Selesai sholat subuh dan mengaji bersama, kami berkumpul. Berbincang satu sama lain terkait kegiatan yang telah dilakukan kemarin dan esok hari. Aku, Ayah, Mama juga kakak duduk melingkar di ruang mushola rumah. Ruang yang tidak begitu luas, namun cukup untuk kami sekeluarga mengerjakan sholat dan mengaji secara berjamaah.
“Bagaimana ngaji kamu Dwi di Ustadz Agile?.” Ayah membuka obrolan.
“Al-Hamdulillah Ayah, semakin lancar dan baik. Oh iya, sekarang Ustadz Agile memberikan materi baru selain baca quran, tajwid dan fikih. Beliau memberikan materi cara menulis yang baik juga loh.” Cerita kakakku yang bernama Dwi
“Oh ya? Menulis apa?.” Tanya Ayah
“Menulis apa saja Ayah. Pokoknya Ustadz Agile hanya memberikan ‘kata kunci’ kemudian kami menulis sesuka hati sambil menunggu giliran untuk mengaji. Kalau mau pulang, tulisan kami akan diminta untuk dibacakan dihadapan teman-teman. Uhhh ! seru banget !.”
“Wah… hebat Ustadz Agile. Kreatif juga idenya untuk membuat anak-anak tertib dan kreatif saat menunggu giliran mengaji.” Puji Mama
Ayah tersenyum mendengar cerita dan pujian yang terlontar dari kakak dan Mama.
Aku sendiri, asyik menyimak cerita kakak. Dalam hati, aku ingin mengaji bersama kakak di Ustadz Agile. Aku ingin bisa membaca al-Quran dengan tartil dan fasih, plus lebih mengerti tentang agama. “Aku kan sudah besar. Hehehehehe…..” Kata hatiku
Oh iya, sebelumnya perkenalkan dulu, namaku Nuey. Aku putra kedua dari seorang Ayah bernama Arke dan Mama bernama Selsa. Ayahku adalah seorang guru sekolah di SMP Negeri. Sementara Mama, seorang ibu rumah tangga. Ayah dan Mama berasal dari daerah yang sama, yaitu Cibeler.
Aku baru duduk di kelas satu SD swasta yang tak jauh dari rumah. Kata Mama, sekolah di SD aku harus lebih pandai dan cerdas dari pada saat TK dulu. Aku tak boleh lagi cengeng, manja, juga malas-malasan. sebab, sekarang aku sudah besar.
Aku memiliki satu kakak laki sebagaimana yang ku ceritakan di atas. Namanya Dwi. Dia duduk di kelas 6, di sekolah yang sama denganku. Kakakku ini, orangnya asyik. Pandai bergaul dengan siapapun dan selalu bertanya tentang apa yang belum diketahuinya. Dia juga termasuk anak yang pemberani loh.
Itulah sedikit perkenalan tentang aku dan keluarga. Sekarang, kita lanjutkan cerita yang di atas.
“Ayah, aku ingin mengaji sama seperti kakak. Boleh ya…. Plissss !” Aku memotong cerita Kakak tentang tulisannya yang berjudul ‘Guru Terbaik’.
“Eeehh… Adik mau ngaji juga? Kan Adik sudah mengaji sama Mama di rumah?.” Ayah membelai kepalaku
“Ihh… aku juga mau ngaji sama Ustadz Agile. Aku kan sekarang sudah besar. Sudah kelas satu. Berarti mengajinya di luar. Iya kan Mama?.” Aku mencari dukungan dari Mama
Seulas senyum terbentuk dari mulut Mama.
“Tapi kan tempat mengajinya lumayan jauh Dik. Kamu sama Mama aja dulu. Nanti kalau sudah kelas tiga, baru sama Ustadz Agile.” Saran Kakak
“Nggak. Aku nggak mau. Aku maunya sekarang. Aku udah besar kok. Aku juga berani berangkat mengaji sendiri. Boleh ya Ayah… !” rayu ku.
Ayah tersenyum. Lalu memandang Mama. Sepertinya ayah minta persetujuan dari Mama. Tak lama, aku melihat Mama mengangguk dengan senyum manisnya. Spontan aku berteriak-teriak, “Aku ngaji… Aku ngaji… Aku ngaji….”
Mereka bertiga tersenyum melihat tingkahku.
“Tapi belum malam ini ya… Ayah akan bicara dulu sama Ustadz Agile, mudah-mudahan bisa secepatnya.”
“Amiiiiiinn…” ucapku.
Kami melanjutkan obrolan yang lain. Tak terasa hampir pukul 06.00. Ayah menyudahi obrolan dan mengajak kami untuk berolah raga keliling komplek.
#
Hari yang di nanti pun tiba. Pukul lima sore, aku siap berangkat ngaji di rumah Ustadz Agile. Kakakku kebetulan tidak bisa berangkat mengaji, Ia ada belajar kelompok di rumah temannya. Ayah tadinya melarang untuk berangkat mengaji sendirian, namun karena aku ngotot dan bertekad untuk berangkat, akhirnya Ayah mengizinkan.
Aku berjalan kaki seorang diri. Menelusuri kampung yang sudah semakin banyak rumah. Beberapa anak seumuran denganku sedang asyik bermain di halaman rumah dan lapangan kampung. Aku sempat berhenti sejenak untuk melihat mereka. Diantara mereka yang mengenalku menegur dan bertanya. Aku pun dengan pasti menjawab mau berangkat mengaji.
Selepas melewati lapangan, tepat di sebelah kanan ku dapati sebuah kebun belimbing yang sangat banyak. Hampir ada 50 pohon. Beberapa buah belimbing terbungkus rapi dengan plastik berwarna hitam. Mirip dengan binatang kelelawar yang bergelantungan di pohon. "Wah….. enak bener kalau dapat makan buah belimbing nih." Pikirku. Sementara di sebelah kiri terdapat beberapa batang pohon bambu yang tidak begitu besar.
Tiba di rumah Ustadz Agile, masih sepi. Hanya ada beberapa anak. Aku menghampiri dan mulai berkenalan kemudian ikut bergabung bermain sambil menunggu bedug magrib.
#
Pelajaran hari ini selesai. Ustadz Agile tidak banyak memberikan materi di pertemuan pertamaku ini. Hanya mengajarkan materi doa harian yang harus di baca setiap hari.
Kata Ustadz Agile, kita diajarkan oleh Rasul untuk selalu berdoa dan memohon hanya kepada Allah dalam situasi dan kondisi apapun. Mau belajar, pakai baju, masuk kamar mandi, keluar kamar mandi, naik kendaraan, tidur, bangun tidur, mau makan atau pun sesudah makan sebaiknya di mulai dengan mambaca doa. Minimal dengan membaca basmalah, Bismillahirrohmanirrohiim. Dengan harapan semoga aktifitas kita di berkahi dan dilindungi oleh Allah SWT.
Nah malam ini, Ustadz Agile mengajarkan kami cara membaca doa sebelum makan. Satu persatu anak-anak diminta oleh Ustadz Agile untuk membaca. Ternyata, hampir separuh anak-anak pengajian belum lancar membaca doa makan, termasuk diriku.
Ustadz Agile pun secara perlahan-lahan membimbing kami membaca doa makan sampai lancar dan tiba waktu azan isya berkumandang.
Selesai sholat isya, kami bubar. Jadwal pengajian bergantian dengan kakak-kakak tingkat SMP-SMA. Ustadz Agile memang hebat. Waktunya seharian penuh digunakan untuk berbagi ilmu kepada anak-anak.
Hatiku melangkah riang menuju rumah. Mulut tak lepas dari bacaan doa makan yang tadi diajarkan oleh Ustadz Agile. Langkahku seolah ringan hingga tak terasa melewati kebun belimbing.
Sejenak terhenti, terdengar suara angin yang mengenai pohon. Buluku merinding. Ku percepat langkah. Belum sampai lima langkah dari pohon belimbing tersebut, tiba-tiba dari atas pohon tampak sesosok makhluk yang menyeramkan. Hitam pekat. Aku menutup mata. Tiupan angin semakin kencang.
“Hahahaha.. akhirnya datang juga mangsaku untuk malam ini. Hahaha.. “
Aku gemetaran. Sosok itu semakin mendekat.
“Ngga apa-apa kecil juga. Yang penting malam ini aku dapat menu makan. Hahahaha...”
Aku ingin berlari. Tapi ngga bisa. Yang ada malahan tetes-tetes air mulai keluar dari kedua mata.
“Lumayan buat ngeganjel perut yang sudah kosong selama dua hari. Hahahahahahaha…” Tawanya semakin kencang
Aku berteriak minta tolong tapi suara tak bisa keluar. Mulutku kelu. Aku panik. Tangis meledak membuat makhluk tersebut semakin senang dan riang.
Saat sang makhluk mulai mendekat, aku teringat pesan dari Ustadz Agile bahwa kita dianjurkan untuk selalu berdoa kepada Allah untuk meminta keberkahan dan perlindungan dalam berkegiatan.
Tak pikir panjang lagi, saat makluk tersebut semakin mendekat, aku berteriak kencang membaca doa: Bismillahirrohmanirrohiim.. Allahumma baarik lanaa fiimaa rozaqtanaa waqinaa ‘adzaa bannar.
Mendengar doa yang ku baca, sang makhluk langsung berputar arah. Ku lihat tubuh besarnya gemeteran. Sebelum ia pergi meninggalkanku, sempat terdengar gumamannya “Gila tuh anak, kecil-kecil udah berani mau makan Gua. Mana pake baca doa dulu sebelum makan. Bahaya ini kalau Gua lanjutin mah. Mending Gua kabur daah !!.”
Aku pun tak tinggal diam. Melihat ada kesempatan, segera ku pacu langkah menuju rumah dan berharap sang makhluk tak mengikuti.
Sungguh pengalaman luar biasa.
“Terima kasih ya Allah atas perlindungannya..” Ucap batinku sambil berlari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H