Apalagi ditambah dengan trust issue kepada para pengelola negara yang kelihatannya terus semakin menjadi.
Trust issue ini muncul ya akibat kelakuan pemerintah sendiri. Mereka seolah kehilangan sensitifitas terhadap kondisi ekonomi rakyat. Jumlah kabinetnya "raksasa" dan terkesan hanya bagi-bagi kekuasaan.
Belum lagi tingkah para pejabatnya, yang secara personal pun tak menunjukan rasa empati, contoh kecilnya masalah konvoi mobil pejabat di luar Presiden dan Wakil Presiden.
Dan yang terpenting, rakyat tak melihat uang pajaknya mereka akan berguna bagi kesejahteraan rakyat, kecuali menghidupi gaya hidup mewah sang penggamit kekuasaan
Parahnya lagi, kedua isu tersebut kemudian dikemas sedemikian rupa oleh para pelaku politik untuk saling serang satu sama lain. Alhasil urusan kenaikan pajak ini menjadi jauh lebih komplek.Â
Di sisi lain, Pemerintah, empunya hajat kenaikan PPN ini terkesan terbata-bata dalam menjelaskan secara menyeluruh, mengapa mereka harus menaikan pajak, padahal "Sikonnya" sedang tak kondusif, memaparkan secara detil mana  barang dan jasa kena pajak dan mana tidak, serta kemana tambahan uang pajak itu akan berlabuh dan untuk apa dan siapa.
Tunda Kenaikan Pajak
Sejatinya tak ada yang bisa membantah bahwa pajak itu memang sangat dibutuhkan negara untuk membiayai operasional pemerintahan dan mensejahterakan rakyatnya.
Dan faktanya, Pemerintah saat ini membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai berbagai program kerjanya, padahal ruang fiskal yang tersedia sangat sempit
Masyarakat tidak bodoh untuk bisa memahami kondisi semuanya, ngerti juga apabila tarif pajak memang harus dinaikan pada akhirnya
Namun, yang diharapkan rakyat dari penolakan kenaikan pajak menjadi 12 persen, mbo yah Pemerintah ini sedikit berempati kepada rakyatnya, "situasi kami lagi susah , tolong jangan tambah lagi kesusahan kami"Â
Tunda kenaikan pajak hingga keadaan ekonomi masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan lebih baik lagi, itu saja.
Penutup
Kenaikan PPN 12 persen menempatkan pemerintah dalam dilema yang sulit. Di satu sisi, pemerintah dihadapkan pada tekanan untuk memenuhi target penerimaan negara selain keharusan untuk melaksanakan amanat Undang-Undang HPP.