Mohon tunggu...
Firdaus
Firdaus Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

ترك المتحقق لأجل المتوهم ممنوع

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Islam dan Mobilitas Sosial

1 Desember 2023   19:25 Diperbarui: 1 Desember 2023   19:59 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. Pendidikan Islam dan Mobilitas Sosial

1. Definisi pendidikan Islam

Menurut definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, "pendidikan" merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mengubah sikap atau tingkah laku individu agar dapat menjadi lebih matang melalui pengajaran dan pelatihan. Pendidikan adalah suatu proses di mana guru membantu siswanya memaksimalkan potensi mereka. Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha individu atau kelompok individu lainnya untuk mencapai tahap kematangan atau mencapai taraf kehidupan, pengalaman, dan kesejahteraan mental yang lebih tinggi. Ilmu pendidikan mempelajari masalah praktis, teori, dan ilmu pengetahuan. Aktivitas sosial yang dikenal sebagai pendidikan bertujuan untuk meningkatkan manusia melalui penggunaan ilmu pengetahuan. Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan disadari untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman seseorang dengan tujuan untuk menetapkan tujuan hidup. Islam merupakan sebuah agama yang diberikan oleh Tuhan kepada umat manusia melalui Rasul-Nya. Agama ini mengandung hukum-hukum yang mengatur interaksi manusia dengan Tuhan, hubungan antar manusia, dan juga hubungan manusia dengan alam semesta. Secara terminologi, "pendidikan Islam" berarti mengajarkan dan membimbing siswa untuk menyikapi hidup mereka dengan pengetahuan spiritual keagamaan dan nilai-nilai Islam.

2. Definisi Mobilitas Sosial

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mobilitas memiliki arti gerak. Sebagai akibatnya, mobilitas sosial dapat dijelaskan sebagai pergerakan dalam struktur sosial. Dengan kata lain, mobilitas sosial didefinisikan sebagai perpindahan dari satu status sosial ke status sosial lainnya. Oleh karena itu, mobilitas sosial juga dikenal sebagai proses perpindahan sosial atau gerakan sosial. Terdapat beberapa pendapat para ahli terkait definisi mobilitas. Menurut Hortont dan Hunt, bahwasanya Mobilitas sosial merujuk pada perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Perpindahan kelas sosial tersebut dapat digambarkan sebagai naik atau turun. Kimball Young mengatakan, mobilitas sosial memiliki tujuan tertentu. Dia berpendapat bahwa tujuan mobilitas sosial adalah untuk memahami struktur sosial yang sesuai dengan masyarakat tertentu. Sebagai contoh, memperoleh status sebagai pegawai negeri sipil dianggap sebagai salah satu tujuan mobilitas sosial. Pada dasarnya mobilitas sosial dibagi menjadi dua, yaitu mobilitas horizontal dan vertikal.

Mobilitas horizontal: mengacu pada perpindahan secara mendatar atau perpindahan dalam lapisan yang sama. Dengan kata lain, mobilitas horizontal mengacu pada perpindahan seseorang atau objek sosial lainnya dari satu kelompok sosial yang sederajat ke kelompok sosial lainnya. Oleh karena itu, seseorang tidak berubah derajat atau berubah kedudukannya dalam mobilitas horizontal ini. Mobilitas ini mempunyai dua bentuk, diantaranya adalah bentuk antargenerasi dan intragenerasi. Mobilitas sosial horizontal antargenerasi terjadi ketika ada perpindahan posisi sosial di antara dua generasi atau lebih. Contohnya seperti anak dan bapak. Seorang bapak yang sukses sebagai petani adalah contoh praktisnya. Anaknya tidak mengikuti jejak bapaknya, tetapi memilih untuk menjadi tentara. Contoh tambahan adalah kakek, bapak, dan anak. 

Kekeknya adalah petani miskin, bapaknya adalah buruh bangunan, dan anaknya adalah makelar karcis kereta api. Yang kedua yaitu intragenerasi. Misalnya orang yang mengubah pekerjaannya tanpa mempertimbangkan status sosialnya (meskipun status sosialnya lebih rendah) tetapi pada akhirnya lebih berhasil Sebuah contoh langsung dari seseorang yang sebelumnya bekerja sebagai pengusaha, lalu menjadi petani. Terdapat pendapat lagi yang mengatakan bahwa ada mobilitas sosial antar wilayah geografis. Perpindahan individu atau kelompok dari satu tempat ke tempat lain dikenal sebagai gerakan sosial ini. Contohnya adalah migrasi, urbanisasi, dan transmigrasi.

Mobilitas sosial vertikal, adalah pergerakan seseorang atau suatu objek sosial  ke posisi lain yang  tidak sederajat. Mobilitas ini terbagi menjadi dua bentuk, yaitu social climbing dan sinking. Social climbing adalah Mobilitas vertikal ke atas, juga dikenal sebagai peningkatan sosial, yaitu mobilitas yang disebabkan oleh peningkatan status atau kedudukan seseorang. Ini disebabkan oleh peningkatan produktivitas karyawan maupun kedudukan kursi yang kosong karena proses peralihan generasi. Social sinking atau juga dikenal sebagai mobilitas vertikal ke bawah, adalah proses turunnya status atau posisi seseorang. Dalam hal ini sering menyebabkan gejolak psikis bagi seseorang karena perubahan pada hak dan kewajibannya. Penurunan ini dapat berupa penurunan seseorang ke posisi yang lebih rendah atau penurunan nilai suatu posisi sebagai lapisan sosial. 

Ini karena dia telah memasuki masa pensiun atau melakukan kesalahan fatal yang mengakibatkan pemecatan atau penurunan dari jabatannya. Dari pendapat Pitirim A. Sorikin, mobilitas sosial vertikal ini dalam masyarakat memiliki beberapa saluran, hal ini dikenal sebagai social circulation, diantaranya yaitu: 1) Angkatan bersenjata, dengan sistem militerisme, angkatan bersenjata memiliki peran dalam masyarakat. Misalnya, suatu negara mengharapkan kemenangan dalam perang. Masyarakat akan menghargai pekerjaan prajurit. Karena jasanya, ia akan dinaikkan ke posisi yang tinggi. 2) Lembaga keagamaan, Semua agama percaya bahwa manusia memiliki posisi yang sama. 

Untuk menggapai tujuan tersebut, para pemuka agama bekerja keras untuk menaikkan status orang-orang dari lapisan bawah masyarakat. Selain itu, apabila para pemuka agama dapat membimbing umat mereka dengan baik, mereka akan semakin dihormati oleh masyarakat. 3) Lembaga pendidikan, Sekolah dapat dianggap sebagai social elevator, membantu orang bergerak dari posisi rendah ke posisi yang lebih tinggi. 4) Organisasi politik, Suatu organisasi politik seperti partai politik dapat memberikan kesempatan yang ideal bagi anggota-anggotanya untuk naik ke posisi yang lebih tinggi, terutama selama pemilihan umum. Seseorang harus membuktikan kemampuan mereka sebelum mereka dapat dipilih. Dalam hal ini, organisasi politik berfungsi sebagai salah satu cara untuk membuktikan kemampuan diri.

5) Organisasi ekonomi, Sangat penting bahwa organisasi ekonomi berfungsi sebagai jalan menuju lapisan sosial yang lebih tinggi; umumnya, orang yang memiliki penghasilan tinggi juga berada di lapisan sosial yang lebih tinggi. Bahkan, faktor ekonomi sering kali digunakan sebagai simbol status seseorang dalam masyarakat. 6) Organisasi keahlian, Himpunan sarjana ilmu pengetahuan sosial, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), persatuan para pelukis, dan lainnya adalah contoh yang dimaksud organisasi keahlian. Orang-orang yang tergabung di dalam organisasi ini dapat mendapatkan nama dan dianggap berada di lapisan atas masyarakat melalui penggunaan organisasi ini sebagai wadah.

Dalam catatan Horton dan Hunt, pada masyarakat modern tingkat mobilitas dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor individu dan struktural. Faktor individu, Faktor individu adalah kualitas yang dimiliki setiap individu, ditinjau dari tingkat pendidikan, penampilan, dan keterampilan pribadi mereka. Faktor nasib juga disebut sebagai faktor individu. Faktor struktural, Ketidakseimbangan antara lapangan kerja dan jumlah pelamar adalah contoh faktor struktural.

Selain itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi dan menghambat mobilitas sosial dalam masyarakat sepanjang prosesnya. Faktor-faktor penghambat tersebut antara lain:

Kebudayaan: Budaya dalam suatu masyarakat dapat menjadi penghambat  mobilitas sosial. Kebudayaan yang dimaksud adalah kebudayaan tradisional. Lainnya halnya yang terjadi pada masyarakat modern. Di era masyarakat modern, kemajuan teknologi, komunikasi, dan transportasi memberikan peluang yang sangat besar untuk terjadinya mobilitas sosial.

Lingkungan asal: Mobilitas sosial akan lebih cepat terjadi ketika lingkungan asal terbuka, tetapi ketika lingkungan asal tertutup, mobilitas sosial akan terhambat.

Tradisi: Semua masyarakat pasti memiliki tradisi mereka sendiri. di mana kebiasaan ini digunakan sebagai pedoman untuk bertindak. Mobilitas tidak mungkin terjadi jika masyarakat masih menganut kepercayaan kuno.

Ekonomi: dalam situasi ini akan sulit baginya untuk mengikuti dan menyesuaikan diri dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan

Adapun beberapa faktor yang mungkin memengaruhi mobilitas sosial yaitu:

Status sosial: Status sosial tidak dapat dipisahkan oleh pembawaan orang tua; oleh karena itu, apabila seorang anak tidak merasa puas dengan posisi yang diberikan oleh orang tuanya, ia dapat berusaha untuk mencapai posisi yang lebih tinggi daripada orang tuanya.

Keadaan ekonomi: Ketika sumber daya alam di daerah yang padat penduduk sudah tidak memenuhi kebutuhan hidup mereka, penduduk cenderung melakukan migrasi atau perpindahan ke wilayah lain yang memiliki lahan subur, yang menyebabkan mobilitas sosial geografis.

Situasi politik: Mobilitas sosial akan terjadi dan orang akan pindah ke tempat yang aman jika politik di suatu negara tidak menjamin keamanan mereka.

Motif-motif keagamaan: Mobilitas sosial adalah pilihan bagi kelompok yang mengalami tekanan karena diskriminasi terhadap kelompok agama lain.

Masalah kependudukan: Orang-orang mulai mencari tempat yang masih memungkinkan untuk bermukim karena ruang permukiman semakin sempit.

Keinginan untuk mengunjungi daerah lain: Hal ini memunculkan gagasan tentang pergerakan geografis. Melihat daerah lain juga memberikan peluang bagi masyarakat untuk berpindah dari satu tingkat sosial ke tingkat sosial lainnya karena alih potensi dengan membandingkan pendapatan atau gaji yang lebih tinggi.

 Pendidikan Berbagai penelitian tentang mobilitas sosial telah menyoroti pendidikan sebagai salah satu faktor yang paling sering diteliti dalam konteks pengaruhnya terhadap mobilitas sosial. Ini sejalan dengan ide bahwa pendidikan memiliki berbagai fungsi penting bagi anggota masyarakat. Salah satunya adalah fungsi pendidikan dalam mengajarkan anggota masyarakat bagaimana hidup sesuai dengan status dan peran mereka dalam masyarakat. Pendidikan juga memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sumber daya bagi individu untuk dapat bertahan dan berhasil dalam masyarakat. 

Selain itu, pendidikan berfungsi sebagai eskalator sosial, menurut para pemikir dari perspektif struktural fungsional. Mereka berpendapat bahwa Pendidikan tidak hanya memberikan individu pengetahuan, tetapi juga memberdayakan mereka untuk mencapai tingkat sosial yang lebih tinggi. Dalam konteks masyarakat industri, pendidikan berperan dalam mendukung mobilitas sosial. Selain itu, Cronton senada bahwa tingkat pendidikan dan industrialisasi memengaruhi tingkat mobilitas sosial.

Pendidikan memainkan peran penting dalam memberikan kesempatan untuk berpindah ke kelas sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat yang lebih terbuka ini. Untuk dapat melakukan mobilitas sosial, masyarakat semacam itu mementingkan kinerja. Selain itu, Masyarakat akan memberikan penghargaan kepada individu yang memiliki pendidikan dan keterampilan tinggi. Ini didasarkan pada ide bahwa mereka telah mengupayakan usaha dan menginvestasikan waktu dan biaya yang signifikan untuk mendapatkan pendidikan tinggi, sehingga pantas mendapatkan imbalan ekonomi dan non-ekonomi yang tinggi, seperti status sosial. Beberapa peneliti dalam bidang studi tentang stratifikasi dan mobilitas sosial telah mengungkapkan peranan penting pendidikan dalam mempengaruhi mobilitas sosial seseorang. Blau dan Duncan adalah salah satu dari mereka, yang dalam penelitian mereka menunjukkan bahwa: "Man's social origin exert a considerable influence on his chance of occupational success. But his own training and early experience exert more pronounced influence on his suc- cess chance" Hal ini menunjukkan bahwa latar belakang sosial keluarga memengaruhi peluang seseorang untuk sukses di tempat kerja, tetapi pendidikan memengaruhi peluang yang lebih besar".

 Modal sosial: Penelitian tentang hubungan antara modal sosial dan mobilitas sosial telah dilaksanakan di berbagai negara, termasuk di Inggris. Salah satu contoh penelitian di Inggris tersebut fokus pada hubungan modal sosial dengan mobilitas sosial dan mengkaji konsekuensinya terhadap kepercayaan sosial. Berbagai temuan turut memperkaya penelitian dan teori mengenai modal sosial dan mobilitas sosial. Selain itu, sebuah penelitian di Amerika Serikat meneliti ibu rumah tangga dari keluarga miskin yang menemukan kontribusi modal sosial terhadap mobilitas sosial. Penelitian tersebut menemukan bahwa modal sosial dapat dicapai melalui relasi sosial dengan memberikan dukungan sosial, mendorong untuk maju, dan memperluas jaringan sosial.

 Kesempatan: Secara umum, kesempatan dapat didefinisikan sebagai peluang bagi seseorang untuk mencapai tujuan hidupnya, memiliki kualitas hidup yang baik, dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial. Kesempatan juga dapat didefinisikan sebagai peluang yang diberikan kepada seseorang untuk meningkatkan kehidupannya untuk dirinya dan keluarganya. Karena ketiadaan kemiskinan dan eksklusi sosial merupakan dimensi penting dalam kesempatan. Mengenai isu tentang kemiskinan dan eksklusi sosial, Walker berpendapat bahwa ada perbedaan antara keduanya. "We have retained the distinction regarding poverty as a lack of material resources, especially income, necessary to par ticipate in British society and social exclusion as a more comprehensive formulation which referes to the dynamic process of being shut out, fully or partially, from any of the social, economic, political or cultural systems which determine the social integration of a person in society". Kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang tidak memiliki cukup sumber daya material, terutama penghasilan, yang penting untuk berpartisipasi dalam masyarakat Inggris. 

Namun, eksklusi sosial adalah konsep yang lebih luas. Proses dinamis tersingkir atau tertutupnya seseorang dari sistem sosial, ekonomi, politik, atau budaya yang menentukan integrasi sosialnya dalam kehidupan masyarakat disebut eksklusi sosial. Kesempatan dalam mobilitas sosial dapat didefinisikan sebagai tingkat di mana penghasilan dan kelas sosial seseorang ditentukan oleh keterampilan dan tujuan mereka, bukan oleh segala hal yang diwariskan atau didapatkan dari orang tua mereka. Semakin besar pengaruh posisi sosial ekonomi orang tua terhadap status sosial anak, semakin kecil peluang seseorang untuk melakukan mobilitas sosial karena usaha sendiri. Demikian pula, Semakin kecil pengaruh pewarisan posisi sosial orang tua terhadap seseorang, semakin besar kemungkinan mereka memiliki kemampuan mobilitas sosial.

B. Konsep dan Teori Mobilitas Sosial

1. Konsep Mobilitas Sosial

a. Class Origin dan Class Destination

Konsep Class Origin dan Class Destination dikenal dalam teori mobilitas sosial. "Class origin refers to the class of the respondent's father when the respondnet was growing up". Dalam pengertian ini, "class origin" merujuk pada kelas sosial ayah dari responden saat mereka dewasa. Dalam konteks definisi tersebut, peneliti harus mengidentifikasi dan menentukan kelas sosial ayah dari responden yang akan diteliti. Kelas orang tua adalah kelas dari mana responden berasal. Konsep class destination dirumuskan sebagai berikut. "Classdestination refers to the respondent's current class" Class destination dapat didefinisikan sebagai kelas sosial responden pada saat penelitian berlangsung. Untuk mengetahui apakah ada perubahan kelas sosial dari orang tua ke responden, identifikasi dan penentuan ini sangat penting.

b. Tipe Mobilitas Sosial

Mobilitas antargenerasi (intergenerational mobility) dan intragenerasi (intragenerational mobility) adalah dua kategori penelitian sosiologi tentang mobilitas sosial. "Intergenerational mobility examines the relationship between people's current circumstances and those in which they originated" kata Breen tentang mobilitas antargenerasi. Mobilitas jenis ini menyelidiki hubungan status sosial dari generasi ke generasi, misalnya dari orang tua ke anak. Hubungan antara pendapatan ayah dan anak atau posisi kelas seseorang ketika ia dibesarkan dapat menjadi subjek studinya. Mobilitas ini tidak hanya melihat kemampuan seseorang, tetapi juga peran latar belakang orang tua, seperti sosial-ekonomi dan ras. Penjelasa Breen terkait mobilitas intragenerasi sebagai berikut: "Intragenerational mobility looks at the change in circumstances during an individual`s own (working) life". 

Mobilitas intragenerasi melihat perubahan keadaan dalam kehidupan profesional atau jalur karier seseorang. Terkait mobilitas antargenerasi, model yang paling umum digunakan adalah menganalisis hubungan antara kelas sosial seseorang, yang diamati sejak pekerjaan pertamanya hingga pekerjaan pada saat penelitian dilakukan. Studi ini melihat secara rinci "jalur" karier seseorang. Penelitian mengenai mobilitas intragenerasi seringkali jauh lebih kompleks dibandingkan mobilitas antargenerasi karena mempertimbangkan beragam informasi dan dinamika dalam riwayat pekerjaan seseorang. Hal ini perlu ditelaah secara utuh dan detail agar responden mampu mengingat kembali riwayat kariernya

c. Sistem Mobilitas Sosial

Dalam studi mobilitas sosial, sistem mobilitas sosial tertutup dan terbuka merupakan perbedaan pada masyarakat terkait sistem mobilitas sosial. Sistem mobilitas sosial tertutup dapat ditemukan di berbagai negara di masyarakat pra-industri. Sistem ini menggunakan faktor-faktor seperti pekerjaan orang tua, posisi sosial orang tua, dan jenis kelamin untuk menentukan posisi sosial seseorang. Dalam sistem ini, kesempatan seseorang untuk mobilitas atau posisi sosial yang lebih tinggi sangat terbatas. Sistem ini bahkan dapat mempertahankan kesenjangan dalam masyarakat, seperti pembagian kekuasaan dan sumber daya. Namun, meskipun sistemnya ketat, masih ada peluang untuk mobilitas sosial, meskipun sangat sulit dan kemungkinannya sangat terbatas. Sistem kasta India adalah contoh sistem mobilitas tertutup. Posisi sosial seseorang dalam masyarakat dengan sistem mobilitas terbuka terutama ditentukan oleh usaha atau prestasi dirinya.

Melalui kerja keras, usaha, dan prestasi, setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan untuk meningkatkan status sosialnya. Sistem sosial semacam ini umumnya memiliki hierarki yang lebih dapat disesuaikan dan tingkat potensi perubahan sosial yang lebih tinggi, seperti perubahan dalam struktur sosial. Kesetaraan dan kebebasan individu diutamakan dalam masyarakat ini. Sorokin menyatakan bahwa tidak ada masyarakat yang sama sekali atau sepenuhnya tertutup atau terbuka.

d. Analisis Mobilitas Sosial 

Breen memberikan definisi berikut untuk memahami mobilitas relatif: "Relative mobility or social fluidity concerns the relationship between class origins and current class position: specifically it is based on the comparison, between people of different class origin, of their chances of being found in one destination class rather than another". Kecairan sosial, juga dikenal sebagai mobilitas relatif, menyelidiki hubungan antara class origin dan posisi kelas saat ini. Secara khusus, kajian ini didasarkan pada perbandingan individu dari berbagai class origin mengenai peluang mereka untuk berada dalam satu class destination daripada kelas lain. Mobilitas ini menghitung kemungkinan anggota kelas sosial tertentu untuk berubah kelas sosial, ke atas atau ke bawah, dibandingkan dengan anggota kelas sosial lain. Sebagai contoh, di sebuah masyarakat dinilai seberapa besar kemungkinan orang-orang yang memiliki orang tua kelas tengah untuk mencapai posisi kelas atas dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki orang tua kelas bawah.

 

2. Teori Mobilitas Sosial

Para pakar sosiologi telah banyak merumuskan macam-macam teori terkait mobilitas sosial.  Diantaranya yaitu, pemikiran Ralph Turner, Martin Lipset dan Hans Zetterberg, dan Pitirim Sorikin.

Teori Ralph Turner: Teori mobilitas sosial Turner mengaitkan sistem pendidikan di Amerika Serikat dan Inggris dengan mobilitas vertikal. Asumsi yang mendasari teorinya adalah bahwa sistem kelas yang terbuka, yang ditandai dengan pembukaan sekolah umum, memberikan kesempatan terhadap mobilitas sosial vertikal untuk muncul. Turner menemukan bahwa terdapat dua bentuk mobilitas yang tergantung pada aturan sosial masyarakat yang terstruktur, yaitu mobilitas yang disponsori (sponsored mobility) dan mobilitas yang dikompetisikan (contest mobility). Menurut Turner, mobilitas kontes adalah "a system in which elite status is the prize in an open contest and is taken by the aspirants own efforts". Dengan kata lain, ia adalah sebuah sistem di mana posisi tertinggi dicapai melalui hadiah atau imbalan yang diterima seseorang atas upayanya dalam kompetisi terbuka. 

Peserta dalam kontes atau persaingan menunjukkan kemampuan, strategi, dan determinasi mereka melalui pertandingan. Mereka berkompetisi dalam lingkungan yang adil. Dalam hal sponsor, kelompok elit dipilih dan status mereka ditentukan berdasarkan standar yang jelas berdasarkan kualifikasi; pilihan ini tidak dapat diubah oleh upaya atau pendekatan apapun. Turner juga mengungkapkan bahwa kedua bentuk mobilitas sosial ini adalah bentuk yang ideal, yang ia gunakan untuk menjelaskan dengan lebih jelas analisis penelitiannya tentang sistem stratifikasi dan pendidikan. Pada kenyataannya, mobilitas sosial vertikal yang terjadi di masyarakat mencakup kedua bentuk mobilitas ini, tetapi dengan tingkat variasi yang berbeda.

 Teori Martin Lipset dan Hans Zetterberg: Fokus teori Lipset dan Zetterberg tentang mobilitas sosial adalah meneliti faktor-faktor yang mendorong mobilitas sosial dan bagaimana mereka terjadi. Mereka berpendapat bahwa penyebab utama mobilitas sosial adalah ketersediaan posisi status yang tidak terisi. Perubahan peringkat adalah penyebab kedua. Kita dapat membayangkan dengan pemikiran yang sederhana bahwa setiap pergerakan ke atas dalam suatu masyarakat, pergerakan ke bawah pasti akan terjadi. Jika orang-orang dari posisi sosial bawah diberi cara atau saluran untuk bersaing untuk menaikkan posisi mereka, maka Interchange mobility dapat terjadi secara luas. Menurut Lipset dan Zetterberg, mobilitas sosial terdiri dari empat dimensi, peringkat okupasi adalah dimensi pertama.

Dalam studi stratifikasi sosial, okupasi adalah indikator yang umum. Menurut para peneliti, pekerjaan adalah salah satu faktor krusial yang memisahkan keyakinan, nilai, norma, kebiasaan, dan bahkan ekspresi emosional individu. Peringkat konsumsi, yang mencakup aspek gaya hidup, merupakan dimensi kedua. Orang-orang yang memiliki gaya hidup dan prestise yang setara dapat dianggap berada dalam kelas konsumsi yang serupa. Untuk menghitung indeks konsumsi kelas, lebih baik menggunakan uang yang dihabiskan untuk hal-hal yang prestisius dan kultural daripada total penghasilan. Kelas sosial merupakan dimensi ketiga yang melibatkan kesetaraan individu dalam menerima individu lain yang termasuk dalam kelas yang sama dan memelihara hubungan yang erat. Aspek terakhir adalah peringkat kekuasaan. Dimensi ini mengacu pada hubungan peran yang berupa hubungan kekuasaan atau wewenang, yang  di satu sisi mencakup jabatan bawahan dan  di sisi lain mencakup jabatan atasan. Mereka percaya bahwa kekuasaan adalah kendaraan mobilitas sosial

Teori Pitirim Sorikin: Sorokin mengartikan mobilitas sosial dalam arti luas sebagai pergerakan orang dalam ruang sosial (social space). Saat belajar mobilitas sosial, kita tidak hanya memusatkan perhatian pada perubahan posisi sosial individu, tetapi juga pada dampak-dampak mobilitas ini terhadap kelompok sosial dan struktur sosial keseluruhan di tempat individu tersebut berpindah. Sorokin membedakan mobilitas sosial menjadi dua kategori: mobilitas horizontal (horizontal mobility) dan mobilitas vertikal (vertical mobility). Mobilitas vertikal adalah ketika seseorang pindah dari satu tingkatan sosial ke tingkatan sosial lainnya, sementara mobilitas horizontal adalah ketika seseorang berpindah dari satu posisi sosial ke posisi sosial lain yang sejajar. Seseorang mengalami mobilitas naik atau upward mobility, jika mereka berpindah dari strata sosial yang lebih rendah ke strata sosial yang lebih tinggi. Begitu juga sebaliknya, mobilitas turun (downward mobility) jika mereka berpindah dari strata sosial yang lebih tinggi ke strata sosial yang lebih rendah.

C.  Konsekuensi dan Dampak Mobilitas Sosial Pendidikan Islam

Mobilitas memiliki efek positif maupun negatif. Mobilitas sosial juga memungkinkan seseorang menempati posisi yang sesuai dengan keinginan mereka. Karena impian tidak selalu tercapai dengan mudah, seseorang kadang-kadang merasa tidak puas dan tidak bahagia. Horton dan Hunt menyatakan bahwa konsekuensi negatif dari mobilitas termasuk peningkatan kecemasan tentang jabatan dan keretakan antara anggota kelompok.

 Dampak Positif: Mobilitas sosial memiliki keuntungan dalam mengembangkan seseorang secara pribadi. Peluang untuk bergerak dari strata sosial yang rendah ke yang lebih tinggi mendorong seseorang untuk bertumbuh dan berprestasi agar dapat mencapai status sosial yang lebih tinggi. Mobilitas sosial juga dapat mempercepat perubahan sosial dalam masyarakat. Di dalam suatu komunitas, mobilitas sosial dapat meningkatkan integrasi sosial. Misalnya, individu akan menyesuaikan diri dengan kebiasaan, prinsip, dan norma yang berlaku di dalam komunitas, sehingga tercipta integrasi sosial di antara anggota baru yang bergabung dengan komunitas tersebut.

 Dampak negatife: Mobilitas sosial menimbulkan dampak negatif yaitu konflik, konflik dibedakan menjadi 3 bagian antara lain: 1) Konflik antarkelas, Apabila seseorang masuk ke dalam kelas sosial tertentu, tetapi ditolak oleh masyarakat sekitarnya, itu menunjukkan konflik antarkelas sosial dalam mobilitas sosial.Ada tiga jenis konflik yang dapat muncul. Pertama, penduduk lama memiliki tanggapan negatif terhadap penduduk baru yang berasal dari kelas sosial yang lebih rendah. Seorang karyawan perusahaan dapat diangkat menjadi kepala bagian, misalnya. Para kepala bagian yang lebih tua akan sulit menerima kehadiran seorang kepala bagian baru karena mereka terbiasa memperlakukannya sebagai staf. Sebaliknya, seorang kepala bagian yang diturunkan jabatannya menjadi karyawan biasa adalah hal yang sama.

Dia akan sulit untuk menerima kenyataan tersebut, terutama bagi sesama karyawan yang selama ini menghormatinya dengan baik. Individu menunjukkan reaksi negatif terhadap perlakuan masyarakat terkait kelas sosialnya baru, hal ini merupakan bentuk konflik kedua. Ketiga, reaksi negatif masyarakat terhadap kelas sosial baru. Salah satu contohnya adalah pembangunan kompleks apartemen mewah di perkampungan kumuh, yang menyebabkan kesenjangan sosial dan kecemburuan sosial di kalangan penduduk perkampungan kumuh. 2) Konflik antar kelompok sosial, Setiap kelompok sosial dalam masyarakat mengalami perpindahan status atau kedudukan. Dalam persaingan untuk kekuasaan, seperti dalam kemenangan dalam pemilihan umum, partai politik tertentu tidak segan-segan menekan, menyingkirkan, dan menghantam partai politik lain, yang menunjukkan mobilitas sosial yang terjadi dalam kelompok sosial tertentu. Bagaimana seorang penguasa memperlakukan rakyatnya juga dapat menyebabkan konflik antarkelompok. Contohnya adalah politik apartheid Afrika Selatan.

Orang kulit hitam percaya bahwa orang kulit putih mendiskriminasi mereka. Ini menyebabkan kerusuhan di berbagai tempat. Selain itu, fanatisme dapat menyebabkan konflik antar kelompok sosial. Para pendukung sepak bola, misalnya, yang rela berkorban demi membela timnya. 3) Konflik antar generasi, Konflikt antargenerasi juga dapat terjadi karena pergeseran nilai yang disepakati dalam hubungan generasi. Generasi yang lebih muda tidak mengakui atau bahkan mempersoalkan tat hubungan yang ada sebelum konflik ini terjadi. Generasi muda menuntut perubahan dalam pola hidup dan budaya. Namun, generasi yang lebih tua masih percaya bahwa gaya hidup dan budaya mereka saat ini adalah yang terbaik. Misalnya, seorang pemuda mungkin menolak untuk membungkukkan badan saat bertemu dengan orang yang lebih tua karena mereka pikir itu tidak perlu. Sebaliknya, generasi yang lebih tua percaya bahwa membungkukkan badan adalah sesuatu yang sangat penting untuk menunjukkan penghormatan terhadap orang yang lebih tua.

Konsekuensi dan Dampak Mobilitas Sosial Pendidikan Islam mengacu pada hasil dan dampak dari perubahan status sosial individu atau kelompok yang dipengaruhi oleh pendidikan Islam dalam masyarakat yang didominasi oleh nilai-nilai agama Islam. Mobilitas sosial, baik naik atau turun, dapat memiliki banyak konsekuensi dan dampak yang signifikan pada berbagai aspek kehidupan individu dan masyarakat. Berikut ini adalah penjelasan menyeluruh tentang dampak dan hasil mobilitas sosial pendidikan Islam:

 Peningkatan kualitas hidup: Pendidikan Islam dapat membantu orang dalam berbagai aspek kehidupan, seperti moral, etika, pengetahuan agama, dan keterampilan sosial. Ini dapat membantu mereka mencapai mobilitas sosial yang positif, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas hidup mereka dan keluarga mereka. Dengan peningkatan pendapatan dan akses ke sumber daya, orang yang mengalami mobilitas sosial yang positif cenderung memiliki standar hidup yang lebih tinggi.

 Perbaikan kesejahteraan ekonomi: Pendidikan Islam berkualitas dapat memberikan bantuan kepada individu dalam memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk memperoleh pekerjaan dan peluang bisnis yang lebih baik. Ini memiliki efek positif terhadap situasi ekonomi individu dan keluarga. Mobilitas sosial yang dihasilkan dari pendidikan Islam dapat membuka peluang bagi individu untuk mengejar karier yang lebih stabil dan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi.

 Perubahan Status Sosial: Melalui mobilitas sosial pendidikan Islam, individu dan keluarganya berpotensi mengalami perubahan status sosial. Dengan memperoleh pendidikan Islam yang lebih tinggi, individu berkesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dengan penghasilan yang lebih tinggi. Hal ini dapat memberikan peningkatan status sosial bagi individu dan keluarganya di dalam masyarakat.

Perubahan perilaku dan nilai: Melalui mobilitas sosial pendidikan Islam, individu dapat mengalami perubahan dalam perilaku dan nilai-nilai mereka. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang nilai-nilai Islam, individu kemungkinan besar akan mengadopsi perilaku yang lebih sejalan dengan ajaran agama mereka. Selain itu, mereka cenderung lebih aktif dalam menjalankan ibadah dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial-keagamaan.

Peningkatan kesadaran agama: Melalui pendidikan Islam, mobilitas sosial dapat memperkuat iman dan kesadaran agama seseorang. Orang-orang yang mendapatkan pendidikan Islam juga cenderung lebih terlibat dalam amal keagamaan dan amal kebaikan, yang pada gilirannya dapat memperkuat moralitas dan spiritualitas masyarakat  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun