Standar akuntansi memberikan kerangka kerja yang sama bagi semua perusahaan, sehingga laporan keuangan menjadi lebih transparan dan dapat diperbandingkan.Â
Dengan begitu, investor bisa dengan mudah membandingkan kinerja keuangan perusahaan A dengan perusahaan B, atau kinerja perusahaan tahun ini dengan tahun lalu.Â
Di Indonesia, standar akuntansi yang berlaku adalah Standar Akuntansi Keuangan (SAK). SAK ini banyak mengadopsi standar akuntansi internasional yang disebut International Financial Reporting Standards (IFRS). Dengan menggunakan standar yang sama, perusahaan Indonesia bisa lebih mudah bersaing di pasar global.
"Window Dressing": Ancaman Terselubung dalam Laporan KeuanganÂ
Penyusunan laporan keuangan  sesuai standar akuntansi dengan data keuangan yang valid merupakan kondisi ideal, sehingga semua pihak yang akan menggunakan laporan keuangan sebagai acuan untuk mengambil sebuah keputusan bisnis menjadi sangat terbantu.
Namun tak sedikit juga perusahaan yang merekayasa laporan keuangannya,untuk menarik lebih banyak investor. Dengan memoles angka-angka, perusahaan bisa terlihat lebih menguntungkan dan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya.Â
Atau, perusahaan mungkin sedang kesulitan keuangan dan perlu mendapatkan pinjaman. Untuk meyakinkan bank, mereka bisa saja "membumbui" laporan keuangannya agar terlihat lebih sehat.Â
Selain itu, perusahaan juga bisa saja menyembunyikan masalah yang mereka hadapi, seperti kerugian besar atau pelanggaran hukum. Tujuannya tentu saja untuk menghindari sanksi dari pemerintah atau regulator.Â
Dalam istilah di pasar keuangan hal ini biasanya disebut "window dressing" laporan keuangannya didandani agar terlihat cantik, mulus nan semlohai, padahal penampakan aslinya berbanding terbalik.
Praktik 'window dressing'Â ini sangat merugikan bagi berbagai pihak. Investor yang tertipu oleh laporan keuangan yang telah dimanipulasi bisa mengalami kerugian finansial yang besar.Â
Kreditor juga berisiko gagal mendapatkan kembali pinjamannya jika perusahaan ternyata tidak sehat seperti yang ditunjukkan dalam laporan keuangan. Selain itu, 'window dressing' juga merusak kepercayaan publik terhadap pasar modal dan dapat memicu krisis keuangan.
Untuk menghindari menjadi korban 'window dressing', investor perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang laporan keuangan dan melakukan analisis yang cermat.Â