Indonesia merupakan negara yang besar. Sebagai negara yang besar, Indonesia memiliki ideologi yang mampu menjadi dasar dalam berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila. Pancasila sebagai dasar Negara, lahir berdasarkan nilai-nilai budaya yang terkandung sejak zaman nenek moyang kita dahulu. Nilai-nilai tersebut lahir dan melekat secara tidak sengaja pada nenek moyang kita. (Asmaroini: 2017).
Satu bukti bahwa Indonesia merupakan negara besar adalah Indonesia tergolong sebagai satu di antara negara kepulauan terbesar di dunia. Tercatat hingga saat ini pulau-pulau di Indonesia berjumlah 17.499 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km serta memiliki luas perairan yang terdiri dari laut teritorial, perairan kepulauan dan perairan pedalaman seluas 2,7 juta km2 atau 70% dari luas wilayah NKRI.
Secara geografis, Indonesia juga berada pada posisi silang dunia yakni diapit oleh dua benua dan dua samudera. Benua Asia dan Benua Australia adalah dua benua yang mengapit Indonesia, sedangkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik adalah dua samudera yang mengapit Indonesia.
Posisi silang dunia membuat Indonesia memiliki keunggulan geostrategis. Hal ini disebabkan karena posisi tersebut menjadikan Indonesia berada di persimpangan lalu lintas perjalanan internasional.
Walaupun demikian, hal tersebut tidak selamanya berdampak positif bagi Indonesia. Satu di antara dampak negatifnya adalah paham-paham atau ideologi radikal yang tidak sesuai dengan ideologi Indonesia semakin mudah masuk ke Indonesia. Negara Indonesia yang berbentuk kepulauan juga memperbesar peluang terjadinya separatisme.
Daerah yang merasakan ketidakpuasan atas pembangunan yang dilakukan pemerintah serta tidak setuju menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara dapat dengan mudah memisahkan diri dari Indonesia.
Masuknya paham-paham radikalisme serta peluang separatisme merupakan dua bentuk ancaman besar disintegrasi bangsa yang muncul sebagai konsekuensi dari negara kepulauan serta ancaman bagi Pancasila sebagai ideologi Indonesia.
Oleh karena itu, Pancasila sebagai pemersatu bangsa haruslah tetap kokoh berdiri sebagai ideologi bangsa Indonesia, sehingga diperlukan upaya penguatan nilai-nilai Pancasila agar masuknya paham-paham radikalisme dan peluang separatisme dapat diberantas. Pada akhirnya, pemberantasan kedua ancaman tersebut dapat meningkatkan integrasi nasional di Indonesia.
Ideologi Pancasila
Istilah ideologi sebagaimana dijelaskan oleh Fadilah (dalam Kaelan, 2013: 60-61) berasal dari kata idea yang bermakna pengertian dasar, konsep, gagasan, cita-cita, dan kata logos yang bermakna ilmu. Secara etimologis, Ideologi artinya ilmu tentang ide-ide (The Science of Ideas) atau ajaran tentang pengertian dasar.
Selanjutnya Fadilah (dalam Mubyarto, 1991: 239) juga menyebutkan bahwa ideologi dapat didefinisikan sebagai suatu doktrin, kepercayaan dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman kerja (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau suatu negara.
Pancasila merupakan sebuah ideologi bagi bangsa Indonesia karena Pancasila merupakan suatu kepercayaan yang dianggap sebagai ideologi tunggal paling tepat dalam menjalankan sistem kenegaraan Republik Indonesia. Pancasila merupakan ilmu tentang ide pendirian negara dari para pendiri bangsa seperti Ir. Soekarno, Soepomo, Mohammad Yamin, K.H. Bagus Hadikusumo, dan seluruh tokoh nasional yang terlibat dalam penyusunan ideologi Pancasila.
Pancasila pada dasarnya adalah lima prinsip yang disepakati oleh bangsa Indonesia melalui para pendiri bangsa, yang diterapkan oleh bangsa Indonesia dalam seluruh sistem kehidupan berbangsa dan bernegara, meliputi: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan; dan (5) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Kelima prinsip tersebut menjadi dasar untuk menghadapi tantangan ideologi Pancasila dari berbagai ideologi dan budaya global, termasuk menghadapi ancaman radikalisme dan separatisme. Pancasila adalah ideologi bangsa Indonesia yang hasilnya bukan merupakan pemikiran individu yang dijadikan ideologi. Namun, Pancasila memiliki nilai moral dan budaya yang telah berkembang sejak zaman dahulu dan bukan merupakan produk tiruan dari negara lain.
Menurut Deti, Dini Anggraeni Dewi (dalam Widyaningsih, R., 2021), Radikalisme adalah suatu tindakan berupa aktivitas ataupun aksi yang menolak mengenai aturan sosial secara menyeluruh serta dapat dicirikan dengan kekesalan moral yang kokoh juga menentang dan tidak rukun bersama orang yang memiliki kekuasaan ataupun hak-hak yang lebih.
Masalah radikalisme kini sedang berkecamuk di mana-mana, termasuk di Indonesia (Helmy, 2018). Pengaruh radikalisme sebagai paham baru yang diciptakan oleh beberapa pihak, terutama mengenai hal yang berkaitan dengan agama tampaknya semakin kompleks karena bercampur dengan tindakan yang cenderung melibatkan kekerasan.
Berbagai aksi terorisme yang seringkali merugikan mereka seolah menjadi sarana dan senjata utama para pembuat ideologi radikal untuk menyampaikan pemahamannya dalam upaya membawa perubahan. Berbagai jenis kampanye yang berbau radikalisme dapat terlihat di beberapa tempat, seperti universitas, masjid, ormas, di lingkungan pemerintahan, bahkan menyusup melalui dunia maya.
Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, pada rentang 2017 hingga April 2019, tercatat terdapat konten terkait radikalisme dan terorisme dengan total 13.151 konten, dengan konten dari platform Facebook / Instagram menduduki peringkat teratas sebanyak 9.452 konten, disusul dengan media sosial Twitter sebanyak 1.411 konten. Hal ini tentu menjadi perhatian serius terkait penyebaran isu radikalisme melalui media sosial.
Separatisme adalah gerakan politik yang bertujuan untuk mencapai kedaulatan dengan memisahkan diri dari wilayah asalnya. Pihak yang menginginkan adanya separatisme sering kali lebih memilih istilah “determinasi diri” untuk menimbulkan kesan ringan (Basalim, 2013: 3850).
Separatisme sebagai gerakan radikal sering muncul pada awal kemerdekaan dalam bentuk pemberontakan sporadis. Tercatat, Indonesia telah mengalami berbagai gerakan separatisme di berbagai daerah dalam sejarah. Beberapa gerakan separatisme yang terjadi, di antaranya pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka di Provinsi Aceh, Republik Maluku Selatan di Provinsi Maluku, PRRI – PERMESTA di Sumatera dan Sulawesi, serta yang paling aktual adalah Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua.
Tindak separatisme sebagai bagian dari terorisme juga menyumbang kasus teror di Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun dari tirto.id dengan sumber Global Terrorism Database, insiden terkait separatis dan teroris meningkat di Indonesia sejak 1977 hingga 1996 dengan jumlah sebanyak 65 insiden.
Sementara itu, insiden terbanyak berada pada interval waktu 2000 hingga 2001 dengan jumlah insiden sebanyak 101 pada 2000, sedangkan pada 2001 ada 105 insiden. Kejadian teror terus menurun seiring dengan berkembangnya tahun. Terhitung hanya ada 2 insiden yang tercatat pada 2007. Sayangnya, serangan teror kembali meningkat pada 2008 dan jumlah insiden cukup bervariasi hingga Mei 2018.
Pancasila sebagai ideologi terbuka, di satu sisi sebagai warga negara kita diharuskan untuk meningkatkan kesadaran akan esensi serta nilai-nilai dasarnya yang bersifat kekal (Hasibuan, 2018: 8). Di sisi lain, kita juga didorong untuk mengembangkannya secara dinamis untuk beradaptasi dengan tantangan zaman.
Di samping itu, ilmu pengetahuan menjelaskan fungsi dan peran ideologi sebagai pemersatu bangsa serta memberikan arah, tujuan, dan cara untuk mencapai cita-cita hidup bangsa. Ideologi juga berperan membentuk serta mendefinisikan identitas suatu kelompok atau bangsa, sehingga membedakannya dengan bangsa lain.
Dalam pengertian ini, ideologi memiliki peran untuk menciptakan kesatuan suatu bangsa, yaitu memiliki peran untuk mewujudkan integrasi nasional suatu bangsa. Pentingnya peran sebuah ideologi sudah jelas, bahkan menjadi sebuah kebutuhan. Hal ini karena ideologi dapat muncul secara alami dan dimiliki oleh setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Penguatan Nilai-Nilai Pancasila
Pencegahan dalam berkembangnya tindak radikalisme dan separatisme harus diperlukan upaya yang dapat menyentuh seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia karena dua masalah tersebut, terutama radikalisme dewasa ini telah menjadi suatu permasalahan internasional. Oleh karena itu, pada zaman reformasi ini bentuk-bentuk radikalisme ini harus bisa dideradikalisasikan.
Menurut Deti, Dini Anggraeni Dewi (dalam Isnawan, F., 2018) cara yang paling utama bisa dilakukan dengan pengimplementasian nilai nilai Pancasila secara utuh, diawali dengan tahapan sosialisasi, pemahaman, pengimplementasian, kemudian manifestasi Pancasila.
Qodir (2018: 180) menjelaskan bahwa secara ontologis, Pancasila merupakan sistem nilai yang melandasi rangkaian negara, di dalamnya terkandung makna kecerdasan kritis yang memberikan cara pandang ideal bagi kehidupan manusia. Secara epistemologis, Pancasila merupakan kompromi antara pemahaman dan budaya Islam serta jenis-jenis pengetahuan lainnya sehingga kebenaran Pancasila adalah kebenaran yang hakiki.
Dalam penelitian aksiomatik, Pancasila memiliki nilai-nilai luhur, antara lain nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, serta keadilan sosial. Peningkatan nilai Pancasila dapat dilakukan dengan cara menghafal berbagai sila dan pokok-pokok Pancasila serta menghayati dan mengimplementasikan isi sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Berpegang teguh pada Pancasila bukan berarti menuhankan Pancasila. Pancasila diawali dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang artinya adalah kewajiban setiap warga negara untuk beriman kepada Tuhan dan mengamalkan keimanannya. Selain itu, perilaku yang mencerminkan Pancasila adalah secara konsisten berinteraksi positif dengan semua lapisan masyarakat, bahkan dalam kerangka kebangsaan yang berbeda.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI