Indonesia adalah negara dengan wilayah geografis yang sangat luas, sehingga menciptakan berbagai bentuk kesenjangan, termasuk dalam dunia pendidikan. Kesenjangan sosial ini memengaruhi kesempatan belajar peserta didik dan berimbas pada kemampuan mereka dalam memenuhi target kurikulum yang ditetapkan.Â
Setiap lembaga pendidikan seharusnya mampu mengakomodasi keragaman karakteristik peserta didik, termasuk latar belakang sosial ekonomi (SES), budaya, keyakinan, serta tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Di era Kurikulum Merdeka saat ini, fokus pada pengembangan karakter, kompetensi esensial, dan pembelajaran yang berpusat pada kebutuhan individu semakin menjadi prioritas.
Namun, dalam kenyataannya, status sosial ekonomi (SSE) masih memengaruhi akses pendidikan di Indonesia. Anak-anak dari SSE tinggi memiliki akses lebih besar terhadap fasilitas tambahan seperti les privat, kegiatan ekstrakurikuler, dan sekolah-sekolah yang mendukung pengembangan akademis maupun non-akademis.
 Sebaliknya, anak-anak dari SSE rendah sering kali menghadapi keterbatasan, baik dari segi biaya, sarana belajar, maupun dukungan di lingkungan rumah (Gemilang, 2022).
Status sosial ekonomi (SSE) orang tua yang rendah memang merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkal dan dapat berpengaruh negatif pada pembelajaran. Keberhasilan dalam membantu anak-anak di kalangan sosial ekonomi rendah dalam menghadapi pendidikannya, harus diimbangi dengan pemberian strategi pembelajaran yang tepat (Gemilang, 2022).
 Oleh karena itu, diperlukan strategi pembelajaran yang adaptif dan inklusif, salah satunya melalui pendekatan pembelajaran berdiferensiasi, untuk membantu peserta didik dari berbagai latar belakang mencapai target kurikulum yang sama.
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pendekatan yang dirancang untuk menyesuaikan proses belajar dengan kebutuhan unik setiap peserta didik. Metode ini memperhitungkan perbedaan minat, gaya belajar, serta kemampuan individu, sehingga peserta didik dapat belajar dengan cara yang nyaman. Melalui pemahaman terhadap peserta didik, guru dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih menarik dan relevan bagi mereka (Nurrahma, 2024).
Kesenjangan sosial dalam pendidikan Indonesia terlihat dalam kemampuan peserta didik dalam memenuhi target kurikulum. Anak-anak dari SES rendah sering kali kurang memiliki dukungan belajar yang memadai, baik dalam bentuk bimbingan belajar, fasilitas belajar, maupun waktu yang bisa mereka alokasikan untuk belajar.
 Sementara anak-anak dari SES tinggi memiliki keuntungan dari akses ke fasilitas tambahan, kesempatan les, dan dukungan orang tua. Kondisi ini membuat mereka cenderung lebih siap dalam pencapaian akademik.
Melalui pendekatan pembelajaran berdiferensiasi, guru dapat menyesuaikan materi dan metode pengajaran berdasarkan kebutuhan individu. Misalnya, guru dapat menggunakan variasi tugas yang mengakomodasi kemampuan, minat, serta kesiapan belajar peserta didik. Selain itu, strategi pengelompokan peserta didik berdasarkan minat atau gaya belajar, tanpa mengesampingkan perbedaan SES, dapat membantu peserta didik belajar dengan lebih efektif.
Beberapa strategi yang dapat diterapkan adalah pembelajaran berbasis proyek dan kolaborasi. Penerapan pembelajaran berbasis proyek, peserta didik menyelesaikan tugas nyata yang relevan dengan kehidupan mereka, seperti membuat prakarya dari bahan sederhana atau membaca buku perpustakaan sekolah.Â
Pembelajaran kolaboratif memungkinkan peserta didik dari berbagai latar belakang bekerja dalam kelompok untuk memecahkan masalah bersama. Misalnya, peserta didik dari latar belakang ekonomi rendah dapat belajar dari teman-temannya yang lebih beruntung dalam akses sumber daya.
Guru bisa memberikan fleksibilitas dalam tugas dan kegiatan belajar agar peserta didik dari SES rendah tidak merasa terbebani. Misalnya, dengan memberikan alternatif tugas yang tidak memerlukan biaya atau peralatan khusus serta memberikan waktu tambahan untuk menyelesaikan tugas.Â
Selain itu, mengarahkan peserta didik dari SES rendah untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler gratis, seperti olahraga atau paduan suara, dapat membantu mereka mengembangkan bakat dan keterampilan di luar akademik tanpa menimbulkan beban biaya.
Dukungan khusus juga sangat penting bagi peserta didik dari SES rendah. Guru dapat memberikan bimbingan tambahan untuk membantu mereka memahami materi atau mengatasi kesulitan belajar. Program remedial, mentoring, dan jam tambahan belajar adalah beberapa bentuk dukungan yang bisa diterapkan agar semua peserta didik, terutama yang kurang mampu, tetap memiliki kesempatan mencapai target kurikulum.
Melalui strategi-strategi ini, pembelajaran berdiferensiasi dapat membantu peserta didik dari latar belakang ekonomi yang beragam untuk tetap dapat mengikuti pelajaran dengan baik, tanpa terbebani oleh keterbatasan yang mungkin mereka miliki.Â
Penerapan pendekatan ini dapat membuat pembelajaran menjadi lebih inklusif dan memungkinkan setiap peserta didik mencapai target kurikulum dengan dukungan yang sesuai.
Penerapan pembelajaran berdiferensiasi tidak selalu berjalan tanpa kendala. Hambatan teknis, seperti beban kerja guru yang bertambah dan keterbatasan fasilitas, sering kali menjadi tantangan utama.Â
Selain itu, tantangan kultural, seperti resistensi dari sistem pendidikan yang berfokus pada satu standar capaian, juga bisa menghambat penerapan pembelajaran berdiferensiasi. Masyarakat pendidikan sering kali masih terpaku pada standar capaian yang seragam, yang bisa mengesampingkan kebutuhan individual peserta didik.
Maka dari itu, solusi praktis dan kebijakan pendukung dapat menjadi kunci keberhasilan penerapan pembelajaran berdiferensiasi. Misalnya, pelatihan guru, penyediaan fasilitas tambahan, serta peningkatan keterlibatan orang tua merupakan langkah yang bisa diambil baik di tingkat sekolah maupun pemerintah.Â
Selain itu, kebijakan yang mendukung inklusivitas dan diferensiasi dalam pembelajaran dapat mendorong guru untuk lebih fleksibel dalam mendesain pembelajaran sesuai dengan kebutuhan setiap peserta didik.
Kesenjangan sosial dalam pendidikan di Indonesia adalah tantangan nyata yang perlu diatasi. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan salah satu pendekatan penting untuk menjawab tantangan tersebut dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada kebutuhan belajar peserta didik dari latar belakang yang berbeda-beda.
 Melalui strategi pembelajaran yang inklusif, kolaboratif, berbasis proyek, dan fleksibilitas dalam tugas, guru dapat membantu peserta didik dari semua SES memenuhi target kurikulum secara lebih adil.
Pendekatan pembelajaran berdiferensiasi adalah langkah menuju pendidikan yang merdeka dan berkeadilan. Penyesuaian terhadap proses belajar sesuai kebutuhan peserta didik, diharapkan setiap peserta didik dapat mengembangkan potensinya secara optimal, terlepas dari latar belakang sosial ekonominya. Harapannya, pembelajaran berdiferensiasi akan mendorong tercapainya pendidikan yang adil, berkualitas, dan merata bagi seluruh peserta didik di Indonesia.
Daftar Rujukan
Gemilang, N. E. (2022). Bagaimana Upaya Guru Memperhatikan Siswa Berlatar Status Sosial Ekonomi Rendah di Sekolah Dasar? Jurnal Basicedu, 6 (4), 6540 - 6547.
Nurrahma, A. S. (2024). Pemenuhan Target Kurikulum oleh Peserta Didik yang Beragam Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi. Jurnal Integrasi dan Harmoni Inovatif Ilmu-Ilmu Sosial, 4 (3).
Biodata Penulis
Fika Aulia Khasanah adalah seorang mahasiswa PPG Calon Guru 2024 di Universitas Islam Sultan Agung, lahir di Pemalang pada 13 Agustus 2002. Memiliki minat yang mendalam dalam dunia pendidikan, Fika saat ini juga berperan sebagai Content Development di Skill Academy. Untuk berkenalan lebih lanjut, kunjungi akun media sosialnya di Instagram: @fikaaulya13.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H