Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Investasi Syariah, Jalan Cerdas Menuju Kemakmuran yang Berkah dan Menenangkan Hati

17 Januari 2025   15:29 Diperbarui: 17 Januari 2025   15:29 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia, dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki potensi luar biasa untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi syariah global. 

Data dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri pada Kuartal I 2024 menunjukkan bahwa sekitar 87 persen atau sebanyak 245.973.915 penduduk Indonesia adalah Muslim. 

Angka ini menggambarkan pasar yang sangat besar dan haus akan produk serta layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam,termasuk produk investasi syariah.

Kondisi tersebut diantisipasi oleh para pelaku industri keuangan syariah dengan mengembangkan beragam produk investasi syariah.

Namun, sebelum berinvestasi ada baiknya masyarakat menambah pemahaman tentang produk-produknya, agar dapat membuat keputusan investasi yang lebih bijaksana, sesuai profil diri, dan kemampuan keuangannya, serta memastikan produk investasi yang dipilih benar-benar Islami.

Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita bahas terlebih dahulu apa itu investasi syariah, definisi, serta prinsip-prinsipnya.

Definisi dan Prinsip-Prinsip Investasi Syariah

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Investasi Syariah merupakan investasi yang dalam praktiknya dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam.

Prinsip Syariah Islam yang dimaksud dalam investasi syariah, berazaskan pada etika dan moral Islami, termasuk patuh pada hukum-hukum ekonomi dan keuangan Islam.

Hal-hal tersebut, mencakup beberapa tindakan yang harus dihindari yaitu segala macam yang dianggap sebagai kegiatan yang tidak halal, seperti praktik bunga atau riba, spekulasi berlebihan yang mendorong pada ketidakjelasanan atau gharar,  perjudian, dan bisnis-bisnis lain yang tidak sesuai dengan syariah Islam.

Investasi berdasarkan syariah Islam, lebih dari sekedar mengejar keuntungan secara finansial tetapi juga mencerminkan komitmen terhadap nilai-nilai keadilan, transparansi, dan keberlanjutan seperti yang menjadi prinsip dasar ekonomi Islam. 

Dalam bahasa manajemen modern, biasanya disebut Good Corporate Governance (GCG).

Nah, prinsip-prinsip ini memberikan landasan kepada masyarakat untuk memilih instrumen investasi syariah apa saja yang sesuai dengan appetite investasi mereka, tapi tetap berpegah teguh pada prinsip syariah.

Jenis-Jenis Investasi Syariah.

Pilihan investasinya cukup beragam, paling tidak ada 7 jenis produk investasi syariah yang cukup familiar di masyarakat Indonesia.

Mulai dari produk investasi syariah yang ditransaksikan lewat Perbankan seperti Deposito Syariah, maupun Pasar Modal misalnya investasi saham syariah, reksadana syariah, obligasi syariah atau biasa disebut sukuk, baik yang diterbitkan oleh korporasi atau Pemerintah.

Dan, investasi syariah yang dimungkinkan untuk dilakukan di luar kedua institusi keuangan tadi, seperti investasi emas syariah dan investasi properti.

Sebenarnya masih ada jenis investasi syariah lain, tetapi kurang familiar di masyarakat karena produk investasi syariah ini cukup shopisticated, dan membutuhkan pemahaman lebih dalam, seperti Exchange Trade Fund (ETF) Syariah dan Efek Beragun Aset (EBA) Syariah.

Deposito Syariah

Dari seluruh jenis investasi syariah, yang paling familiar bagi masyarakat ialah Deposito Syariah. Deposito secara umum merupakan produk keuangan perbankan yang sudah cukup lama ada, jauh sebelum jenis investasi lain menjadi populer.

Deposito, kita sudah tahu, adalah produk perbankan untuk menabung dengan jangka waktu tertentu. Nah, deposito syariah ini seperti deposito biasa, tapi dikelola dengan cara yang berbeda. 

Kalau deposito biasa memberikan bunga sebagai keuntungan, sedangkan deposito syariah menggunakan akad-akad syariah tertentu, seperti mudharabah (bagi hasil) atau wakalah (pemberian kuasa).  Artinya, keuntungan yang didapat itu berasal dari hasil pengelolaan dana oleh bank. 

Mengutip Sharia Economic Outlook BSI 2025, prospek nilai bagi hasil deposito syariah Indonesia pada tahun 2025, diperkirakan akan terus tumbuh positif. Hal ini didorong oleh propek pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang kian moncer.

Pasar Modal Syariah

Undang-undang mengatur kegiatan di pasar modal, termasuk jual beli saham dan obligasi. Nah, pasar modal syariah ini sebenarnya sama saja, perbedaannya utama terletak pada prinsip-prinsip yang mendasarinya.

Jika di pasar modal konvensional, transaksi seringkali didorong oleh semata-mata keuntungan materi, maka di pasar modal syariah, setiap transaksi harus sesuai dengan nilai-nilai Islam. 

Tidak ada unsur riba (bunga), perjudian, atau investasi pada bisnis yang haram. Semua kegiatan di sini harus bersih dan transparan.  

Dasar hukumnya adalah Al-Quran dan Hadits, yang kemudian dijelaskan lebih lanjut oleh para ulama. Prinsip dasarnya adalah segala bentuk transaksi diperbolehkan, kecuali ada aturan agama yang melarangnya. 

Tonggak sejarah pasar modal syariah Indonesia ditandai dengan peluncuran reksa dana syariah pertama pada tahun 1997 oleh PT Danareksa Investment Management. 

Selanjutnya, pada tahun 2000, Bursa Efek Indonesia memperkenalkan Jakarta Islamic Index yang berfungsi sebagai acuan bagi investor untuk memilih saham-saham yang sesuai dengan syariat Islam. 

Dengan adanya indeks ini, investor muslim kini memiliki lebih banyak pilihan investasi yang sejalan dengan nilai-nilai agama mereka.

Pilihan investasi yang dimaksud , merupakan produk keuangan yang memenuhi syarat agar disebut efek syariah,sebagaimana ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) melalui fatwa, dengan bekerjasama dengan OJK.

Adapun produk keuangan syariah di pasar modal adalah Saham Syariah, Reksadana Syariah dan Obligasi Syariah atau Sukuk.

Saham Syariah

Menurut OJK, saham syariah merupakan efek berbentuk saham yang memenuhi ketentuan syariat Islam. 

Status saham sebagai saham syariah dapat diperoleh melalui dua mekanisme: pertama, melalui seleksi yang dilakukan oleh OJK berdasarkan Peraturan OJK Nomor 35/POJK.04/2017, dan kedua, melalui pernyataan mandiri oleh emiten atau perusahaan publik, sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 17/POJK.04/2015.

Pada dasarnya, terdapat dua kriteria utama sebuah perusahaan go publik atau emiten, sahamnya layak digolongkan ke dalam saham syariah atau tidak.

Pertama, dari sisi jenis usahanya, perusahaan atau emiten tersebut tidak boleh terlibat dalam kegiatan yang dilarang dalam Islam, seperti perjudian, perdagangan barang haram seperti minuman keras, riba, atau transaksi yang mengandung unsur ketidakpastian. 

Kedua, dari sisi struktur dan kondisi keuangannya, perusahaan harus memiliki struktur keuangan yang sehat, yaitu rasio utang terhadap aset tidak boleh terlalu tinggi dan pendapatan dari kegiatan yang tidak halal tidak boleh melebihi batas yang ditentukan. 

Hingga November 2024, menurut catatan Bursa Efek Indonesia (BEI) ada 616 emiten, yang sahamnya masuk kategori saham syariah, atau setara dengan 68 persen, dari seluruh perusahaan go publik di BEI.

Dari sisi transaksi, dalam kurun waktu yang sama, saham syariah mendominasi transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kontribusi 76 persen dari total volume transaksi, 58 persen dari nilai transaksi, dan 71 persen dari frekuensi transaksi. 

Kapitalisasi pasar saham syariah juga mencapai Rp6.828 triliun, setara dengan 55,3 persen dari total kapitalisasi BEI, yang sebesar Rp13.384 triliun.

Sementara, jumlah investor saham syariah pun terus meningkat, menjadi 167.552 investor, per November 2024,tumbuh 268 persen sejak 2018 yang hanya 44.000 investor.

Untuk tahun 2025, mengutip keterangan BEI, peluang pengembangan Pasar Modal Syariah termasuk Saham Syariah ada di pasar ritel. Karena jumlah angkatan kerja produktif masih akan terus mendominasi investor di pasar modal Indonesia.

Meskipun pasar modal syariah di Indonesia berpotensi terus tumbuh pesat, masih ada beberapa tantangan yang harus diatasi.

Rendahnya tingkat literasi masyarakat mengenai investasi syariah, ekosistem keuangan syariah yang belum terintegrasi sepenuhnya, dan penggunaan teknologi yang masih tertinggal dibandingkan dengan sistem konvensional menjadi kendala utama.

Reksadana Syariah 

Dilansir dari situs OJK, Reksadana syariah merupakan wadah investasi kolektif yang menghimpun dana masyarakat untuk dikelola secara profesional berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. 

Dana yang terkumpul akan diinvestasikan pada berbagai instrumen keuangan seperti saham syariah, sukuk (obligasi syariah), dan instrumen pasar uang syariah yang telah memenuhi ketentuan syariah. 

Seluruh proses investasi yang dilakukan dalam reksadana syariah harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh DSN-MUI. Ini berarti bebas dari unsur riba, gharar, dan maisir, dan Manajer Investasi yang mengelola reksadana syariah tersebut harus memastikannya.

Jumlah dana kelolaan reksadana syariah per September 2024, menurut catatan OJK mencapai Rp47,47 triliun, naik 9,88 persen dibandigkan periode yang sama tahun lalu.

Reksadana syariah diproyeksikan akan semakin berkibar, mengingat potensi returnnya yang kompetitif, serta menjamin investasinya tidak melenceng dari prinsip-prinsip syariat Islam.

Obligasi Syariah atau Sukuk

Mengutip OJK, obligasi syariah atau sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian tak terpisahkan atau tidak terbagai atas aset yang mendasarinya (underlying asset)

Underlying asset adalah aset nyata yang memberikan nilai dan menjamin pembayaran kembali sukuk. Jadi, ketika kita menginvestasikan uang di sukuk, sebenarnya kita ikut memiliki sebagian dari aset dasar tersebut. 

Berdasarkan penerbitnya, sukuk terdiri dari dua jenis,

Pertama, Sukuk Negara yang diterbitkan oleh Pemerintah untuk kebutuhan pembiayaan pembangunan melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang penerbitannya diatur lewat Undang-Undang nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Kedua, Sukuk Korporasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik swasta maupun BUMN yang penerbitannya di atur oleh Peraturan OJK (POJK) Nomor 3 tahun 2018 tentang Perubahan Atas POJK Momor 18 Tahun 2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Sukuk.

Karakteristik utama Sukuk adalah :

  • Harus ada aset dasarnya: Setiap sukuk pasti punya aset yang menjadi dasarnya, bisa tanah, bangunan, atau proyek tertentu.
  • Bukti kepemilikan: Sukuk adalah bukti kalau kamu punya bagian dari aset tersebut.
  • Keuntungannya halal: Keuntungan yang kamu dapat dari sukuk itu halal, karena tidak ada unsur riba (bunga yang berlebih), gharar (ketidakpastian), atau maisir (judi). Keuntungannya bisa berupa sewa, selisih harga, atau bagi hasil, tergantung jenis sukuknya.
  • Penggunaannya sesuai syariah: Dana yang terkumpul dari penjualan sukuk harus digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan ajaran Islam.

Secara umum, jenis sukuk juga bisa dibedakan berdasarkan akad yang digunakan saat penerbitan. Di Indonesia akad yang sering digunakan untuk membuat sukuk adalah ijarah (sewa-menyewa), mudharabah (kerja sama modal), musyarakah (kerja sama modal dan usaha), istishna (pesan beli barang yang belum ada), dan salam (pesan beli barang yang sudah ada). 

Selain itu, masih ada akad lain yang boleh digunakan asalkan sesuai dengan aturan agama Islam dan pasar modal.

Salah satu yang lagi hype dari penerbitan sukuk ini, adalah sukuk ritel yang diterbitkan oleh Negara, jenisnya bisa  berupa seri Sukuk Rotel maupun seri Suku Tabungan.

Untuk tahun 2025, investasi di sukuk masih cukup menjanjikan ditengah situasi ekonomi global dan domestik yang belum ada kepastian.

Investasi Emas Syariah

Emas telah lama diakui sebagai instrumen investasi yang syariah. Penggunaan emas sebagai alat tukar telah menjadi praktik umum sejak zaman dahulu. 

Dalam perkembangannya, konsep investasi emas digital turut muncul. Investasi emas digital dapat dikategorikan sebagai investasi syariah dengan catatan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan prinsip syariah, seperti skema ponzi, dan adanya jaminan atas kepemilikan fisik emas.

Investasi Properti 

Investasi properti menawarkan alternatif yang menarik bagi mereka yang ingin berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah. 

Pembelian rumah, apartemen, atau kondominium dapat dikategorikan sebagai investasi syariah selama sumber dana yang digunakan halal dan aset properti tersebut tidak dimanfaatkan untuk tujuan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. 

Penutup

Potensi besar industri keuangan syariah di Indonesia didukung oleh populasi Muslim yang besar dan kelas menengah yang terus berkembang. 

Dengan beragam produk investasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, investor memiliki pilihan yang luas untuk menyeimbangkan nilai-nilai spiritual dan keuntungan finansial. 

Indonesia berpeluang menjadi pusat utama keuangan syariah di dunia, mengingat meningkatnya permintaan global terhadap produk halal. 

Namun, untuk mencapai tujuan ini, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, regulator, lembaga keuangan, dan masyarakat. 

Dengan meningkatkan literasi keuangan, memperkuat kerangka peraturan, dan mendorong inovasi, kita dapat menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pertumbuhan industri syariah. 

Hal ini tidak hanya akan memberikan manfaat bagi individu melalui diversifikasi portofolio dan investasi yang bernilai, tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun