Tidak ada unsur riba (bunga), perjudian, atau investasi pada bisnis yang haram. Semua kegiatan di sini harus bersih dan transparan. Â
Dasar hukumnya adalah Al-Quran dan Hadits, yang kemudian dijelaskan lebih lanjut oleh para ulama. Prinsip dasarnya adalah segala bentuk transaksi diperbolehkan, kecuali ada aturan agama yang melarangnya.Â
Tonggak sejarah pasar modal syariah Indonesia ditandai dengan peluncuran reksa dana syariah pertama pada tahun 1997 oleh PT Danareksa Investment Management.Â
Selanjutnya, pada tahun 2000, Bursa Efek Indonesia memperkenalkan Jakarta Islamic Index yang berfungsi sebagai acuan bagi investor untuk memilih saham-saham yang sesuai dengan syariat Islam.Â
Dengan adanya indeks ini, investor muslim kini memiliki lebih banyak pilihan investasi yang sejalan dengan nilai-nilai agama mereka.
Pilihan investasi yang dimaksud , merupakan produk keuangan yang memenuhi syarat agar disebut efek syariah,sebagaimana ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) melalui fatwa, dengan bekerjasama dengan OJK.
Adapun produk keuangan syariah di pasar modal adalah Saham Syariah, Reksadana Syariah dan Obligasi Syariah atau Sukuk.
Saham Syariah
Menurut OJK, saham syariah merupakan efek berbentuk saham yang memenuhi ketentuan syariat Islam.Â
Status saham sebagai saham syariah dapat diperoleh melalui dua mekanisme: pertama, melalui seleksi yang dilakukan oleh OJK berdasarkan Peraturan OJK Nomor 35/POJK.04/2017, dan kedua, melalui pernyataan mandiri oleh emiten atau perusahaan publik, sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 17/POJK.04/2015.
Pada dasarnya, terdapat dua kriteria utama sebuah perusahaan go publik atau emiten, sahamnya layak digolongkan ke dalam saham syariah atau tidak.
Pertama, dari sisi jenis usahanya, perusahaan atau emiten tersebut tidak boleh terlibat dalam kegiatan yang dilarang dalam Islam, seperti perjudian, perdagangan barang haram seperti minuman keras, riba, atau transaksi yang mengandung unsur ketidakpastian.Â