Mohon tunggu...
Ari Fakhrizal
Ari Fakhrizal Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malaikat Kecil

24 Februari 2018   08:26 Diperbarui: 24 Februari 2018   08:41 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malaikat Kecil

Pada jam istirahat aku pergi ke perpustakaan sekolah hendak meminjam sebuah novel. Di dalam perpustakaan telah ramai dengan aktifitas siswa, mulai dari membaca buku hingga mengerjakan tugas-tugas sekolah. Aku duduk di sebelah siswa kelas 2 SD yang tengah asyik membaca Ensiklopedia Islam. Kelihatannya dia sangat serius membaca dan aku tidak ingin mengganggunya. 

Tiba-tiba dia menoleh kepadaku dan melontarkan sebuah pertanyaan, "Bu Guru kenapa wanita muslim harus memakai jilbab?" Pertanyaan itu langsung membuat lidahku kelu dan mulutku membisu seketika, bingung bagaimna harus menjawabnya, sedangkan diriku belum pernah memakai jilbab. Sudah menjadi prinsipku, setiap pertanyaan harus aku jawab dengan sebuah contoh keteladanan. 

Karena itu akan membuat muridku tidak hanya memahami akan sebuah ilmu pengetahuan dan wawasan sekaligus juga mengajarkannya sebuah pengaplikasian dari ilmu pengetahuan yang dipelajarinya. Muridku masih menunggu jawaban dariku. Namun aku masih terdiam hingga keringat dingin keluar dari keningku. Aku terus berfikir dan berintrospeksi diri sambil mencari jawaban yang tepat agar muridku tidak kecewa atas jawaban yang diberikan, dan akupun menyerah, " Nak, maafkan ibu guru. 

Ibu belum bisa memberikan jawabannya hari ini, berikan ibu guru waktu untuk mencari jawabannya hingga esok hari, ya?" terangku padanya. "Yah..., Bu guru!" keluh muridku kecewa. Sedih bercampur malu aku pun beranjak pergi menuju ruang guru, meninggalkan muridku yang tengah membaca Ensiklopedia Islam.

            Malam harinya aku gelisah, terjaga dari tidurku, rupanya pertanyaan itu membuatku tidak bisa memejamkan mata. "Apa yang harus aku lakukan?" hatiku  menjerit. "Jilbab kenapa harus jilbab!" hatiku terus bertanya lagi. Aku melamun, menerawang membayangkan pertemuanku dengan muridku, lalu berkata "Nak, tolong kamu mengerti Ibu guru. 

Bukannya Ibu tidak bisa menjawab pertanyaanmu, hanya saja ibu guru  merasa belum siap saja. Apa yang akan dikatakan oleh teman-teman Ibu nanti kalau Ibu mengenakan jilbab, mereka pasti akan mecomooh dan mengejek Ibu dengan berbagai sebutan, tua lah, norak lah, ketinggalan jamanlah dan sebutan-sebutan lain yang membuat harga diri Ibu jatuh di hadapan mereka." Gumamku. Lamunanku pun kian menerawang. Stigma buruk tentang jilbab rupanya telah meracuni otakku, saat aku membaca sebuah artikel di media cetak yang menyebutkan bahwa "Fanatisme terhadap ajaran tertentu dengan memakai simbol--simbol agama seperti jilbab dan sorban di dalamnya pasti terdapat sebuah gerakan-gerakan ekstrim yang ingin melawan pemerintahan." setelah membaca artikel itu, hatiku seakan menolak keras jilbab. Karena jilbab aku identikan dengan sebuah gerakan pemberontakan. 

Ditambah lagi doktrin yang di berikan oleh dosenku dulu yang mengatakan bahwa jilbab atau yang dikenal dengan  hijab bagi perempuan itu tidak wajib hukumnya, karena itu merupakan budaya arab dan hanya berlaku untuk orang-orang arab saja, tidak untuk kita orang Indonesia.  Mengingat itu hatiku semakin kalut, pikiranku berkecamuk, bingung jawaban apa yang harus aku sampaikan pada muridku besok. Aku teringat dengan teman kuliahku yang bernama Nengsih. Dia adalah teman sekelasku saat kuliah dulu. 

Sekarang dia sudah menikah memiliki dua orang anak dan tidak hanya itu dia sudah memakai jilbab sekarang, dulunya tidak. Nengsih yang aku kenal dulu adalah anak gaul, sedikit tomboy dan sering gonta-ganti pacar. Sepertinya aku harus bertanya, kira-kira apa yang membuat dirinya berubah haluan, hingga memutuskan untuk memakai jilbab, lalu apa yang melatarbelakangi wanita seperti Nengsih memakai jilbab." Kemudian aku mengambil HP ku yang tergeletak di atas meja rias, lalu mencari nomor telepon Nengsih di sebuah catatan kecil yang sudah nampak usang dimakan usia.  

Setelah ketemu Aku langsung menghubugi nengsih, sambil berharap nomor teleponnya belum ganti. Beberapa saat kemudian nada sambung terdengar. "Tuut...., tuut...., tuut....!" Lalu seseorang menyapa.

"Assalammu'alaikum!"

"Wa'alaikumsalam." Sahutku menjawab salam. Apa betul saya sedang bicara dengan Nengsih, Nengsih Dwi Lestari?"

"Iya betul, dengan siapa saya berbicara?"

"Hai Neng, masih inget aku tidak?"

"Mohon maaf ini siapa, ya?"

"Ini aku Rima, si anak bermata empat." Panggilanku saat kuliah dulu.

"Rima, ini beneran kamu Rim?"

"Iya, ini aku. Apa kabarnya Bu guru. Aku dengar kamu sekarang jadi guru TK ya?"

"Iya, sambil mengisi waktu kosong sekalian jagain anak-anak Rim."

"Nah, kamu sendiri gimana kabarnya, anak sudah berapa?

"Baru satu, dan aku juga seorang guru di sekolah dasar sekarang."

"Syukurlah, terus ada apa nih telepon malam-malam begini?"

"Sorry ya Neng, aku telepon malam-malam begini. Aku punya sebuah pertanyaan besar yang tidak bisa aku menjawabnya. Dan luar biasanya lagi pertanyaan ini berasal dari muridku yang baru duduk di kelas 2 SD. Aku takut jika aku salah menjelaskannya, aku akan berdosa dan dia akan menerima begitu saja tanpa mencerna benar atau salah jawaban itu. dan akupun belum bisa untuk menjelaskannya, karena aku sendiri belum bisa melaksanakan atas apa yang aku jelaskan nanti. Aku berpandangan setiap pertanyaan harus aku jawab dengan sebuah contoh keteladanan."

"Subhanallah kamu benar-benar guru teladan Rim!"

"Apa pertanyaanya?" tanya Nengsih.

"Jelaskan padaku apa itu Jibab, kenapa wanita muslim harus berjilbab dan bagaimana aku bisa memakai jilbab, bukan hanya di luar tapi dalamnya juga?"

"Wah luar biasa pertanyaanmu dahsyat, pertanyaan yang aku pernah sampaikan juga pada sebuah forum keislaman yang pernah aku ikuti. Setelah aku tahu jawabannya, aku mulai mencoba memakainya. Aku merasakan ada kedamaian di dalamnya dan aku seperti menjadi seorang wanita seutuhnya. Baiklah, jilbab itu adalah pakaian yang menutup kepala dan aurat seorang muslimah. 

Yang mana aku kira kamu sudah tahu, yakni mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki kecuali wajah dan telapak tangan. Dengan begitu jelas, kita sebagai umat muslim harus menutup aurat entah dengan apa caranya. Tapi mengapa hanya sedikit di antara kita yang sadar bahwa mengenakan jilbab untuk menutup aurat itu hukumnya WAJIB! Allah telah memerintahkan kepada kita dalam QS. An Nuur: 31, yang artinya:

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya..."

"Tujuan dari jilbab itu sendiri adalah menutupi perhiasan wanita. Penutup kepala yang menjadi simbol kesucian kaum wanita, sekarang sedang menjadi tren di kalangan remaja ataupun orang dewasa. Jilbab sekarang menjadi sebuah kebutuhan bagi kaum wanita, Jilbab dijadikan kelengkapan berbusana demi  sebuah tuntutan zaman yang dalam aktifitasnya harus selalu tampil cantik, namun banyak wanita yang menutup kepalanya dengan jilbab, tapi belum menyentuh kepada hati si pemakainya. Jilbab hanya sebagai balutan hiasan kepala saja guna mempercantik diri, namun tidak mengetahui makna yang tersimpan di dalamnya. 

Banyak remaja putri yang memakai jilbab hanya sebatas menutup bagian atas kepala saja, namun bagian bawah masih terbuka membentuk bagian-bagian tubuh yang harusnya tertutup, "Islam melarang wanita Muslimah untuk memakai pakaian yang tipis dan jarang, karena jelas pakaian tersebut akan menimbulkan fitnah dan subhat, baik terhadap dirinya sendiri ataupun kepada masyarakat sekitar. "Dewasa ini, pemakaian busana muslimah banyak macamnya. Malah, berkembang istilah "jilbab gaul" bagi perempuan yang mengenakan jilbab namun busananya ketat disana-sini. 

Ini di sebabkan ketidaktahuan remaja putri kita. Permasalahan yang dihadapi remaja sekarang adalah tren memakai jilbab karena ikut-ikutan. Untuk memakai Jilbab memang butuh perjuangan, perlu waktu, dan butuh kesabaran.  Memerlukan proses dan dibutuhkan kesiapan, dan aku yakin kamu sudah mantap untuk memakainya. Pakailah, karena kamu akan menemukan kedamaian di dalamnya."

"Wah penjelasanmu tegas, lugas dan berisi "Baiklah Ustadzah, terimakasih atas penjelasannya. Insyaallah mulai besok aku akan memakainya."

"Sama-sama Rim,  Eh.. lain kali aku main kerumah ya!"

"Boleh, tapi telepon aku dulu ya kalau mau ke rumah, aku bakal bikinin makanan kesukaanmu, "lumpia! He.. he.."  

"Oke deh..."

Assalammualaikum."

Waalaikumsalam.".

            Pagi harinya selepas sholat shubuh aku mulai menyiapkan baju putih berlengan panjang dengan jilbab berwarna biru dan bawahan androk berwarna biru dongker. Saat pertama memakainya aku agak risih karena sulit untuk bergerak bebas, udara sulit masuk dan sedikit panas namun aku akan coba membiasakan diri. Karena ini sudah menjadi komitmenku dan juga untuk menjalankan perintah agamaku. 

Pagi itu semua perlengkapan aku minta bibi yang menyiapkan, biar suami dan anakku tidak langsung bertemu aku dulu yang sudah memakai jilbab, karena aku ingin memberi kejutan kepada mereka. 

Dan aku ingin tahu juga reaksi apa yang akan terjadi pada mereka saat aku berbusana muslimah. Ketika keduanya keluar dari kamar, menuruni anak tangga menuju meja makan, terkaget-kaget mereka saat melihat sesosok wanita berjilbab berwarna biru bermotifkan bunga dengan hiasan bros mawar di atasnya tengah menyiapkan sarapan pagi. Keduanya menghentikan langkahnya. Lalu aku menoleh dengan senyuman dan menyapa "Assalammualaikum, sarapan sudah siap!"

"Subhanallah Mama, anggunnya dirimu memakai jilbab." Kata suamiku. "! Aku juga senang memiliki Mama cantik, pake Jilbab lagi." Sahut Lia Putriku. Mereka sangat senang dengan penampilan baruku dan akupun menjadi senang karenanya. "Terima kasih ya Allah atas hidayah yang engkau berikan padaku." Perbincanganpun berlanjut di meja makan.

            Setelah keduanya pergi beraktifitas, giliranku bersiap menuju ke sekolah. Sekarang aku sudah siap menjelaskan pada muridku perihal pertanyaan yang dilontarkannya kemarin. Segala perlengkapan sudah aku siapkan mulai dari buku, alat tulis dan alat peraga. Aku sadar betul menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang mudah karena tugas seorang guru selain mengajar dia juga harus menjadi teladan bagi anak didiknya, ini yang masih aku rasakan sangat berat.  

Namun seberat apapun itu aku berusaha jalani dengan sepenuh hati. Sesampainya di sekolah aku segera menuju  mejaku, nampak guru-guru  berbisik-bisik membicarakan aku dan kebingungan melihat penampilan baruku namun aku tidak pedulikan, aku berjalan melewati mereka dan bergegas menuju kelas.

Waktu istirahat tiba aku segera pergi menuju kelas dua, ku amati setiap anak di kelas itu satu persatu namun tidak kutemukan dia,  kemana anak itu! Hatiku terus bertanya-tanya. Perasaanku makin tak menentu diantara senang dan kecewa karena tidk bisa bertemu dengannya. Padahal aku sudah menyiapkan segudang jawaban atas pertanyaan yang dilontarkannya kemarin. Pada saat bersamaan muncul Bu Tari wali kelas dua menyapaku dari belakang.

"Assalammualaikum ada yang bisa saya bantu?"

"Waalaikum salam ini saya Bu Tari!"

"Ya Allah, Bu Rima saya sampai gak kenal, saya kira orang tua siswa. Kamu cantik sekali pake Jilbab"

"Ah .. Bu Tari bisa saja, saya hanya ingin menjalankan perintah agama saya saja Bu.

"Kamu beruntung sudah di beri petunjuk oleh Allah. masih banyak wanita yang belum tersentuh hatinya untuk memakai jilbab padahal mereka tahu akan pentingnya berjilbab, selain menutup aurat berjilbab juga akan menjaga kita dari ancaman tindakan asusila yang sedang marak dimana-dimana. Dengan menutup aurat setidaknya wanita muslim akan terhindar dari bahaya semacam itu."  

"Itu yang saya mau tanyakan kepada Ibu,  kalau bukan karena pertanyaan dari siswa kelas Ibu tersebut mungkin saya akan menjadi salah satu sasaran tindakan kejahatan itu. Naudzubillahi Minzaalik."

"Pertanyaan, maksud Bu Rima?"

"Kemarin, saat saya mengunjungi perpustakaan tanpa sengaja saya duduk di sebelah siswa ibu yang tengah asyik membaca Ensiklopedia Islam, saking seriusnya dia sayapun enggan mengganggunya. Lalu tiba-tiba sebuah pertanyaan terlontar dari mulutnya. "Bu, kenapa wanita muslim harus berjilbab?"  Pertanyaan itu membuat saya gundah sehingga membuat saya tidak tidur semalaman. 

Dan pada akhirnya saya membuat sebuah kesimpulan bahwa pertanyaan ini adalah sebuah teguran untuk saya. Sayangnya saya tidak bertanya siapa nama anak itu. Tapi saya hapal betul ciri-ciri wajahnya, tatapan wajahnya, suaranya yang lembut dan pertanyaan yang dia sampaikan pada saya seakan mengajak saya untuk memahami sesuatu.

"Siswa yang mana yang Ibu maksudkan?"

"Siswa Ibu yang rambutnya di kepang dua dengan pita merah di kepala, wajahnya putih bersinar dengan tahi lalat samar di pipi kiri. Masa ibu tidak kenal, apa mungkin hari ini dia tidak masuk?"

"Hari ini siswa saya masuk semua tidak ada yang ijin, sakit ataupun alpa.  Bagaimana ibu Rima sangat yakin kalau siswa yang Ibu temui itu siswa saya?"

"Karena di saku seragamnya saya lihat logo kelas bertuliskan II dalam angka romawi yang menandakan bahwa dia kelas dua. Dan hanya sekolah kita yang menggunakan logo kelas di saku seragam  kan Bu?"

"Iya, tapi di kelas saya tidak ada siswa yang Ibu maksudkan, kalau Bu Rima tidak percaya tunggu sampai mereka masuk semua setelah jam istirahat. Saya persilakan Ibu mencari siswa yang ibu maksud."

"Baiklah terima kasih Ibu Tari."

Jam Istirahat telah selesai bel berdering sebanyak tiga kali tanda siswa harus segera memasuki kelas kembali. Saat semua siswa kelas dua sudah masuk, semua kursi kelas nampak sudah terisi penuh. Satu persatu ku pandangi siswa di kelas tersebut, namun tak kutemukan dia. Aku tak langsung putus asa. Aku segera pergi menuju ruang tata usaha untuk meminjam buku induk yang didalamnya terdapat data base seluruh siswa mulai dari foto siswa, alamat hingga nama orang tua mereka. 

Aku buka lembar demi lembar buku induk tersebut namun lagi-lagi tidak tidak kutemukan foto dan data base anak itu. Aku kembali termenung dan berkata dalam hatiku "Apakah dia malaikat kecil yang di utus kepadaku?" Wallahu'alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun