Mohon tunggu...
Fiqhifauzan Firdaus
Fiqhifauzan Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Cirebon, Jawa Barat

Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kemelut Pendidikan Indonesia

29 Juni 2019   14:30 Diperbarui: 29 Juni 2019   14:34 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kemelut pendidikan di Indonesia

Pada dasarnya faktor utama penghambat seorang anak untuk bersekolah adalah faktor ekonomi, disamping faktor kemauan (psikologi), faktor budaya (kehidupan bermasyarakat), faktor keamanan, dan faktor lainnya.

Apabila kebijakan zonasi mampu membantu menurunkan beban ekonomi yang menghambat pendidikan seorang anak, maka hal tersebut adalah ongkos sekolah yang lebih hemat.

Namun, meskipun tanpa sistem zonasi, masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi rendah hampir tidak mungkin memilih sekolah yang jauh dari tempat tinggal mereka. Mereka akan cenderung memilih sekolah yang dekat dengan tempat tinggal.

Apabila sistem zonasi dimaksudkan untuk meratakan kualitas pendidikan di Indonesia, maka hal tersebut cukup masuk akal. Namun, apakah skala prioritas pendidikan di Indonesia adalah meratakan pendidikan secara kualitas atau kuantitas? Atau bisa keduanya? Mengingat rata-rata tingkat pendidikan di Indonesia masih rendah.

Sementara itu, salah satu penyebab rendahnya tingkat rata-rata pendidikan di Indonesia adalah sedikitnya jumlah sekolah dan tenaga pengajar.

Menurut data BPS tahun 2016 data jumlah Sekolah Dasar adalah 147.536. Sedangkan, jumlah Sekolah Menengah Pertama adalah 37.023 dan jumalh Sekolah Menengah Atas adalah 12.689.

Semakin tinggi jenjang pendidikan, maka semakin berkurang jumlah sekolah yang ada. 

Ini juga merupakan salah satu penyebab banyaknya jumlah putus sekolah di Indonesia. Banyak anak-anak Indonesia yang terhambat pendidikannya, karena jarak sekolah dari tempat tinggal mereka puluhan kilometer, bahkan ada juga sekolah yang terisolasi.

Nyatanya, di negara-negara maju, para orang tua sebagian banyak memberikan pendidikan home schooling kepada anak-anaknya. Mereka tidak didampingi para pengajar professional dan fasilitas sekolah. Hasilnya tidak jauh berbeda dengan anak-anak yang memperoleh fasilitas pendidikan di sekolah.

Apabila benar sistem zonasi tidak mempedulikan nilai, maka dikhawatirkan kemauan untuk bersaing (competitiveness) bagi generasi penerus bangsa akan hilang. Semua orang akan sama, tidak ada kepala atau ekor, tetapi badan semua.

Sistem zonasi juga membatasi pergaulan sosialisasi seorang anak hanya di lingkungan itu-itu saja (sekitar rumah dan sekolah). Positifnya adalah orang tua lebih mudah mengawasi anak-anak mereka dan mencegah dari pergaulan negatif (lebih menekankan hal-hal agama, lebih protektif, dan mengurangi kebebasan anak).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun