Pancasila merupakan sebuah ideologi bagi bangsa Indonesia karena Pancasila merupakan suatu kepercayaan yang dianggap sebagai ideologi tunggal paling tepat dalam menjalankan sistem kenegaraan Republik Indonesia. Pancasila merupakan ilmu tentang ide pendirian negara dari para pendiri bangsa seperti Ir. Soekarno, Soepomo, Mohammad Yamin, K.H. Bagus Hadikusumo, dan seluruh tokoh nasional yang terlibat dalam penyusunan ideologi Pancasila.
Pancasila pada dasarnya adalah lima prinsip yang disepakati oleh bangsa Indonesia melalui para pendiri bangsa, yang diterapkan oleh bangsa Indonesia dalam seluruh sistem kehidupan berbangsa dan bernegara, meliputi: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan; dan (5) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Kelima prinsip tersebut menjadi dasar untuk menghadapi tantangan ideologi Pancasila dari berbagai ideologi dan budaya global, termasuk menghadapi ancaman radikalisme dan separatisme. Pancasila adalah ideologi bangsa Indonesia yang hasilnya bukan merupakan pemikiran individu yang dijadikan ideologi. Namun, Pancasila memiliki nilai moral dan budaya yang telah berkembang sejak zaman dahulu dan bukan merupakan produk tiruan dari negara lain.
Menurut Deti, Dini Anggraeni Dewi (dalam Widyaningsih, R., 2021), Radikalisme adalah suatu tindakan berupa aktivitas ataupun aksi yang menolak mengenai aturan sosial secara menyeluruh serta dapat dicirikan dengan kekesalan moral yang kokoh juga menentang dan tidak rukun bersama orang yang memiliki kekuasaan ataupun hak-hak yang lebih.
Masalah radikalisme kini sedang berkecamuk di mana-mana, termasuk di Indonesia (Helmy, 2018). Pengaruh radikalisme sebagai paham baru yang diciptakan oleh beberapa pihak, terutama mengenai hal yang berkaitan dengan agama tampaknya semakin kompleks karena bercampur dengan tindakan yang cenderung melibatkan kekerasan.
Berbagai aksi terorisme yang seringkali merugikan mereka seolah menjadi sarana dan senjata utama para pembuat ideologi radikal untuk menyampaikan pemahamannya dalam upaya membawa perubahan. Berbagai jenis kampanye yang berbau radikalisme dapat terlihat di beberapa tempat, seperti universitas, masjid, ormas, di lingkungan pemerintahan, bahkan menyusup melalui dunia maya.
Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, pada rentang 2017 hingga April 2019, tercatat terdapat konten terkait radikalisme dan terorisme dengan total 13.151 konten, dengan konten dari platform Facebook / Instagram menduduki peringkat teratas sebanyak 9.452 konten, disusul dengan media sosial Twitter sebanyak 1.411 konten. Hal ini tentu menjadi perhatian serius terkait penyebaran isu radikalisme melalui media sosial.
Separatisme adalah gerakan politik yang bertujuan untuk mencapai kedaulatan dengan memisahkan diri dari wilayah asalnya. Pihak yang menginginkan adanya separatisme sering kali lebih memilih istilah “determinasi diri” untuk menimbulkan kesan ringan (Basalim, 2013: 3850).
Separatisme sebagai gerakan radikal sering muncul pada awal kemerdekaan dalam bentuk pemberontakan sporadis. Tercatat, Indonesia telah mengalami berbagai gerakan separatisme di berbagai daerah dalam sejarah. Beberapa gerakan separatisme yang terjadi, di antaranya pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka di Provinsi Aceh, Republik Maluku Selatan di Provinsi Maluku, PRRI – PERMESTA di Sumatera dan Sulawesi, serta yang paling aktual adalah Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua.