[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="(Serambi Indonesia/M Anshar)"][/caption]
Korupsi Bermula dari Kegagalan Partai Politik dalam Menciptakan Kader dan Kegagalan itu Dipaksa untuk Berbuat, sehingga Pemaksaan itu Membuat Kader Melakukan Berbagai Macam Cara untuk Mencapai Tujuan.
Keberadaan, Dasar Pandang dan Fungsi Partai PolitikPartai Politik merupakan wadah berkumpul dan berserikat orang-orang yang memiliki cara pandang dan tujuan yang sama untuk mengaspirasikan dan mewujudkan kepentingan bersama di sebuah Negara demokrasi berkedaulatan yang berdasarkan Pancasila dan keberadaannya dijamin Undang-Undang Dasar. Partai politik buah dari reformasi yang bebas mengemukakan pendapat secara lisan dan tulisan sebagai hak setiap warga Negara dalam memperjuangkan kesamaan haknya di depan hukum dan pemerintahan. Dengan demikian kesamaan hak akan terwujud tanpa ada hak warga Negara minoritas yang terdiskriminasi. Sehingga partai politik tumbuh menjamur di Indonesia untuk sebagai wadah yang sah untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat.
Munculnya partai politik wujud dari ketidakadilan penguasa dalam mewujudkan kesamaan hak setiap warga Negara yang dijamin oleh Undang-Undang. Cita-cita besar proklamasi tidak tercapai untuk mewujudkan Negara yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kesenjangan sosial terjadi dimana-mana, pembangunan dan perlakukan di daerah-daerah mendapatkan perlakuan yang berbeda dari penguasa. Adanya anak tiri dan anak kandung di mata penguasa. Pemerataan pembangunan yang tidak berkeadilan. Kesamaan hak yang diperoleh setiap warga Negara tidak terlaksana dengan baik.
Keberadaan partai politik merupakan bentuk dari kemuliaan berfikir oleh mereka-mereka yang memiliki cara pandang yang sama untuk mewujudkan keadilan sosial dan berkesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sosialisasi dan Pengkaderan Partai PolitikAtas dasar kemuliaan berfikir itu, maka partai politik wajib menyampaikannya terhadap seluruh rakyat Indonesia agar secara bersama dan bahu membahu mewujudkan misi partai yang berlandaskan cita-cita proklamasi. Dibentuklah Pengurus-pengurus partai, mulai dari tingkat nasional sampai kekecamatan dan desa-desa. Dibentuk pula berbagai lembaga-lembaga dan badan-badan di internal partai yang bertujuan memperkuat visi dalam mewujudkan misi partai. Pengkaderan dan rekrut anggota dilakukan besar-besaran dan intensif. Tidak cukup hanya sampai disitu saja, partaipun melakukan berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan untuk kepentingan rakyat. Itu semua dilakukan dalam rangka memperoleh simpati dari masyarakat agar misi yang diusung oleh partai didukung oleh masyarakat banyak.
Pengkaderanpun dilakukan dalam rangka menciptakan kader-kader partai yang sempurna untuk melanjutkan perjuangan partai. Materi pengkaderan dibuat dan disusun secara sistematis agar mudah dipahami. Materi disusun mulai dari membuka wawasan dan pandangan kader, wawasan kebangsaan, landasan berfikir partai, pengenalan partai, doktrin-doktrin partai dan sebagainya sampai kepada visi dan misi yang diusung oleh partai tersebut. Pengkaderanpun dilakukan secara bertingkat-tingkat sesuai dengan levelnya masyarakat dan kader yang akan dikader. Pembinaan dan pengkaderan pun dilakukan secara internsif dan berkala. Semua itu dilakukan untuk menciptakan kader-kader yang militan dan loyalis terhadap misi yang diusung oleh partai.
Kader partai dituntut untuk militan dan loyal terhadap partai. Kader harus loyal terhadap misi mulia yang diusung oleh partai bukan terhadap pimpinan atau pengurus yang lebih tinggi lainnya. Jika kader loyal terhadap misi partai, maka secara otomatis akan loyal terhadap pimpinan partai. Dan sebaliknya, akan terjadi berbanding terbalik terhadap kader yang loyal terhadap pimpinan, sulit untuk ditemui kader yang loyal terhadap misi besar dan mulia diusung oleh sebuah partai.
Ajang Pembuktian Misi dan Kader Partai melalui Pemilu Ketika misi besar yang diusung oleh partai politik telah disosialisasikan kepada seluruh lapisan masyrakat Indonesia di seluruh Nusantara, maka tibalah saat pembuktian misi dan kader melalui pemilu. Apakah misi besar dan cita-cita mulia partai diterima oleh seluruh, sebagian besar dan atau hanya sebagian kecil masyarakat Indonesia saja? Apakah kader-kader partai yang dibina secara intensif itu berhasil memenangkan pemilu? Dua pertanyaan tersebut sebagai bukti bahwa partai di terima atau tidak oleh masyarakat banyak.
Jika jawaban dari kedua pertanyaan tersebut diterima dan dimenangkan oleh seluruh rakyat Indonesia, berarti partai tersebut merupakan partai yang benar-benar partai yang benar-benar memiliki misi yang sangat mulia, partai yang memiliki niat baik untuk mencapai tujuan yang baik melalui cara-cara yang baik. Jika jawabannya tidak diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia, berarti partai ini tidak layak dan tidak memiliki misi yang mulia untuk kepentingan bersama, walaupun telah memiliki pengurus di seluruh Nusantara sampai ke pelosok-pelosok pedesaan, itu hanya pemaksaan dan pemalsuan data belaka.
Jika jawaban dari kedua pertanyaan tersebut diterima dan dimenangkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia, maka muncul pertanyaan baru, apakah diterima dan dimenang melalui cara-cara yang baik atau tidak? Jika proses diterima dan dimenangkan itu melalui cara-cara yang baik, berarti benar bahwa partai tersebut memiliki misi yang mulai dan layak dipertahankan. Dan jika proses diterima dan dimenangkan itu melalui cara-cara yang tidak baik, ini merupakan bentuk kegagalan partai dalam melakukan pembinaan dan pengkaderan para kader partai. Jika jawabannya tidak diterima oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, itupun belum tentu misi partai tidak mulia dan atau partai gagal dalam menciptakan para kadernya, bisa jadi masyarakat apatis melihat masa lalu dari partai-partai yang ada dan belum bisa menerima keadaan dengan baik.
Jika jawaban dari kedua pertanyaan tersebut diterima dan dimenangkan oleh sebagian kecil rakyat Indonesia saja, maka dapat disimpulkan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama masyarakat belum mengetahui itu karena sosialisasi partai dan kader partai tidak masksimal, kedua, misi dari partai hanya mementingkan kepentingan kelompok saja dan tidak mengakomodir seluruh kepentingan rakyat banyak. Hal yang serupa dengan pertanyaan tidak diterima dan dimenangkan oleh seruruh masyarakat Indonesia jika jawabannya tidak diterima dan tidak dimenangkan.
Konsep dasar cara-cara yang baik adalah demokrasi murni, murni semurni-murninya. Misi yang diusung dan disampaikan kepada masyarakat melalui kader-kader partai diterima dengan baik dan penuh kesadaran karena memiliki cara pandang yang sama dengan masyarakat tersebut tanpa ada unsur paksaan di dalamnya, tanpa ada karena sesuatu, oleh sesuatu apapun bentuknya.
Realita yang Muncul sampai Saat ini Pembinaan dan pengkaderan dilakukan intensif oleh partai. Dengan harapan para kader sebagai miniatur dari visi dan misi mulia partai yang tercermin dari cara berfikir, cara berbicara, sikap dan tindakan. Partai menginginkan bermunculannya sosok-sosok ketokohan baru terhadap kader yang mampu mengayomi masyarakat, memberikan solusi terhadap masyarakat, sebagai panutan bagi masyarakat, dan bijaksana bijaksana dalam mengambil keputusan.
Namun, saat ini sulit untuk menemukan kenyataan dan realitanya kader yang sesuai dengan harapan partai. Oleh karena itu, muncul pertanyaan-pertanyaan di benak kita. Apakah pengkaderan keanggotaan partai tidak dilakukan? Jika pengkaderan dilakukan, apakah materi pembinaan dan pengkaderan yang salah? Atau apakah memang diajarkan hal-hal yang salah terhadap kader partainya?
Kenapa muncul pertanyaan-pertanyaan itu dibenak kita? Karena realitanya, tindak dan tanduk serta perbuatan para kader partai jauh dari yang diharapkan misi awal partai dan juga masyarakat, bahkan bertentangan dari Undang-Undang Dasar dan Peraturan-Peraturan lainnya yang berlaku. Partai gagal menciptakan kader-kader yang berjiwa Pancasilais yang menjadi azas partai dan kader-kader yang agamais.
Kegagalan Partai Menciptakan Kader Politik Partai gagal menciptakan kader-kader yang berkualitas. Kegagalan tersebut bukan berarti menyurutkan langkah partai dalam mewujudkan misi mulianya. Berbagai alternatif carapun dilakukan untuk mencetak kader-kader partai. Alternatif bersyaratpun dilakukan, dijadikan dan boleh dijadikan dengan catatan-catatan. Dijadikan dan boleh dijadikan sebagai kader partai atas dasar kepentingan sesaat, individu dan atau golongan semata. Sehingga partai dan pimpinanpun berfikir; "partai/saya dapat apa jika dia, partai/saya jadikan sebagai kader partai". Dan begitu juga sebaliknya, si dia berfikir hal sama; "saya dapat apa dari partai jika saya jadi kader partai tersebut".
Ketika pemikiran seperti itu muncul, maka bermunculanlah kader-kader yang memiliki kepentingan sesaat dan untuk golongan semata, dan tidak lagi sejalan dengan misi partai. Kader tersebut muncul dengan sendirinya, baik itu yang dimunculkan oleh partai maupun kader yang memunculkan diri. Sehingga yang terjadi adalah rusaknya misi partai yang begitu mulia akibat dari kegagalan partai dalam menciptakan kader.
Kader-Kader Instan Partai Kegagalan partai dalam menciptakan kader akan merusak sistem, tatanan dan misi mulia partai. Misi mulia partai akan tercoreng seketika ketika kader instan ini muncul. Partai dan pemimpin partailah penyebab utamanya, karena kebijakan dan keputusan instan yang mereka buat sendiri. Kebijakan ini terjadi ketika partai tidak percaya diri terhadap kader-kader hasil didikannya sendiri.
Seketika menjelang pemilu, barulah muncul kader-kader berwajah baru. Jika kader yang muncul tersebut memiliki pandangan yang sejalan dengan partai, maka itu merupakan sebuah keuntungan bagi partai. Dan jika sebaliknya terjadi, maka partai akan dirugikan. Rugi dan untung partai yang berlandaskan misi partai tidak menjadi persoalan, yang penting ada, dan bisa jadi misi partai dikesampingkan.
Kader yang dimunculkan oleh partai dengan dua ketentuan berupa; popular atau tidak, dan kaya atau tidak. Kader yang boleh dimunculkan juga memiliki ketentuan yang sama, akan tetapi lebih cendrung kaya atau tidak.
Internal Partai Kehilangan Wibawa dan Kendali Ketegasan dan kewibawaan seorang pemimpin partaipun sudah tidak ada, ketika yang menjadi pegangan dalam berorganisasipun dirubah. Pemimpin partai tidak akan berani menegur bawahannya yang salah dan kaderpun akan berbuat sesukanya. Pemimpin partai akan malu menegur kesalahan kadernya karena dia sendiri melakukan hal yang sama dan kaderpun tak segan-segan berbuat kesalahan karena pimpinannya memberikan contoh yang salah. Sehingga di internal partai akan kehilangan kendali, wibawa dan harga diri, tetap kelihatan kokoh dan solit tampak dari luar. Hanya fatamorgana belaka.
Sisi Gelap Pemenangan Partai dan Kader pada Pemilu Partai, pemimpin partai dan kader partai sama-sama tidak percaya diri terhadap masyarakat karena telah melanggar aturan yang dibuat sendiri. Mau dan atau tidak mau, mereka harus tetap seolah-olah menjadi bagian dari masyarakat yang akan memperjuangkan hak-hak masyarakat. Masa kampanye tiba, ketika mereka menyampaikan visi dan misinya, masyarakat sudah percaya, jenuh dan apatis melihat sikap mereka yang tidak meyakinkan. Berbagai macam cara yang dilakukan agar masyarakat berhasil untuk dikelabuhi, termasuk cara-cara yang melanggar Undang-Undang dan itupun tetap ditempuh. Money politic pun terjadi dan tidak bisa dibendung lagi. Tersistematis, sistemik dan bersama-sama dalam menjalankan money politic yang dilarang itu. Masih hangat terasa di ingatan kita pemiluleg 9 April 2014 yang lalu, kelam dan menyedihkan. Berawal dari Kolusi, akan mucul Korupsi untuk menutupi Kolusi dan muncul lagi yang namanya Nipotisme untuk menutupi dan sekaligus menjaga pola-pola yang salah itu.
Langkah Antisifasi Partai Politik dan KPU Melakukan pengkaderan dengan gencar adalah langkah yang sudah sangat tepat. Pematangan pengkaderan harus dilakukan secara bertahap, berkala dan sistematis.
Penyaringan calon legislatif yang dilakukan oleh partai harus diperketat. Ketika diajukan partai kepada KPU calon-calon Legislatif, maka KPU harus melakukan test dan proper test terhadap calon yang diusulkan partai itu. Memang betul itu adlah hak dari partai politik untuk mengajukan usulan calonnya dan KPU hanya men-sah-kan saja, tanpa mengurangi rasa hormat terhadap partai politik, calon yang diajukan oleh partai politik harus diuji lagi oleh KPU karena ini menyangkut nasib kita semua rakyat Indonesia kedepannya.
Paling tidak KPU membuat sebuah ajang adu debat kandidat disetiap dapil dengan teknis-teknis tertentu yang dipertontonkan dihadapan masyarakat. Sehingga masyarakat bisa melihat dan menilai dengan jelas kualitas dari calon-calon wakil mereka yang akan menduduki kursi di sebuah lembaga terhormat.
Ketapang, 30 April 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H