Mohon tunggu...
Finka Nur Annisa
Finka Nur Annisa Mohon Tunggu... Lainnya - XII MIPA 2 - SMAN 1 Padalarang

do what u love

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sang Penerjang Ombak, Yos Sudarso

19 November 2021   18:42 Diperbarui: 21 November 2021   16:49 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            “Baiklah, Ibu menjemur baju dulu. Kalo ada apa-apa langsung panggil Ibu saja ya” Ibunda Mariyam itu pun pergi ke halamn rumah.

           “Baik bu.”

            Mariyam melihat baju rajutannya yang baru saja ia selesaikan. Bajunya berwarna biru laut, warna yang sangat disukai Mariyam. Baru saja Ia akan mengambil buah yang ada di meja, tiba-tiba ia merasakan sakit yang amat sangat di perutnya. Ia memanggil Ibunya, Ibunya pun segera memanggil bidan terdekat. Tak lama kemudian bayi kecil yang sangat manis pun hadir, membuat Mariyam menangis bahagia. Sukarno yang sudah diberi kabar itu baru saja sampai rumah dengan tergesa-gesa. Ia melihat Mariyam sedang menggengdong seorang bayi kecil. Sukarno menghampiri Mariyam dengan perasaan terharu, bahagia, dan bangga terhadap istrinya yang baru saja melewati masa hidup dan mati melahirkan anak mereka.

            “Sini, aku ingin menggendongnya” Pinta Sukarno pada Mariyam.

            “Dia bayi laki-laki”  Ucap Mariyam. Sukarno pun mengambil alih untuk menggendong jagoan kecilnya.

            “Seodarso, Yosaphat Soedarso” Ucap Sukarno yang menamai bayi manis itu.

                                          ***

                              Sebuah izin, 1943

            Tahun demi tahun berlalu, Soedarso tumbuh dengan sehat. Ia tumbuh menjadi anak yang tenang dan santun kepada orang-orang. Ia pun dikenal sebagai murid yang sangat cerdas di sekolahnya. Sejak kecil ia mempunyai minat di bidang militer, akan tetapi Mariyam dan Sukarno tidak mengijinkan putranya untuk menjadi prajurit. Ia pun mencoba untuk merubah keinginan . Ia diterima di Kweekschool (sekolah pendidikan guru) di Muntilan, tetapi saat itu di tahun 1942 datanglah Jepang yang membuat kondisi tidak baik. Soedarso atau panggil saja Yos itu gagal menyelesaikan sekolah keguruannya.

            Malam itu Yos sedang merenung di kamarnya, pikirannya berkecamuk. Ia memikirkan apa yang selanjutnya akan ia lakukan dalam hidupnya. Ia masih muda, dan ia pun memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi seorang prajurit. Pemuda itu bingung apakah sekarang merupakan waktu yang tepat untuk mencoba meminta izin lagi kepada kedua orang tuanya.

            “Ibu, kau tahu kan sejak kecil aku sangat minat pada bidang militer?” tanya Yos pada Ibundanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun