Tindak separatisme sebagai bagian dari terorisme juga menyumbang kasus teror di Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun dari tirto.id dengan sumber Global Terrorism Database, insiden terkait separatis dan teroris meningkat di Indonesia sejak 1977 hingga 1996 dengan jumlah sebanyak 65 insiden.Â
Sementara itu, insiden terbanyak berada pada interval waktu 2000 hingga 2001 dengan jumlah insiden sebanyak 101 pada 2000, sedangkan pada 2001 ada 105 insiden. Kejadian teror terus menurun seiring dengan berkembangnya tahun. Terhitung hanya ada 2 insiden yang tercatat pada 2007. Sayangnya, serangan teror kembali meningkat pada 2008 dan jumlah insiden cukup bervariasi hingga Mei 2018.
Pancasila sebagai ideologi terbuka, di satu sisi sebagai warga negara kita diharuskan untuk meningkatkan kesadaran akan esensi serta nilai-nilai dasarnya yang bersifat kekal (Hasibuan, 2018: 8). Di sisi lain, kita juga didorong untuk mengembangkannya secara dinamis untuk beradaptasi dengan tantangan zaman.Â
Di samping itu, ilmu pengetahuan menjelaskan fungsi dan peran ideologi sebagai pemersatu bangsa serta memberikan arah, tujuan, dan cara untuk mencapai cita-cita hidup bangsa. Ideologi juga berperan membentuk serta mendefinisikan identitas suatu kelompok atau bangsa, sehingga membedakannya dengan bangsa lain.Â
Dalam pengertian ini, ideologi memiliki peran untuk menciptakan kesatuan suatu bangsa, yaitu memiliki peran untuk mewujudkan integrasi nasional suatu bangsa. Pentingnya peran sebuah ideologi sudah jelas, bahkan menjadi sebuah kebutuhan. Hal ini karena ideologi dapat muncul secara alami dan dimiliki oleh setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Penguatan Nilai-Nilai Pancasila
Pencegahan dalam berkembangnya tindak radikalisme dan separatisme harus diperlukan upaya yang dapat menyentuh seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia karena dua masalah tersebut, terutama radikalisme dewasa ini telah menjadi suatu permasalahan internasional. Oleh karena itu, pada zaman reformasi ini bentuk-bentuk radikalisme ini harus bisa dideradikalisasikan.Â
Menurut Deti, Dini Anggraeni Dewi (dalam Isnawan, F., 2018) cara yang paling utama bisa dilakukan dengan pengimplementasian nilai nilai Pancasila secara utuh, diawali dengan tahapan sosialisasi, pemahaman, pengimplementasian, kemudian manifestasi Pancasila.
Qodir (2018: 180) menjelaskan bahwa secara ontologis, Pancasila merupakan sistem nilai yang melandasi rangkaian negara, di dalamnya terkandung makna kecerdasan kritis yang memberikan cara pandang ideal bagi kehidupan manusia. Secara epistemologis, Pancasila merupakan kompromi antara pemahaman dan budaya Islam serta jenis-jenis pengetahuan lainnya sehingga kebenaran Pancasila adalah kebenaran yang hakiki.Â
Dalam penelitian aksiomatik, Pancasila memiliki nilai-nilai luhur, antara lain nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, serta keadilan sosial. Peningkatan nilai Pancasila dapat dilakukan dengan cara menghafal berbagai sila dan pokok-pokok Pancasila serta menghayati dan mengimplementasikan isi sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.Â