Atau, perusahaan mungkin sedang kesulitan keuangan dan perlu mendapatkan pinjaman. Untuk meyakinkan bank, mereka bisa saja "membumbui" laporan keuangannya agar terlihat lebih sehat.Â
Selain itu, perusahaan juga bisa saja menyembunyikan masalah yang mereka hadapi, seperti kerugian besar atau pelanggaran hukum. Tujuannya tentu saja untuk menghindari sanksi dari pemerintah atau regulator.Â
Dalam istilah di pasar keuangan hal ini biasanya disebut "window dressing" laporan keuangannya didandani agar terlihat cantik, mulus nan semlohai, padahal penampakan aslinya berbanding terbalik.
Praktik 'window dressing' ini sangat merugikan bagi berbagai pihak. Investor yang tertipu oleh laporan keuangan yang telah dimanipulasi bisa mengalami kerugian finansial yang besar.Â
Kreditor juga berisiko gagal mendapatkan kembali pinjamannya jika perusahaan ternyata tidak sehat seperti yang ditunjukkan dalam laporan keuangan. Selain itu, 'window dressing' juga merusak kepercayaan publik terhadap pasar modal dan dapat memicu krisis keuangan.
Untuk menghindari menjadi korban 'window dressing', investor perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang laporan keuangan dan melakukan analisis yang cermat.Â
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah konsistensi laporan keuangan dari waktu ke waktu, perbandingan dengan perusahaan sejenis, serta opini audit dari akuntan publik yang independen.Â
Selain itu, investor juga perlu memperhatikan berita dan informasi lain yang relevan tentang perusahaan, seperti laporan media dan laporan hasil penelitian analis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H