Tapi, anggapan mama tetiba berubah seketika saat pertama kali mama tahu tulisan saya dimuat di kolom opini salah satu koran terbesar di Jawa Timur kala itu.Â
Dan itulah kali pertama saya mendapat uang dari menulis sebesar Rp 250.000,- waktu itu sudah sangat besar buat saya yang masih baru masuk kuliah.
Hari itu, saya sengaja beli koran pagi-pagi untuk mengecek apakah tulisan saya dimuat atau tidak. Sontak gembira saat saya menemukan tulisan saya terpilih untuk dimuat di koran tersebut.Â
Saya beritahukan sama mama tentang hal itu. Meski awalnya kurang respek, toh ketika tahu tulisan anaknya dimuat beliau juga gembira tiada kepalang.
Sejak itu, mama sedikit berubah. Tidak lagi segalak dulu kalau saya sedang menulis, baik diary, di komputer, dll. Paling-paling mama cuma mengingatkan jangan sampai lupa waktu mandi, makan, sholat, dll.
Refleksi Ketika Menjadi Ibu
Kini saya sudah berumah tangga dan memiliki anak perempuan yang beranjak remaja. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, anak saya juga memiliki kemiripan dengan saya dulu. Hobinya menulis diary.Â
Bedanya, kalau dulu saya hanya fokus menulis bukan menggambar (karena gambar saya jelek) nah anak saya ini menulis diary yang bentuknya komik mini. Ada gambar dan juga cerita kesehariannya. Cukup bagus, karena ternyata dia berbakat menggambar manga.
Melihat hal ini saya seketika berusaha merefleksikan dengan pengalaman saya dulu, di mana mama kurang senang jika saya menulis diary. Kali ini saya justru mengapresiasi hobi anak saya itu dengan positif.Â
Saya tidak melarang bahkan berupaya memfasilitasinya. Apalagi, hobi membuat komik itu unik menurut saya.Â
Saya yakin jika terus diasah dan dikembangkan, bukan tidak mungkin tulisan dan komik-komiknya bisa bermanfaat dan menghasilkan.