Mohon tunggu...
Cerita Kilau
Cerita Kilau Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Mencoba menulis untuk mengisi waktu senggang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Aruna

14 Juni 2024   21:38 Diperbarui: 15 Juni 2024   05:54 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Run ... Ada yang mau aku bicarakan denganmu,"

Aruna Setiani, berdiri sambil menggendong tas ranselnya yang ia bawa untuk membawa banyak bawaan. Ia tersenyum saat Fadil berlarian kecil mengejarnya.

"Ada apa, Dil? Aku buru-buru,"

Aruna melihat keringat bercucuran di keningnya. Pria yang ia kenal di sebuah tempat saat ia sibuk berjualan itu tampak terengah-engah karena lelah mengejarnya.

"Ini punyamu, kan?"

Sebuah kalung berliontin kan huruf A tampak menggantung di tangannya. Aruna menyadari jika kalungnya ternyata  lepas dan tak ada di lehernya.

"Iya, punyaku hilang, dapat dari mana, Dil?"

"Dari bawah meja yang tadi kamu duduk disana,"

Fadil menunjuk ke arah pohon yang tadi ia singgahi dan duduk disana saat berteduh dari panasnya terik matahari. Fadil sungguh pria yang baik. Menjadi teman yang selalu ada untuknya. Fadil menyukai dirinya namun ia tak bisa membalasnya karena merasa tak pantas. 

Fadil juga adalah teman mantan kekasihnya yang dulu pernah menjalin cinta dengannya. Dulu sekali ia memiliki sebuah hubungan dekat tapi ada kendala dimana Robi, nama kekasihnya itu selalu membuatnya kecewa dengan memiliki banyak teman wanita dan semuanya hampir pernah dipacarinya.

Saat masih bersama Robi itulah, ia selalu bersikap dingin pada Fadil karena merasa Fadil bukan pria baik untuknya. Fadil anak orang kaya, yang juga sama seperti Robi kekasihnya. Ia pikir anak orang kaya, pasti sama saja, membuatnya tak suka karena pasti sifatnya hampir sama dengan kekasihnya, memiliki sifat kecenderungan mempermainkan hati seorang gadis.

"Udah siang nih, aku mau pulang,"

"Masih pagi, Dil," ledeknya.

"Itu, temanku datang. Kamu gimana?"

"Aku bisa pulang sendiri, itu jalan setapaknya sudah kelihatan, udah deket kok,"

"Beneran nih, nggak ku antar?"

"Nggak usah, Fadil ganteng,"

Pria itu tertawa, mungkin malu atau barangkali menganggap leluconnya ini lucu baginya. Aruna memandangnya sebagai pribadi yang cukup baik, akhir-akhir ini mereka kian dekat tapi hanya sebatas teman saja.

"Ya sudahlah kalau begitu,"

"Iya, Dil,"

Pria itu berpamitan pergi saat ada seseorang yang naik mobil dan mengajaknya pergi. "Aku pergi dulu, Run,"

"Hati-hati di jalan! Oh iya, makasih ya, sudah menemukan kalungku,"

Fadil tersenyum lalu berlalu pergi, sementara dirinya berjalan menyusuri jalanan setapak kecil dan tiba di sebuah rumah sederhana yang ditinggali olehnya dan juga kakaknya.

Kedua orang tuanya meninggal dunia dan hanya menyisakan mereka yang masih hidup saat sebuah kecelakaan merenggut nyawa orang yang paling disayanginya. Hanya dia dan kakaknya saja yang selamat. Sementara, kakek dan nenek serta kedua orang tuanya meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan yang terjadi di kota seberang saat mereka mengantar tetangga naik haji.

"Run ... Ada surat untukmu,"

Kakaknya, Rio Dewantoro baru saja pulang dari tempat kerja, memberikan sebuah surat dan menyuruhnya untuk langsung makan karena ia membawa lauk yang enak dari kantor.

**

Satu minggu sudah Aruna bekerja di sebuah kantor kecil yang pemiliknya ternyata sama sekali belum ia temui sampai detik ini.

"Run ... Antar kopi Tuan Robi ke ruangannya,"

Aruna mengangguk, memperhatikan dengan seksama saran dari temannya jika ia mengantar minuman ke ruangan atasan.

"Ketuk dulu pintunya dan jangan melebihi tiga kali karena Tuan tidak suka terlalu berisik dan sering ketuk pintu!"

Aruna memegang nampan bersiap pergi membawa minuman dan menyuguhkan nya. Tapi ... baru akan melangkah, datang seorang gadis yang terlihat cantik berjalan masuk ke ruangan atasannya.

"Udah sana jangan takut, lekas berikan minuman ini pada Tuan Robi. Dia nggak mau kamu kelamaan mengantar minumannya,"

Aruna bergegas masuk dan mengetuk pintu dengan lembut. Gadis yang baru masuk meliriknya tajam dan menyuruhnya cepat memberikan minuman yang dibawanya.

Aruna sedikit gemetar saat memegang cangkir kopi itu. Gadis yang duduk kemudian berdiri dan membuka tirai jendela.

"Besok lagi-lagi jangan kamu yang antar ke ruangan ini, cukup letakkan di ujung meja depan dan Robi biar aku suruh yang mengambilnya,"

"Baik, Nona,"

Sejak saat itu, jika ia mengantar minuman, selalu diletakkan di depan ruangan. Membuat karyawan seniornya menegur karena mengira ia tak bekerja dengan baik.

"Nona cantik yang datang waktu itu mengatakan jika aku harus meletakkan cangkir minuman di depan meja," ucap Aruna sambil menunduk.

Pekerjaan Aruna yang sungguh sulit meski sederhana tapi akhirnya membuat ia tak betah karena terlalu ditekan.  Saat di dapur pun ia tak boleh menampakan wajahnya di hadapan atasannya.

Larangan itu berlangsung sampai ia bekerja hampir tiga bulan lamanya . Selama itu pula tak pernah melihat siapa atasannya dan seperti apa sosoknya.

**

Saat di rumah, ketika dia libur, Kakak nya minta dia untuk duduk dan mendengarkan ucapannya. "Run, teman kakak mau melamar kamu, nanti malam mau kesini, kamu mau nggak?"

"Siapa memangnya, Kak?"

"Kamu kenal dia, kok. Orangnya baik teman lama sekaligus kenalan kamu dulu,"

Aruna tengah berpikir, kenalan lamanya dulu siapa juga ia tak begitu tahu. Barulah semuanya terungkap saat seseorang datang ke rumah dan mengenalkan dirinya sebagai orang yang akan melamar dirinya.

"Ro ... Robi?"

Aruna tidak menyangka jika Robi adalah kekasihnya dulu yang datang hari ini dan akan melamarnya.

"Aruna ... Aku yang akan melamar mu, sudah sekian lama ku pendam rasa ini sampai aku berhasil menjadi sosok yang tak kamu kenali belakangan ini,"

Aruna sama sekali tak mengerti sampai kakaknya ikut bergabung dan duduk dengan mereka. Kakaknya menjelaskan padanya kalau selama ini ia bekerja dengan Robi di kantornya. Semua sudah diatur dan Robi yang minta kakaknya untuk ikut bekerja sama membuat ia bisa diterima bekerja di kantornya.

"Jadi ... Kak Rio yang mengatur semua ini?" tanyanya.

Rio dan Robi saling melempar senyum, keduanya meminta Aruna untuk menjawabnya sekarang juga tanpa menunggu lama.

Aruna yang masih memiliki hati pada Robi akhirnya menerima pinangannya dan mereka menikah. Rio merasa bahagia karena telah membuat kedua insan yang masih saling cinta itu bisa bersatu dalam sebuah ikatan.

"Aku nggak apa-apa kalau dilangkahi, karena kini kamu bisa hidup berbahagia dengan orang yang mencintaimu, Run," ucapnya dengan suara yang bergetar karena terharu.

Akhirnya Aruna hidup berbahagia dengan dengan Robi yang dulu pernah menjadi kekasihnya saat masih di bangku sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun