Peran Selfefficacy Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar SiswaÂ
A.PENDAHULUAN
Pendidikan adalah sebuah proses yang melibatkan faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri siswa, seperti minat belajar, motivasi, bakat, dan persepsi mereka terhadap pelajaran atau guru. Sementara itu, faktor eksternal mencakup lingkungan belajar, keluarga, latar belakang sosial ekonomi, serta perhatian orang tua dalam mendukung proses belajar anak.
Pendidikan memainkan peran penting dalam membentuk sumber daya manusia yang berkualitas untuk masa depan. Salah satu faktor yang mendukung kualitas pembelajaran siswa adalah self-efficacy, atau keyakinan diri mereka terhadap kemampuan untuk menyelesaikan tugas. Individu dengan self-efficacy yang tinggi lebih cenderung untuk memanfaatkan potensi diri mereka secara optimal
Menurut Bandura, self-efficacy memiliki pengaruh besar terhadap perilaku seseorang. Siswa yang memiliki keyakinan diri yang rendah mungkin merasa kurang berusaha dalam belajar karena tidak percaya bahwa upaya tersebut akan membantu. Sebaliknya, siswa dengan keyakinan diri yang tinggi akan menghadapi tugas-tugas sulit dengan lebih percaya diri, melihatnya sebagai tantangan yang bisa diatasi.
Self-efficacy juga terkait erat dengan motivasi dan kegigihan individu dalam menghadapi hambatan. Siswa yang percaya diri terhadap kemampuannya cenderung lebih tangguh saat menghadapi kesulitan dalam belajar. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya rasa percaya diri dalam mendukung proses pembelajaran yang efektif.
Lingkungan dan latar belakang sosial setiap siswa yang berbeda mempengaruhi pembentukan keyakinan diri mereka. Dengan self-efficacy yang kuat, siswa akan lebih mudah berinteraksi di lingkungan belajar. Sebaliknya, siswa yang kurang percaya diri sering merasa minder dan enggan untuk berpartisipasi, yang dapat menghambat proses pembelajaran.
Keyakinan diri yang rendah, yang ditandai dengan perasaan tidak mampu atau tidak berharga, seringkali menjadi penghalang dalam mencapai prestasi belajar. Prestasi belajar itu sendiri adalah hasil dari proses pembelajaran yang mencerminkan perubahan perilaku, pengetahuan, sikap, dan keterampilan setelah proses belajar selesai. Siswa yang berhasil adalah mereka yang mampu mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Kesimpulannya, self-efficacy sangat penting dalam proses pendidikan, karena keyakinan diri seseorang sangat mempengaruhi motivasi dan keberhasilan mereka dalam mencapai hasil belajar yang optimal.
B.PEMBAHASAN
1. Self Efficac
Self-efficacy adalah bagian dari pengetahuan diri atau self-knowledge yang memiliki dampak signifikan pada kehidupan sehari-hari individu. Hal ini disebabkan oleh kemampuan self-efficacy untuk mempengaruhi bagaimana seseorang memilih tindakan yang akan mereka ambil untuk mencapai tujuan, termasuk bagaimana mereka menghadapi masalah atau situasi yang sulit.
Albert Bandura (1977) memperkenalkan konsep ini dan menjelaskan bahwa self-efficacy berkaitan dengan keyakinan individu terhadap kemampuan mereka dalam mengatasi situasi tertentu. Self-efficacy dapat didefinisikan sebagai keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk melakukan tindakan yang dibutuhkan dalam situasi khusus atau tugas tertentu. Individu dengan tingkat self-efficacy yang tinggi akan berusaha lebih keras dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi tantangan.
Self-efficacy juga berperan dalam bagaimana seseorang berpikir, merasakan, dan memotivasi dirinya. Terdapat empat aspek yang terkait dengan self-efficacy, yaitu kognitif, motivasi, afektif, dan proses seleksi. Dalam konteks belajar, self-efficacy berkaitan dengan kemampuan siswa untuk mengatasi masalah dan mempengaruhi prestasi belajar mereka. Siswa yang sering berhasil dalam proses belajar menunjukkan self-efficacy yang tinggi, sementara siswa yang gagal cenderung memiliki self-efficacy yang rendah.
Menurut Alwisol (2006), self-efficacy adalah evaluasi diri terhadap seberapa baik seseorang dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Hal ini melibatkan keyakinan bahwa individu memiliki kemampuan untuk melakukan tugas sesuai harapan.
Siswa yang memiliki self-efficacy tinggi percaya bahwa mereka bisa menyelesaikan tugas-tugas yang dihadapi. Sebaliknya, siswa dengan self-efficacy rendah cenderung menghindari tugas dan merasa tidak mampu, yang mengakibatkan kegagalan dalam tugas yang mereka lakukan.
Indah (2009, dalam Susanti dan Aula, 2016) menyebutkan bahwa self-efficacy memiliki beberapa peran, yaitu:
1. Menentukan pilihan tingkah laku
2. Menentukan besarnya usaha dan ketekunan yang dilakukan
3. Mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional
4. Meramalkan tingkah laku selanjutnya
5. Menunjukkan kinerja selanjutnya.
Bandura juga menekankan bahwa self-efficacy memengaruhi ketahanan individu dalam menghadapi kesulitan, mempengaruhi pola pikir kognitif, serta memengaruhi bagaimana individu menghadapi stres atau depresi dalam situasi sulit.
Terdapat tiga dimensi dari self-efficacy, yaitu:
1. Level (magnitude) -- berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang diyakini individu dapat diatasi.
2. Strength (kekuatan) -- berhubungan dengan kekuatan keyakinan individu terhadap kemampuan mereka, yang menentukan ketekunan dalam menghadapi tantangan.
3. Generality (generalisasi) -- mengacu pada seberapa luas keyakinan self-efficacy dapat diterapkan dalam berbagai situasi.
Individu dengan self-efficacy tinggi cenderung lebih percaya diri, melihat kesulitan sebagai tantangan, dan menetapkan tujuan yang menantang bagi diri mereka. Mereka juga lebih bersemangat dalam menghadapi kegagalan dan mampu mengatasi situasi stres dengan keyakinan bahwa mereka bisa mengendalikannya.
Sebaliknya, individu dengan self-efficacy rendah cenderung merasa tidak mampu, mudah cemas, dan cenderung menghindari tugas-tugas sulit. Mereka mudah putus asa ketika menghadapi rintangan dan lambat dalam memulihkan semangat setelah mengalami kegagalan.
Secara keseluruhan, self-efficacy yang rendah akan menghambat perkembangan kemampuan individu, sementara self-efficacy yang tinggi akan mendorong individu untuk terus berusaha dan mengembangkan keterampilan yang diperlukan.
2. Prestasi belajar
Kemampuan intelektual siswa sangat mempengaruhi keberhasilan dalam mencapai hasil belajar yang optimal. Untuk mengevaluasi keberhasilan tersebut, perlu dilakukan evaluasi guna mengetahui prestasi yang telah dicapai setelah proses belajar mengajar berlangsung. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar adalah penguasaan terhadap pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari mata pelajaran, yang biasanya ditunjukkan melalui nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru.
Prestasi siswa adalah hasil yang diperoleh dari aktivitas belajar. Ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar karena prestasi adalah hasil dari pembelajaran itu sendiri. Perubahan perilaku atau kemampuan yang dihasilkan dari aktivitas belajar mencerminkan prestasi yang dicapai. Prestasi belajar biasanya diukur secara kuantitatif, misalnya dengan nilai rapor.
Prestasi belajar melibatkan tiga aspek utama, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Hal ini menggambarkan kemampuan siswa dalam memahami, mempelajari, dan menerapkan pengetahuan. Prestasi juga merupakan hasil maksimal yang dapat dicapai siswa berdasarkan kemampuan mereka selama periode tertentu.
Slamento (2010) menyatakan bahwa belajar adalah cara untuk menghasilkan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui proses belajar, pengetahuan, keterampilan, serta perilaku siswa akan berkembang. Setiap siswa akan mencapai prestasi belajar yang berbeda karena dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Menurut Slamento (2010) dan Ngalim Purwanto (2002), terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu faktor internal dan faktor eksternal:
1. Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa, termasuk:
Faktor Fisiologis: Kondisi fisik siswa seperti kesehatan dan stamina memengaruhi kemampuan belajar. Kelelahan fisik, indra, atau mental juga bisa mempengaruhi prestasi belajar.
Faktor Psikologis: Terdiri dari intelegensi, minat, bakat, motivasi, dan konsep diri. Intelegensi berhubungan dengan kemampuan siswa memahami pelajaran, sementara minat dan bakat mempengaruhi keinginan dan kemampuan siswa untuk belajar. Motivasi adalah dorongan yang sangat penting dalam proses belajar, dan konsep diri menentukan bagaimana siswa melihat kemampuan mereka sendiri.
2. Faktor Eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, termasuk:
Faktor Keluarga: Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama bagi siswa. Keterlibatan dan perhatian orang tua sangat berpengaruh terhadap motivasi dan prestasi belajar anak.
Faktor Lingkungan Sekolah: Sekolah memainkan peran penting dalam prestasi siswa karena siswa menghabiskan sebagian besar waktunya di sana. Gaya mengajar guru, kurikulum, hubungan antara guru dan siswa, serta sarana pembelajaran semuanya berpengaruh.
Faktor Masyarakat: Lingkungan sosial di mana siswa berada juga dapat mempengaruhi prestasi belajar, termasuk teman-teman bermain dan aktivitas di masyarakat.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal (dari dalam diri siswa) dan faktor eksternal (dari lingkungan siswa). Kombinasi kedua faktor ini sangat menentukan bagaimana siswa mencapai keberhasilan dalam belajar.
3.Peranan Self Efficacy dalam meningkatkan prestasi belajar siswa
Self-efficacy memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang memiliki self-efficacy tinggi akan mampu memaksimalkan potensinya. Salah satu aspek yang sangat dipengaruhi oleh self-efficacy adalah prestasi belajar. Bandura (1997) menyatakan bahwa self-efficacy memiliki pengaruh signifikan terhadap prestasi dalam mata pelajaran seperti matematika dan kemampuan menulis. Hal ini didukung oleh penelitian lain, termasuk penelitian Rahil Muhyadin et al. (2006) yang menunjukkan korelasi positif antara self-efficacy dengan prestasi bahasa Inggris.
Siswa dengan self-efficacy tinggi cenderung menunjukkan perilaku yang lebih aktif dalam belajar dibandingkan siswa yang memiliki self-efficacy rendah. Self-efficacy penting untuk dikembangkan pada siswa, karena ini akan membantu mereka dalam menghadapi pelajaran, baik yang mudah dipahami maupun yang sulit. Siswa yang memiliki self-efficacy tinggi tidak akan mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan dalam belajar.
Selama proses belajar, siswa sering dihadapkan pada berbagai tantangan. Oleh karena itu, penting bagi siswa untuk memiliki daya tahan fisik dan mental yang kuat. Siswa perlu menganggap tantangan sebagai peluang untuk belajar, bukan hambatan. Siswa dengan self-efficacy tinggi cenderung bekerja lebih keras untuk mengatasi masalah, sementara siswa dengan self-efficacy rendah lebih mudah menyerah.
Siswa yang tekun belajar akan menilai self-efficacy mereka sendiri berdasarkan kesuksesan yang mereka capai. Ketika mereka berhasil, mereka akan merasa lebih percaya diri dan mengaitkan keberhasilan tersebut dengan kemampuan mereka sendiri, yang secara tidak langsung meningkatkan self-efficacy. Sebaliknya, siswa yang merasa tidak mampu akan cenderung kurang termotivasi untuk belajar lebih keras, yang dapat berdampak negatif pada prestasi mereka.
Self-efficacy juga mempengaruhi tujuan siswa, mendorong mereka untuk meraih prestasi yang lebih baik. Self-efficacy sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengalaman sukses, pengalaman orang lain, persuasi verbal, dan kondisi fisiologis. Collins (2003) menemukan bahwa siswa yang memiliki kemampuan matematika dan self-efficacy yang tinggi lebih cepat menyusun strategi, mencari solusi, dan menyelesaikan masalah dibandingkan siswa yang memiliki kemampuan serupa tetapi self-efficacy rendah.
Menurut Zimmerman et al. (1992), self-efficacy dalam pembelajaran berdampak langsung pada prestasi belajar dan meningkatkan nilai siswa. Pintrich dan Garcia (1991) menemukan bahwa siswa yang percaya pada kemampuan mereka akan menggunakan strategi kognitif dan metakognitif lebih baik daripada siswa yang tidak percaya pada kemampuan mereka sendiri.
Hasil belajar sangat berkaitan dengan self-efficacy. Siswa dengan self-efficacy rendah cenderung merasa tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas sekolah, yang berdampak negatif pada prestasi mereka. Jika kondisi ini terus berlangsung, mereka mungkin mengalami kesulitan dalam belajar dan bahkan berpotensi mengulang kelas, yang pada akhirnya mempengaruhi kondisi psikologis mereka. Sebaliknya, siswa dengan self-efficacy tinggi akan lebih percaya diri dalam menyelesaikan tugas, meningkatkan peluang mereka untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik.
Siswa dengan self-efficacy tinggi lebih terbuka terhadap tantangan baru dan lebih berani keluar dari zona nyaman mereka, sehingga mereka lebih banyak memperoleh pengetahuan baru dibandingkan siswa dengan self-efficacy rendah. Kepercayaan diri, optimisme, dan motivasi juga berperan dalam mendukung prestasi belajar siswa, tetapi self-efficacy memberikan kontribusi yang signifikan. Dukungan dari orang tua dan teman sebaya juga membantu meningkatkan prestasi siswa.
Siswa yang melihat temannya berhasil mengerjakan tugas dengan baik akan terdorong untuk percaya bahwa mereka juga mampu melakukannya, yang secara tidak langsung meningkatkan self-efficacy mereka. Sebaliknya, jika teman mereka gagal, hal ini bisa menurunkan self-efficacy siswa, terutama jika teman yang gagal tersebut dikenal sebagai siswa yang pintar.
Guru juga memainkan peran penting dalam menumbuhkan self-efficacy siswa melalui persuasi verbal berupa nasihat dan motivasi, yang dapat membantu siswa untuk lebih berusaha dan percaya bahwa mereka mampu menyelesaikan tugas yang diberikan. Dengan self-efficacy yang tinggi, siswa akan lebih percaya diri dalam mencapai tujuan pendidikan mereka dan meningkatkan prestasi belajar.
C.KESIMPULAN
Self-efficacy memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam mengoptimalkan potensi individu. Meskipun seseorang mungkin memiliki potensi besar, tanpa self-efficacy yang kuat, potensi tersebut tidak akan teraktualisasi secara optimal. Bandura (1994) menyebutkan bahwa self-efficacy merupakan salah satu landasan dari tindakan manusia, di mana apa yang seseorang pikirkan, yakini, dan rasakan akan memengaruhi bagaimana mereka bertindak. Terdapat hubungan erat antara kepercayaan diri (self-construction) dan prestasi akademik, di mana keyakinan siswa tentang kemampuan diri mereka mempengaruhi perilaku akademis mereka.
Siswa sering kali menghadapi kesulitan dalam belajar bukan karena mereka tidak mampu menguasai pelajaran tersebut, melainkan karena mereka memiliki persepsi bahwa mereka tidak akan berhasil. Pandangan ini, meskipun tidak sesuai dengan kenyataan, dapat menghalangi siswa untuk mencapai potensi akademik penuh mereka.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa guru memiliki peran penting dalam meningkatkan self-efficacy siswa. Dengan memberikan motivasi secara berkelanjutan dan membangkitkan minat belajar, guru dapat membantu siswa merasa lebih yakin akan kemampuan mereka. Peran guru ini penting agar siswa dapat membuat keputusan akademik yang sesuai dengan minat dan bakat mereka di masa depan.
Siswa yang memiliki self-efficacy rendah cenderung memiliki pemikiran yang tidak realistis atau merasa kurang mampu secara akademis, yang dapat mempengaruhi pilihan karir mereka di masa depan dan menurunkan minat mereka terhadap pendidikan. Hal ini akhirnya dapat berdampak negatif pada prestasi belajar mereka.
Sekolah juga harus menjadi lingkungan yang mendukung perkembangan self-efficacy siswa. Salah satu cara untuk melakukannya adalah melalui kegiatan seperti diskusi kelompok, di mana setiap siswa diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat mereka. Dengan memberikan umpan balik yang positif terhadap jawaban mereka, guru dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri siswa dan memperkuat self-efficacy mereka secara bertahap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H