Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rokok, Dimusuhi Layaknya Narkoba, Tapi Cukainya Diburu Bak Harta Karun

7 Januari 2025   12:06 Diperbarui: 8 Januari 2025   10:29 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya hidup tidak sehat, termasuk merokok memang menjadi salah satu penyebabnya, tapi kan gaya hidup tak sehat tak berhenti di merokok saja.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mengungkap fakta bahwa hampir seluruh masyarakat Indonesia (95,5%) tidak mengonsumsi buah dan sayur dalam jumlah yang cukup. 

Kondisi ini diperparah dengan rendahnya tingkat aktivitas fisik (33,5%), tingginya prevalensi perokok harian di usia produktif (29,3%), serta tingginya angka obesitas, baik sentral (31%) maupun umum (21,8%). 

Jadi usulan Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti agar penyakit akibat merokok tak lagi akan di jamin BPJS Kesehatan, dari sudut pandang medis saja sudah tak masuk akal. 

Karena belum tentu penyakit katastropik yang diklaim disebabkan oleh konsumsi rokok tersebut, penyebabnya karena merokok. Terus bagaimana cara dokter memastikan penyakit katastropik ini berasal dari rokok, kecuali si pasien mengakui bahwa dirinya perokok.

Intinya, jika usulan itu dilanjutkan dan akhirnya menjadi sebuah kebijakan, akan menjadi komplek dalam pelaksanaanya di lapangan. 

Tak perlu lah BPJS Kesehatan mencari-cari alasan untuk tak membiayai kesehatan masyarakat hanya karena defisit yang sedang dialaminya.

Seandainya memang defisit BPJS terjadi, untuk menambalnya kan bisa mengusulkan untuk mendapatkan bagian khusus dari penerimaan cukai rokok, misalnya 10 persen atau berapalah itu, seperti di Thailand yang menggunakan pajak rokok untuk mengendalikan penyakit akibat rokok dan layanan kesehatan.

Betul, menurut data BPJS bahwa delapan penyakit katastropik itu menggerus sangat dalam keuangan mereka, karena klaim biaya kesehatan program JKN akibat penyakit tersebut menempati urutan teratas dengan tagihan mencapai Rp33,39 triliun per November 2024.

Tapi, ya jangan membuat usulan kebijakan yang konyol seperti itu. Kalau lah memang rokok dianggap oleh Pemerintah seberbahaya itu sehingga dijadikan alasan untuk tak membiayai penyakit yang disebabkan olehnya, kenapa tidak Pemerintah tutup saja seluruh ekosistem pengolahan tembakau. Jadikan rokok terlarang seperti narkoba!

Industri Tembakau Sumber Pendapatan Negara

Jangan cukai dari industrinya diburu bak harta karun, tetapi ogah menanggung akibat dari industri yang secara legal  diizinkan oleh negara.

Asal tahu saja, menurut data Kementerian Keuangan, rokok dan turunan pengelolaan tembakau masih menjadi andalan penyumbang penerimaan cukai terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun