“Insya Allah cukup, saya hidup dari Allah. Berjalan karena Allah dan mati kembali kepada Allah. Insya Allah, Allah senantiasa melindungi dan memberi saya rizki untuk menyambung hidup. Saya berjalan hanya mengharap ridho-Nya.”
Masya Allah ..., merinding jiwaku mendengarnya.
Namun, aku masih mencoba ingin tahu lebih jauh tentang beliau. Aku lalu mengeluarkan sebungkus rokok tanpa korek.
“Mbah, mohon maaf, saya mau merokok tapi tak punya korek, mau beli tapi tak pegang uang. Mohon maaf sekali ya, Mbah, bagaimana bila uang itu saya minta untuk beli korek. Apakah diijinkan?” tanyaku.
Lalu, kakek tua berambut gondrong itu mengeluarkan kembali uang dari dalam sakunya. Uang receh 2500 Rupiah.
“Injeh, Mas, sumonggo,” sambil menggenggam tanganku, beliau menaruh uangnya di telapak tanganku.
Air mataku sudah mulai menetes
“Mbah ikhlas uang ini untuk saya?”
“ Lillahi ta’ala saya ikhlas, Mas. Ini rezeki untuk mase dari Allah SWT. Monggo diterima.”
Air mataku pun tumpah, tak mampu aku bendung lagi. Badanku gemetar, merasa mendapatkan ilmu yang sangat luar biasa, yang tak mungkin diberikan secara langsung oleh para guru di sekolahan.