Mohon tunggu...
fikri syah
fikri syah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menari Dengan Literasi

Pemerhati Ekonomi, Penulis, Penikmat Makanan Lezat dan Pembelajar Ilmu Pemberdayaan Diri. Mantan Pegawai Bank dan Finance. Saat ini sedang menuntut ilmu di Program Studi Ekonomi Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Menyukai seni musik dan sulap, khusus untuk sulap saya menyukai ilusi dan kecepatan tangan. Menulis bagi saya untuk meningkatkan sebuah kesadaran dalam berkehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Angkot Terakhir

20 Agustus 2024   15:41 Diperbarui: 20 Agustus 2024   15:44 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
megapolitan.kompas.com

Pagi yang cerah diiringi sinar matahari yang menghangatkan tubuh, begitu juga keindahan yang dipancarkan oleh Julaeha, sang kembang desa dari Desa Sindang Sari. Bukan hanya parasnya yang cantik, namun Julaeha juga seorang anak pemilik pondok pesantren terkenal di kampungnya, yaitu Kiyai Soleh. Pagi itu, Julaeha mengawali semester pertamanya sebagai mahasiswi di salah satu universitas Islam di kotanya.

Semangat mengiringi Julaeha untuk mengawali hari pertamanya sebagai mahasiswi. Seusai sarapan, Julaeha langsung menyalami Abah dan Uminya untuk segera berangkat menuju kampus yang berada di tengah Kota Serang.

"Umi, Abah, Enong berangkat dulu ya," ucap Julaeha.

"Iya, Nak, hati-hati," jawab Abah dan Uminya sambil membersamainya ke gerbang rumah.

"Assalamualaikum," ucap Julaeha sambil menyalami kedua orang tuanya.

"Walaikumsalam," jawab Abah dan Uminya.

Letak rumah Julaeha persis di pinggir jalan sehingga memudahkan ia untuk menaiki angkutan umum. Dari jauh, Abah dan Uminya memandangi dengan penuh doa untuk anaknya yang sudah beranjak dewasa.

Tidak butuh waktu lama bagi Julaeha untuk mendapatkan angkot yang lewat persis di depan rumahnya. Sambil melambaikan tangan sebagai tanda memberhentikan angkot, angkot itu pun berhenti tepat di depan Julaeha. Melihat angkotnya masih kosong, Julaeha memilih duduk di belakang kursi supir dan di depannya, tepat di pintu keluar-masuk penumpang.

Julaeha fokus dengan HP-nya, ia sedang mengecek jadwal perkuliahan hari itu dan membaca silabus perkuliahan. Di waktu yang sama, sang supir, yaitu Hamdan, terus memandangi Julaeha, sang kembang Desa Sindang Sari itu, dari kaca spion belakang dengan pandangan kagum pada kecantikan Julaeha. Namun, Julaeha masih belum menyadarinya.

Beberapa penumpang naik ke dalam angkot yang siap mengantarkan mereka ke tujuan, namun kegiatan Hamdan melihat Julaeha masih belum berhenti sampai ke tujuan terakhir, yaitu Terminal Pakupatan yang terletak di pinggir Kota Serang.

Julaeha menaruh ongkosnya di dashboard mobil angkot. Di saat yang sama, pandangan Hamdan tak lepas dari Julaeha sampai-sampai ditegur penumpang lain.

"Bang, kembaliannya mana?" teriak salah satu penumpang yang sedari tadi sudah memberikan uang ongkos namun tidak dianggap ada karena Hamdan terlalu fokus pada Julaeha.

"Maaf, Bu," saut Hamdan sambil menyodorkan uang kembalian.

Ibarat sinetron FTV, ini yang disebut cinta pandangan pertama. Hamdan benar-benar terpesona dengan kecantikan Julaeha, dengan khayalan bisa memiliki Julaeha sebagai istri dalam pikirannya.

Hamdan adalah seorang anak petani dari Desa Mekarjaya, yang bersebelahan dengan Desa Sindang Sari tempat tinggal Julaeha. Tentunya rumah mereka tidak terlalu jauh, dan Hamdan belum mengetahui bahwa Julaeha adalah anak dari sang Kiyai terkenal. Julaeha terbilang anak yang tidak pernah keluar rumah sama sekali. Untuk sekolah, Julaeha pun di pondok pesantren milik ayahnya sehingga jarang keluar dari wilayah desa.

Hamdan sudah berniat untuk mengingat jadwal keberangkatan Julaeha pagi itu, namun Hamdan juga ingin mengetahui waktu jam pulang Julaeha. Sehingga, hari itu Hamdan memutuskan untuk berdiam diri memarkirkan angkotnya di terminal.

Sore pun tiba, Hamdan melihat Julaeha dari kejauhan, persis memasuki gerbang terminal, dan Hamdan langsung bergegas menyalakan mobilnya.

"Sindang Sari, Teh, Sindang Sari," teriak Hamdan sambil memepetkan angkotnya ke arah Julaeha sembari dishub mengawasinya dari kejauhan.

"Sindang Sari, Mang?" tanya Julaeha.

"Iya, Teh, cepetan naik, takut dimarahin dishub," seru Hamdan.

Dengan raut muka bingung, Julaeha menaiki angkot yang dikendarai Hamdan. "Emang boleh naikin penumpang di sini, Mang?" tanya Julaeha seusai ia duduk di dalam mobil. Kali ini, Julaeha duduk paling belakang, persis menyandar di jendela belakang angkot.

"Gak boleh sih, Teh, kalau sesekali gak apa-apa kayaknya," jawab Hamdan sambil tersenyum bahagia melihat perempuan yang ia incar bisa ia tatap lagi walaupun entah siapa namanya. Dengan nekat, Hamdan bertanya nama kepada Julaeha.

"Teh, namanya siapa?" tanya Hamdan.

Namun sial kali ini, Julaeha langsung memasang headset di telinganya sehingga suara Hamdan tidak terdengar sama sekali. Hamdan fokus dengan jalan yang sedang ia tuju dan sesekali memandangi Julaeha dari kaca spion belakang mobilnya.

Penumpang kala itu penuh sesak sehingga pandangan Hamdan ke Julaeha terhalang oleh penumpang lain, namun sebelum sampai di Desa Sindang Sari, para penumpang satu per satu sudah menuruni angkotnya dan beruntung bagi Hamdan bisa melihat Julaeha lagi dengan jelas. Tibalah waktunya Julaeha turun dari angkot.

"Kiri, Mang," seru Julaeha.

"Siap, Teh," jawab Hamdan sambil menepikan angkotnya ke pinggir jalan tidak jauh dari gerbang rumah Julaeha.

Dengan memberanikan diri, Hamdan menanyakan nama Julaeha untuk kedua kalinya. "Nama Teteh siapa?" Namun sial, Hamdan hanya dijawab senyuman oleh Julaeha tanpa sepatah kata pun sambil menaruh ongkos angkotnya.

Hamdan tetap berusaha sampai hari-hari berikutnya, mengingat jadwal berangkat dan pulangnya Julaeha. Suatu hari, Hamdan berhasil mendapatkan respon dari Julaeha dan mengetahui namanya. Begitu juga dengan Julaeha yang sudah mengetahui nama Hamdan, terlebih Hamdan juga sudah mempunyai nomor WA Julaeha dan sesekali chatting dengannya.

Setahun sudah Hamdan mengantarkan pulang-perginya sang anak kiyai, namun Hamdan belum berani mengutarakan cintanya karena ia pikir, ia hanya seorang supir angkot. Walaupun Julaeha terlihat merespon dengan baik setiap obrolan Hamdan, tapi belum ada kekuatan dalam hatinya untuk melepaskan kata cinta kepada Julaeha.

Di tahun yang kedua, Hamdan memberanikan diri untuk mengutarakan cintanya. Julaeha persis duduk di sebelah Hamdan, bangku paling depan, dan hanya ada mereka berdua di angkot karena para penumpang sudah turun ke tujuan masing-masing.

"Julaeha, Hamdan boleh ngomong sesuatu?" ucap Hamdan dengan gugup.

"Apa itu, Mang?" jawab Julaeha dengan muka penasaran.

"Hamdan suka sama Julaeha, apa boleh Hamdan jadi pacar Julaeha?" Begitu gemetarnya Hamdan dengan ucapannya.

"Saya gak boleh pacaran sama Abah, Mang," jawab singkat Julaeha.

"Tapi kamu gak punya pacar atau calon suami?" Hamdan kembali bertanya.

"Belum, Mang," kembali Julaeha menjawab dengan singkat.

Jawaban Julaeha yang ambigu dan singkat membuat Hamdan bingung, namun perilaku Julaeha menandakan ia juga menyukai Hamdan. Mungkin karena larangan Abahnya untuk berpacaran sehingga Julaeha tidak menerima Hamdan sebagai pacarnya. Akan tetapi, dalam hati Julaeha juga menyukai Hamdan walaupun hanya seorang supir angkot yang biasa mengantarnya.

Tahun ketiga, hubungan mereka semakin erat. Walaupun hubungan mereka tanpa status, namun kebiasaan Hamdan mengantar jemput Julaeha bahkan sampai ke kampus tempat Julaeha belajar, padahal tidak ada trayek angkot yang seharusnya ia lewati karena angkot Hamdan bukan angkot dalam kota melainkan angkot bagian desa ke terminal saja, membuat Julaeha merasa terkesan dan menimbulkan benih-benih cinta pada Hamdan.

Suatu hari, berita tentang hubungan Julaeha dan Hamdan terdengar sampai ke telinga Abahnya, yaitu Kiyai Soleh. Salah satu staf pondok pesantren melaporkannya, setelah mendapatkan info dari supir-supir yang ada di terminal.

Dalam suasana pengajian kitab kuning yang diajarkan Kiyai Soleh setiap sore, staf pondok yang mengetahui berita itu lalu menyampaikannya kepada Kiyai Soleh. Kiyai Soleh pun kaget dan langsung memerah mukanya, tanda ia menahan emosi mendengar cerita dari staf pondok tersebut.

eusai pengajian, Kiyai Soleh menanyakan keberadaan Julaeha kepada istrinya. "Di mana Julaeha, Mi?" tanya sang Kiyai kepada istrinya. "Belum pulang," jawab istri Kiyai Soleh.

"Sudah sore begini belum pulang?" teriak Kiyai Soleh dengan nada yang cukup membuat istrinya kaget.

"Istighfar, Abah. Kok tiba-tiba marah-marah begini?" tanya istrinya dengan lemah lembut.

"Julaeha, Julaeha sudah bikin malu Abah!" nada Kiyai Soleh semakin keras.

Saat Abah dan Uminya Julaeha sedang membicarakannya, terdengar suara angkot berhenti tepat di depan gerbang rumahnya Julaeha, dan di situ pula Kiyai Soleh menunggu anaknya pulang, tepat berdiri di teras rumah dengan memasang muka yang lumayan membuat Julaeha takut.

"Masuk kamu ke dalam rumah!" ucap Kiyai sambil menunjuk jarinya ke dalam rumah serta memandangi Hamdan yang melihat kejadian itu.

Kiyai Soleh tidak mengucapkan apa-apa, hanya menatap tajam Hamdan yang sedari tadi terdiam di dalam mobil angkotnya. Julaeha melangkah memasuki rumah diikuti Kiyai Soleh di belakang, sementara Hamdan dengan gugup memacu mobilnya dan bertanya-tanya ada apa gerangan.

"Kamu bikin malu Abah aja, Julaeha!" teriak Kiyai Soleh kepada Julaeha yang terduduk ketakutan sambil menggenggam kedua tangannya.

Saat itu, Julaeha dimarahi sejadi-jadinya oleh Abahnya dan tidak sepatah kata pun terucap dari mulut Julaeha. Ia hanya bisa menangis tersedu-sedu karena dimarahi oleh Abahnya sendiri.

"Mulai sekarang, kamu diantar jemput sama Mang Sukri kalau mau ke kampus. Abah nyekolahin kamu biar pinter, bukan malah pacaran sama supir angkot, Julaeha!" ucap Kiyai Soleh dengan nada yang masih keras.

Semenjak kejadian Julaeha dibentak Kiyai Soleh di depan mata Hamdan di gerbang rumah, Hamdan sudah tidak pernah bertemu lagi dengan Julaeha sama sekali. Julaeha bagaikan raib ditelan bumi tanpa bisa Hamdan tatap lagi.

Berkecamuk dalam diri Hamdan, serasa kehilangan yang begitu dahsyat sosok wanita yang ia cintai. Ia sempat bertanya kepada santri-santri yang ada di pondok pesantren milik Pak Kiyai Soleh, namun tidak ada yang tahu keberadaan Julaeha. Semakin frustrasi Hamdan dibuatnya, orang yang selama ini menemani dan ia cintai entah di mana keberadaannya, ia tak tahu.

Julaeha juga merasakan hal yang sama dengan Hamdan. Ia merasakan rindu yang begitu hebat akan suasana angkot yang biasa ia tumpangi. Mengobrol dengan Hamdan di dalam angkot saat pulang dan pergi ke kampus adalah suasana yang sangat ia rindukan. Julaeha hanya bisa menangis setiap malam karena dirinya selalu diawasi oleh Abahnya setiap ke mana pun ia pergi.

Tibalah waktu ia wisuda, walaupun dengan susah payah skripsinya diselesaikan karena pikirannya terbelah oleh kerinduan dengan Hamdan, namun ia bisa menyelesaikannya. Ternyata kejadian waktu itu adalah angkot terakhir dari Julaeha dan terakhir kalinya Julaeha melihat Hamdan. Julaeha langsung diberangkatkan oleh orang tuanya ke Mesir untuk melanjutkan studi S2-nya di negeri piramida.

Tak kuasa Julaeha menolak keinginan orang tuanya, walaupun batin berkecamuk dan ingin sekali bertemu dengan Hamdan, sang pujaan hatinya. Namun takdir tak berkata begitu. Julaeha benar-benar tak mempunyai kesempatan untuk bertemu Hamdan karena pengawasan dari Abahnya yang ketat menyebabkan ia mengubur kerinduannya. Bahkan, HP milik Julaeha sudah lama disita oleh Abahnya.

Julaeha merasa hidupnya dipenjara, namun tak ada daya dan upaya untuk melawan. Sesampainya di Mesir, Julaeha meneruskan studinya di Universitas Al-Azhar. Hamdan tidak pernah ia lupakan, namun kehidupan harus tetap berjalan, begitulah isi kepala Julaeha. Julaeha akan selalu mengingat suasana angkot dan obrolannya dengan Hamdan yang penuh dengan kenangan manis.

Angkot yang ia tumpangi terakhir kali adalah angkot yang membuat hidupnya lebih berwarna. Walaupun Hamdan hanya seorang supir, di mata Julaeha, itu lebih dari cukup untuk mencintai Hamdan sepenuh hati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun