Mohon tunggu...
fikrijamil
fikrijamil Mohon Tunggu... Administrasi - Wong Dusun Tinggal di Kampung

Menulis Untuk Menjejak Hidup

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Legenda Ular Raksasa Gludai di Danau Kibekan

7 Juni 2016   14:08 Diperbarui: 7 Juni 2016   14:15 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Danau Kibekan. Dokumen Pribadi

Banyaknya tanah yang dibutuhkan untuk menimbun jalan desa itu lah yang meninggalkan cekungan yang dalam dan tidak pernah kering walaupun musim kemarau panjang terjadi. Dan sekarang cekungan yang dalamnya kurang lebih 5 – 10 meter itu disebut dengan “danau kibekan”.

Penduduk pun mulai lega, rawa-rawa yang telah tertutup jalan itu selesai bersamaan pada saat musim kemarau tiba. Aliran sungai yang mulai menyusut menyebabkan masyarakat mulai mengalihkan transportasi sungai ke darat dan melalui jalanan yang telah dibuat oleh rakyat desa.

Belanda begitu senang dan mengadakan pesta rakyat guna menyambut penggunaan jalan desa itu. Mobil-mobil angkutan pasukan Belanda yang didusun disebut dengan Mobil Eskimal (Kepala Betok) berjejeran ditengah desa.

*****

Tidak lama musim kemarau pun berganti...

Rintik-rintik hujan mulai menetes ke bumi... suara kilat mulai menyambar, suara petir pun menggelegar (di desa kami dikenal dengan “petir pemecah kemarau”). Kerasnya suara petir itu menyurutkan langkah para penduduk desa dan membuat mereka untuk tetap berada didalam rumah.

Hujan yang terjadi hampir semalaman itu pun mulai reda... penduduk yang tadinya dilanda rasa takut, selepas subuh dipagi buta itu mulai berani menampakkan batang hidungnya... semuanya berteriak bersamaan... “banjir.., banjir..., banjir”.

Sahut-sahutan suara penduduk itu memecah suasana hening dipagi buta itu. Rumah-rumah panggung yang berada diseputaran cekungan hasil galian itu hampir semuanya dijangkau air.

Rasa cemas begitu melanda penduduk desa... pada saat itu keluar lah seorang pemuda gagah nan alim yang menjadi panutan banyak penduduk desa terutama para kaum hawanya.

Dengan tenang sosok pemuda elok itu turun dari rumahnya yang sekarang posisinya mungkin diseputaran Mesjid Nur Hidayah. Dia mengambil perahu yang baru dibuat dan diikatkan dibawah rumahnya.

Pemuda itu dengan kalem menyambangi rumah penduduk satu per satu dan menitipkan satu pesan yaitu “nanti malam ba’da maghrib kita berkumpul di mesjid didekat sungai lubai yang kebetulan tidak digenangi air”. Dengan sabar, satu per satu rumah penduduk pun disambangi olehnya dan menyampaikan pesan yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun