Julaeha menaruh ongkosnya di dashboard mobil angkot. Di saat yang sama, pandangan Hamdan tak lepas dari Julaeha sampai-sampai ditegur penumpang lain.
"Bang, kembaliannya mana?" teriak salah satu penumpang yang sedari tadi sudah memberikan uang ongkos namun tidak dianggap ada karena Hamdan terlalu fokus pada Julaeha.
"Maaf, Bu," saut Hamdan sambil menyodorkan uang kembalian.
Ibarat sinetron FTV, ini yang disebut cinta pandangan pertama. Hamdan benar-benar terpesona dengan kecantikan Julaeha, dengan khayalan bisa memiliki Julaeha sebagai istri dalam pikirannya.
Hamdan adalah seorang anak petani dari Desa Mekarjaya, yang bersebelahan dengan Desa Sindang Sari tempat tinggal Julaeha. Tentunya rumah mereka tidak terlalu jauh, dan Hamdan belum mengetahui bahwa Julaeha adalah anak dari sang Kiyai terkenal. Julaeha terbilang anak yang tidak pernah keluar rumah sama sekali. Untuk sekolah, Julaeha pun di pondok pesantren milik ayahnya sehingga jarang keluar dari wilayah desa.
Hamdan sudah berniat untuk mengingat jadwal keberangkatan Julaeha pagi itu, namun Hamdan juga ingin mengetahui waktu jam pulang Julaeha. Sehingga, hari itu Hamdan memutuskan untuk berdiam diri memarkirkan angkotnya di terminal.
Sore pun tiba, Hamdan melihat Julaeha dari kejauhan, persis memasuki gerbang terminal, dan Hamdan langsung bergegas menyalakan mobilnya.
"Sindang Sari, Teh, Sindang Sari," teriak Hamdan sambil memepetkan angkotnya ke arah Julaeha sembari dishub mengawasinya dari kejauhan.
"Sindang Sari, Mang?" tanya Julaeha.
"Iya, Teh, cepetan naik, takut dimarahin dishub," seru Hamdan.
Dengan raut muka bingung, Julaeha menaiki angkot yang dikendarai Hamdan. "Emang boleh naikin penumpang di sini, Mang?" tanya Julaeha seusai ia duduk di dalam mobil. Kali ini, Julaeha duduk paling belakang, persis menyandar di jendela belakang angkot.