini menjelaskan secara lengkap dan terperinci mengenai perceraian dalam islam, yang didalamnya menjelaskan tentang perceraian dalam islam, hukum dan macam-macam perceraian, filosofi syariat perceraian, syarat-syarat perceraian dalam islam, factor penyebab terjadinya percaraian, alasan yang membolehkan Wanita cerai, Wanita yang memintai cerai tanpa alasan, masa idah dalam islam, akibat perceraian, dan cara terbaik menghindari perceraian.

Allah SWT sangat  membenci sesuatu yang halal seperti contohnya talak atau cerai. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa perceraian bukanlah hal yang haram. Tujuan kita menikah bukan untuk bercerai, tetapi dalam hal yang sudah tidak bisa memberikan keberkahan kepada kedua belah pihak bercerai adalah jalan dalam penyelesaian. Perceraian ini terjadi secara baik-baik tanpa ada yang menyisakan kemarahan atau persengketaan masalah atas pembagian harta.  

Di sini telah dijelaskan bahwa betapa tingginya kedudukan sebuah pernikahan dan perceraian di dalam Islam. Kita dalam juga tidak bisa melalaikan suatu  proses yang terjadi di dalamnya. 

Ketika seorang suami telah mengatakan kata cerai terhadap istrinya maka itu sebenarnya sudah masuk perceraian dalam islam. Perceraian dalam islam hanyalah diperbolehkan jika sudah lagi tidak berkah, bukan perceraian yang didasarkan kepada ego sendiri. 

Jadi oleh karena itu agar tidak terjadi perceraian kita harus mengendalikan ego kita. Karena kasus perceraian telah  banyak terjadi karena ego yang tidak terkendalikan. Contoh perceraian yang tidak dibenarkan ialah ketika seorang suami menceraiakn istrinya hanya karena ia ingin menikah lagi.

Islam meletakan beberapa prinsip, yang apabila prinsip itu di ikuti oleh manusia maka dapat mengurangi angka perceraian, diantara prinsipnya :

(1) memilih calon suami yang memiliki akhlak yang baik,

(2) melihat suami sebelum akad itu dilaksanakan,

(3) memilih suami yang bukan dari golongan yang fasiq,

(4) mengajak suami untuk berfikir dengan menggunakan akal dan kemaslahatan.

Di dalam Islam terdapat syarat-syarat yang membolehkan perceraian antara suami dan istri. Perceraian menurut Islam ialah sesuatu yang sangat jelek, sehingga untuk suami istri sebisa mungkin untuk menghindari hal tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perceraian ialah (1). Adanya akhlak yang jelek, percekcokan, dan seorang istri atau suami keras kepala. Dan faktor terpenting perceraian itu adanya ketidak selarasan antara perilaku istri dan suami, (2). Adanya kekecewaan suami terhadap istrinya, (3). Adanya akhlak dan perilaku yang jelek, pertentangan, percekcokan. Islam telah memerintahkan untuk menjauhi kekerasan serta memerintahkan untuk senantiasa lapang dada dan berusaha untuk mengokohkan  fondasi yang baik dalam pernikahan, sehingga bisa menjauhkan dari perceraian.

Adapun rukun dari talak (cerai) adalah (a.). Kata talak mutlak, jumbur ulama telah bersepakat bahwa kata talak ada dua macam, yaitu sharih (jelas) dan kinayah (samaran). (b). Orang suami yang menjatuhkan talak (berakal sehat, baligh, tidak gila, tidak dipaksa,  tidak sedang mabuk, tidak main-main atau bergurau, tidak pelupa, tidak dalam keadaan bingung, dan masih ada hak untuk mentalak). (c). Istri yang bisa dijatuhi talak (perempuan yang sudah dinafkahi dengan sah, perempuan yang masih dalam ikatan pernikahan yang sah, belum habis masa idahnya yang terdapat dalam talak raj'i, dan tidak sedang dalam masa haid atau suci yang dicampuri).

Adapun pengertian dan hukum dari talak (cerai) ialah, talak sendiri berasal dari kata ithlak yang artinya melepaskan atau meninggalkan. Didalam istilah Islam talak artinya melepaskan ikatan pernikahan atau berakhirnya suatu hubungan pernikahan. Dengan adanya perceraian ini maka gugurlah kewajiban keduanya. Talak disini ada beberapa macam, diantaranya ada  talak

 (1). Talak Raj'I yaitu talak yang dijatuhkan oleh seorang suami kepada istrinya yang belum habis masa indahnya. Dan untuk rujuk dapat dilakukan kapan saja selama masih ada masa indahnya,

 (2). Talak Ba'in yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya yang telah habis masa indahnya. Talak Ba'in disini terbagi menjadi 2, diantaranya (a). Talak Ba'in sughra merupakan talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya yang telah habis masa iddahnya dan apabila ingin rujuk kembali dengan suaminya harus adanya akad dan mahar yang baru, (b). Talak Ba'in kubra ialah talak yang dijatuhkan oleh seorang suami kepada istrinya hal ini bukan lagi tentang talak 1 dan talak 2 tetapi sudah memasuki talak 3. Hal ini bisa rujuk kembali tetapi dengan syarat istrinya telah menikah dengan orang lain dan menceraikannya secara wajar.

Hukum cerai di dalam Islam merupakan suatu hal yang terlarang kecuali karena adanya suatu hal yang mendesak. Madzhab Hambali telah menjelaskan bahwa cerai itu ada kalanya berhukum wajib, haram, mubah, makruh, dan Sunnah.

1. Wajib apabila adanya perpecahan diantara suami dan istri.

2. Haram apabila tidak adanya alasan. Dan talak ini diharamkan karena bisa merugikan baik pihak istri maupun suami. Talak yang hukumnya haram ini ketika talak itu dijatuhkan tidak sesuai dengan ajaran syariat.

3. Mubah apabila adanya alasan yang tepat untuk menceraikannya. Seperti halnya apabila istri tidak berakhlak baik,dll.

Talak raj'i ini tidak memiliki akibat hukum karena ketika mantan suami berkumpul dengan istrinya tidak dilarang, sebab akad pernikahan diantara mereka tidak hilang kecuali persetubuhan. Talak bain sughro mantan suami dapat kembali kepada mantan istrinya dengan melalui akad yang baru dan mahar yang baru selama wanita itu belum nikah dengan laki-laki lain. Selaanjutnya ada talak bain kubro tidak membolehkan mantan suami untuk rujuk kembali kecuali sesudah mantan istrinya menikah dengan laki-laki lanin dan sudah bercerai sesudah dikumpuli olehnya tanpa ada niat untuk nikah tahlil.

Cerai dalam bahasa Arab adalah Al khulu. Hulu ialah antara suami istri atas dasar kerinduan dari keduanya dengan melakukan pembayaran yang diserahkan oleh istri kepada suaminya. Sedangkan menurut fiqh khulu ialah melepaskan istri dari suatu pernikahan dengan adanya syarat istrinya membayar sejumlah harta kepada suaminya. Dapat juga diartikan dengan sebuah tebusan yang istri memberikannya kepada suami dengan maksud untuk menceraikannya.

Menurut Madzhab Hanafi mendefinisikan khulu "Menanggalkan ikatan pernikahan yang diterima oleh istri dengan lafdz khulu atau yang semakna dengan itu".

Menurut Madzhab Syafi'i mendefinisikan khulu "Khulu menurut syara yaitu lafadz yang menunjukkan sebuah perceraian antara suami istri dengan tebusan yang harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu".

Menurut Madzhab Maliki mendefinisikan khulu " Khulu menurut syara yaitu thalaq dengan tebusan"

Menurut Madzhab Hanabillah mendefinisikan khulu "Khulu yaitu seorang suami yang menceraikan istrinya dengan tebusan yang diambil oleh suami dari istrinya atau dari lainnya dengan lafadz tertentu".

Definisi khulu memang banyak, tetapi jika dicermati memiliki kesamaan antara satu dengan yang lain. Bahwasannya khulu ialah perceraian yang terjadi atas perintah istri dengan memberikan tebusan atau iwadh kepada suami untuk dirinya dan perceraian yang disetujui oleh suami. Dari pendapat para ulama diatas juga memiliki kesamapa dengan kompilasi hukum islam (KHI).

Sebagaimana telah dijelaskan juga didalam kompilasi hukum Islam (KHI) bahwasanya khulu ialah suatu perceraian yang diajukan oleh istri dengan memberikan tebusan kepada suaminya dan atas persetujuan dari suaminya juga.

 Perceraian dapat dilakukan jika suami tidak memberi nafkah semala 3 bulan. Dalam hal ini diutamakan tanggung jawab yang seharusnya dilakukan oleh suami. Adanya perselingkuhan, membiarkan istri selama 6 bulan, tanpa memberi nafkah batin ataupun perhatian. Meninggalkan istri 2 tahun tanpa adanya kejelasan suami dimana dan nasibnya bagaimana, adanya kekerasan.

Khulu sebagaimana dengan talak bisa dilakukan langsung oleh suami istri tanpa perantara hakimdan pengadilan agama. Tetapi untuk mengesahkannya perlu secara legal formal menurut undang-undangIndonesia, maka pihak yang bersangkutan tetap harus mengajukannya ke Pengadilan agama. Pengajuan ini dapat dilakukan jika memenuhi persyaratan diatas, seperti halnya terjadinya kdrt, suami tidak memberi nafkah, dll.

Gugatan perceraian akan diakui ketika sudah memiliki kekuatan legal formal yang dilakukan di pengadilan agama yang diputuskan oleh seorang hakim. Proses perceraian di Pengadilan Agama (PA) bisa dilakukan jika sudah memenuhi persyaratan, seperti halnya jika terjadi kdrt, suami tidak menafkahi istrinya, dan suami meninggalkan istrinya selama 2 tahu dengan sengaja, suaminya dihukum dipenjara selama lima tahun atau lebih setelah pernikahan dilangsungkan, terjadinya perselingkuhan dan persengketaan secara terus menerus, dan suaminya yang berpindah agama atau murtad.

Gugatan cerai haruslah dilakukan atas dasar sepengetahuan dari keduanya dan adanya kerelaan dari suami. Tetapi situasi tertentu hakim di Pengadilan Agama (PA) bisa saja meluluskan gugatan perceraian tanpa adanya sepengetahuan atau persetujuan dari suami, tetapi berdasarkan pertimbangan tertentu dan hakim menganggap bahwa perceraian adalah hal yang lebih baik bagi penggugat.

Setiap pasangan suami isti mereka menginginkan adanya keharmonisan dan kebahagiaan didalam rumah tangga mereka. Semua ini pasti menjadi idaman bagi setiap orang. Tetapi tidak sedikit rumah tangga seseorang yang berakhir dan kandas ditengah jalan. Ketika ada gangguan-gangguan atau masalah antara suami istri yang dapat mengakibatkan hubungan rumahtangga mereka tidak harmonis lagi bahkan bisa menyebabkan terjadinya perceraian.  Penyebab terjadinya perceraian diantaranya :

(1). Ada orang ke tiga dimana adanya orang ketiga ini apabila pasangan tidaka bisa untuk menerimanya maka hal ini bisa menyebabkan terjadinya perceraian,

(2).  Terjadinya kdrt didalam rumah tangga terkadang terjadi kdrt yang seperti suami main tangan kepada istrinya yang dapat menyebabkan istrinya tidak tahan terhadap suaminya. Kdrt ini dapat dijadikan sebagai alasan untuk bercerai,

(3) Tidak memiliki keturunan pasangan suami istri pasti menginginkan untuk memiliki keturunan. Tetapi jika salah satu daintara mereka tidak bisa memberikan keturunan hal itu juga dapat menyebabkan perceraian karena ditinggalkan oleh pasangannya.

 (4). Kurangnya komunikasi satu sama lain hal ini penting sekali karena jika komunikasi suami istri jelek maka mudah timbul kesalah pahaman antar keduanya.

(5). Merasa diabaikan perhatian yang tidak diapatkan juga dapat menjadi penyebab timbulnya perceraian,

 (6) Adanya masalah ekonomi, pada masalah ini sering kali menjadi penyebab terjadinya perceraian. Karena mungkin salah satunya terlalu boros, dan pemasukannya terlalu dibawah pengeluarannya. Cara agar tidak terjadi perceraian karena adanya masalah ekomoni dengan cara setiap kali adanya pengeluaran dan pemasukan selalu diperhitungkan.

(7). Tidak percaya menjalin hubungan rumah tangga hal yang paling penting adalah komunikasinya yang baik, jika komukiasi tidak baik bisa menghadirkan kecurigaan antara keduanya.

Lian ialah sumpah yang diucapkan oleh suami bahwa istrinya telah berzina atau menolak bayi yang lahir dari istrinya sebagai anak kandungnya. Dan kemuadian sang istri pun berumpah bahwasanya tuduhan sang suaminya itu bohong. Atau definisi lain bahwasannya sumpah suami yang menuduh istrinya berbuat zina, sedangkan dia tidak mampu untuk mendatangkan empat orang saksi. Jika seorang suami melihat istrinya berzina secara langsung, suami tersebut tidak bisa langsung memvonis istrinya telah melakukan perbuatan zina tetapi dia harus mendatangkan empat orang saksi untuk kehati-hatian. Hukum li'an bagi suami maupun itu berat atau tidak tuduhannya itu boleh atau  mubah. Tetapi apabila seorang suami tidak kuat dugaanya atas kebenaran tuduhan itu maka hukum li'an baginya adalah haram.

Pada dasarnya seorang istri tidak boleh meminta untuk cerai kepada suaminya, kecuali karena suaminya  murtad (keluar dari agama islam dan masuk ke agama lain), suami yang bersikap kasar dan keras serta tidak saying kepada istinya, suaminya tidak mampu untuk memberikan nafkah, dll. Dengan adanya satu alasan diatas maka seorang istri bisa meminta cera (khulu) kepada suaminya. Setelah memberikan nasehati kepadanya.

Pada dasarnya kita sudah mengetahui bahwasannya asal seorang wanita meminta cerai itu dilarang. Sebagaimana nabi saw bersabda : "Wanita mana saja yang meminta cerai kepada suaminya untuk dicerai tanpa dalam kondisi yang mendesak maka haram bagianya untuk mencium wangi surga". Telah dijelaskan didalam hadits ini bahwasannya wanita yang minta cerai kepada suaminya tanpa adanya alasan yang syar'i maka tidak boleh.

Apabila seorang suami tidak melakukan kewajibannya kepada istrinya atau adanya kebencian istrinya terhadap suaminya maka pada saat itu juga diperbolehkan untuk khulu. Khulu ialah membatalkan pernikahan dengan cara istri yang meminta kepada suaminya untuk membatalkan pernikahannya dan istrinya wajib untuk mengembalikan mahar kepada suamainya. Hal ini lebih baik dilakukan secara resmi, seperti halnya di KUA.

Bercerai adalah sebuah petaka dan kesengsaraan bagi sepasang suami istri dan keluarganya meraka terutama anak-anaknya. Perceraian hanya akan menambahkan luka dan tidak menambah apa-apa kecuali kehampaan. Tidak adanya hak umtuk menceraikan diantara suami istri. Karena jika diberikan hak keduanya maka dapat menimbulkan angka perceraian tinggi. Karena rumah tangga ini lah yang dipinpin oleh seorang laki-laki yang berperan sebagai kepala keluarga, yang memiliki inisiatif tinggi untuk membentuk rumah tangga.

Laki-lakilah yang berkewajiban membiayai rumah tangga tersebut, bertanggung jawab sepenuhnya terhadap semua kebutuhan rumah tangga, keamanan, kenyamanyan dan semuanya. Dan laki-laki juga yang bertanggungjawab terhadap perilaku keluarganya. Maka dalam hal ini sangatlah wajar jika hak bercerai itu ada pada laki-laki. Tetapi dalam kasus tertentu wanita juga berhak untuk mengadukan nasibnya ke hakim atas perlakuan suaminya yang sewenang-wenang, sepertihalnya kdrt. Bahkan suaminya tidak berhal untuk menghalangi langkah pengaduannya. Wanita mempunya hak juga untuk mengajukan gugatan cerai kepada suaminya yaitu dengan cara khulu.

Masa iddah ialah sebutan atau nama dari suatu masa di mana seorang wanita menanti atau menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggal mati oleh suaminya atau setelah diceraikan baik dengan menunggu kelahiran sang bayinya atau berakhirnya beberapa kuru atau berakhirnya beberapa bulan yang sudah ditentukan. Atau ada juga yang mengatakan bahwasanya masa idah ialah masa tunggu seorang wanita untuk memastikan bahwa dia tidak hamil atau ta'abud atau untuk menghilangkan rasa sedih atas sang suami yang telah meninggal.

Masa idah ini juga memiliki beberapa aturan, diantaranya (1). Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya disini ada dua keadaan (a). Ketika ia sedang hamil, maka masa idahnya sampai anak itu lahir. (b). Jika wanita itu tidak hamil maka ia memiliki masa idah empat bulan sepuluh hari.

(2). Wanita yang diceraikan disini ada dua macam wanita yang diceraikan, baik itu dengan talak raj'i (a). Wanita itu masih haid maka memiliki masa idah tika kali kuru. (b). Wanita yang tidak haid baik itu belum pernah haid atau sudah menopause maka memiliki masa idah tiga bulan. Adapun aturan dari talak  bain (talak tiga) memiliki masa idah sekali haid saja untuk memastikan bahwasannya ia tidak hamil.

Adapun hikmah dari masa iddah diantaranya

(1). Untuk memastikan apakah wanita tersebut sedang hamil atau tidak.

(2). Syariat telah mensyariatkan masa iddah untuk menghindari ketidakjelasan mengenai garis keturunan.

(3). Itu disyariatkan agar dapat menunjukkan betapa agung dan mulianya sebuah akad pernikahan.

(4). Masa iddah disyariatkan agar perempuan dan laki-laki bisa berfikir ulang jika ingin memutuskan tali kekeluargaan, terutama dalam kasus perceraian.

(5). Masa iddah disyariatkan untuk menjaga hak janin yang berupa nafkah dan lainnya jika wanita yang dicerai sedang hamil.

Adapun aturan di dalam masa iddah diwajibkan pada semua wanita yang telah berpisah dari suaminya karena sebab talak atau ditinggal mati suaminya atau fasakh yang telah melakukan hubungan suami istri dengannya, maka 1. Apabila ditinggal mati oleh suaminya ketika sedang hamil maka menunggu sampai lahir, jika wanita tersebut tidak hamil maka memiliki masa udah 4 bulan 10 hari. 2. Wanita yang diceraikan masa idahnya 3 kali Kuru atau 3 kali suci.

Perceraian adalah suatu hal yang sebisa mungkun untuk dihindari. Karena dengan adanya perceraian dampak yang terjadi tidak hanya dirasakan oleh pasangan suami istri itu tetapi juga oleh orang-orang yang ada disekitarnya juga. Dampak perceraian bagi anak meraka adalah :

(1) Ketika pasangan suami istri bercerai bisa mengakibatkan anak menjadi bingung dan merasa tidak nyaman karena keluarga sudah tidak lengkap lagi.

 (2). Bisa saja anak menjadi benci kepada kedua orang tuanya, hal ini tidak jarang terjadi pada keluarga yang bercerai.

(3). Akibat dari perceraian dapat juga menyebabkan anak menjadi tertekan, stress, atau deppresi. Dalam hal ini bisa menjadikan anak menjadi pendiam, jarang bergau, dan dapat juga menjadi merosot prestasi sekolahnya. Tetapi anak korbam dari perceraian kedua orang tuanya tidak selamanya menjadi pendiam, bisa jadi mereka menjadi pemberontah, jiwa labil anak yang sedang depresi bisa mengantarkannya ke pergaulan yang salah.

Seseorang dalam menjalin rumah tangga tidaklah berjalan mulus sepanjang waktu. Pasti didalam rumah tangga mereka terdapat adanya konflik, perbedaan pendapat, pertengkaran dan sebagainya. Yang mana dalam hal ini semua dapat menyebabkan perceraian. Terdapat banyak faktor yang bisa dijadikan alasan sebuah perceraian.

Perceraian juga menyebabkan dampak tidak hanya dialami oleh suami istri saja tetapi juga oleh keluarganya. Lebih parahnya lagi bisa berdampak pada psikologi anaknya. Ada beberapa tips agar perceraian tidak terjadi, diantaranya :

(1). Mencari sumber masalahnya dalam hal ini penting sekali kaitannya untuk mencari sumber masalah agar tidak terjadi kesalahan dalam mengambil keputusannya.

(2). Jangan memperbesar masalah ketida dalam rumah tangga sudah diketahui konflik masalahnya maka jangan saling memperbesar masalah dan jangan mencari masalah baru. Karena hal itu dapat menimbulkan perceraian.

(3). Apabila terjadi perbedaan pendapat, cobalah untuk berargumentasi dengan baik, jangan merendahkan pasangan,

(4). Pisah sementara hal ini memang tidak enak tetapi cara ini juga dapat menghindari perceraian. Hal ini dapat menenangkan diri masing-masing dan juga sekaligus dapat menilai keputusan apa yang ditempuh.

(5). Introspeksi dengan adanya intropeksi ini juga dapat mengurangi perceraian. Ketika sudah mengetahui penyebab masalahnya maka hendaknya suami istri saling intropeksi diri. Karena setiap pasangan mesti memiliki rasa dirinya yang paling benar. Dan mereka tidak dapat menerima kenyataan bahwasannya merekalah yang menjadi penyebab dari perceraian itu.

(6). Putar kembali kejadian-kejadian lucu saat pertama kali menikah,

(7). Kesampingkan ego pribadi jika masih menginginkan keutuhan dalam rumah tangga maka hendaklah buang jauh-jauh ego masing-masing.

(8). Jangan lupa tanyakan apa yang terjadi pada pasangan kita sepanjang hari,

(9). Komunikasi komunikasi ini adalah pondasi yang paling kuat dalam hubungan rumah tangga. Jadi sebaiknya harus tetap mengkomunikasikan apa yang sedang dihadapi. Dan moncoba untuk mencari langkah terbaik agar dapat menghindari perceraian.

(10). Ingat anak karena anak biasanya menjadi senjata yang paling ampuh untuk meredam konflik antara suami istri. Dan ingatlah juga bahwasannya mereka masih membutuhkan kasih sayang dari kedua oraang tua.

Buku hukum perceraian ini memberikan pemahaman kepada para pembacanya tentang hukum perceraian didalam islam. Dan telah menjelaskan secara rinci mengenai hak-hak keyika menghadapi perceraian. Penjelasannya dalam buku ini juga sangat mudah untuk dipahami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun