Mohon tunggu...
Fitriana Eka
Fitriana Eka Mohon Tunggu... -

Sabar aja denger ocehan gue....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Eventhe [Cerpen]

2 Januari 2014   15:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:14 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di gedung selatan, aku kembali mendaki setiap undakan pada tangga. Sekilas siur udara dingin lewat sepertinya menolak kehadiranku, aku tetap berjalan pelan. Mencoba mengacuhkan.

Sesampainya di Perpustakaan Unit Dua, aku menjatuhkan tubuhku pada sebuah kursi dimana beberapa hari lalu Evly menghampiriku. Hah, menyakitkan. Ini sudah hari ke delapan tapi aku tak juga bertemu dengannya. Akhirnya aku menfokuskan pikirkanku pada deretan kata  yang tercetak di dalam novel, tapi konsentrasiku terpecahkan. Buyar. Belum sempat aku mengembalikan novel yang ku pegang.

Tiba-tiba makhluk yang tak ku kenali bentuknya melayang di langit-langit ruangan.Tuhan, wajahnya abstrak, mengalir darah disela pori-pori kulitnya. Tanganku meraih rak buku terdekat, berancang-ancang untuk lari. Lalu sayup lunglai aku mendengar isak tangis yang sangat jelas, terdengar teriakkan keras. Jantungku benar-benar tak bekerja, mungkin mati rasa.

Kali ini benar sepotong tangan benar-benar melayang di atas kepalaku. Aku panik bukan main, ini lebih parah dibandingkan kejadian terakhir yang menimpaku. Kemudian semerbak bau amis mengisi ruangan. Kepalang lemah, akhirnya aku menjatuhkan tubuhku.

Saat aku tersadar, subuh telah menjemput malam. Aku telah terbaring pada sebuah ranjang di ujung perpustakaan. Rasanya sungguh kapok. Hampir saja nyawaku hilang di kampus yang konyol ini. Aku mencoba membangunkan tubuhku dari kasur, lalu mataku menemukan sepucuk surat yang tergeletak di meja yang berada di samping kasur.

Temui aku esok hari, kala senja datang menjemput, masih di tempat yang sama, Perpustakaan Unit Dua. With love, Evly.

Aku terperanjat.

***

Evly.

Akhirnya aku memberanikan diri untuk keluar dari jelmaan buku itu. Dengan mata yang cukup lebam, aku kembali bersiap dengan gaun putih favoritku. Aku menunggu. Menunggu dan terus menunggu. Hingga senja kembali disusul bintang malam, Ben tak kunjung datang. Sampai adzan subuh terdengar merdu pun batang hidungnya tak terlihat.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun