Respon lain dari Pemerintah Chili untuk meredam aksi massa adalah dengan mengikuti sebagian besar poin-poin tuntutan masyarakat, yaitu membatalkan kenaikan tarif Metro, memulai proses penyusunan konstitusi baru untuk menggantikan konstitusi era Kediktatoran Augusto Pinochet yang dianggap tidak adil, melakukan perombakan kabinet besar-besaran serta menjanjikan penyelenggaraan Pemilu yang dipercepat, dengan janji Presiden Pinera tak maju lagi sebagai kandidat Presiden dalam Pemilu yang kemudian berlangsung pada 2021.
Reaksi kemarahan rakyat Chili yang bermula dari protes mereka terhadap kenaikan tarif Kereta Metro, menjadi titik balik penting dalam sejarah Chili, yang memicu perubahan sosial dan politik yang signifikan.
Padahal, di masa itu kondisi politik dan ekonomi Chili lagi bagus-bagusnya seperti yang tercermin dalam berbagai indikator ekonomi kunci saat itu,Â
Geliat ekonomi di Chili relatif stabil dengan rata-rata pertumbuhan PDB sekitar 3% per tahun dalam beberapa tahun terakhir sebelum protes.
Tingkat kemiskinan di Chili terus menurun secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir, menjadi hanya 5-6 persen, salah satu yang terendah di Amerika Latin.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Chili termasuk yang tertinggi di Amerika Latin, menunjukkan kemajuan dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan standar hidup.
Tingkat perkapita Chili pada masa itu luar biasa tingga di angka 14.551 US Dollar, jauh lebih tinggi dari Indonesia dan salah satu yang tertinggi di kawasan Amerika Selatan.
Sayangnya, indikator ekonomi positif Chili ini tidak mencerminkan distribusi kekayaan yang sebenarnya di dalam masyarakat.
Meskipun Chili memiliki PDB per kapita yang relatif tinggi, negara ini juga mengalami tingkat ketimpangan pendapatan yang tinggi. Gini coefficient, yang mengukur ketimpangan pendapatan, berada di sekitar 0,45, menunjukkan distribusi kekayaan yang tidak merata.
Tingkat utang rumah tangga di Chili juga  relatif tinggi, terutama untuk biaya pendidikan dan kesehatan. Hal ini menjadi beban berat bagi banyak keluarga kelas menengah, yang jumlahnya mayoritas.
Di sisi lain, kelas menengah pun merasakan biaya hidup mereka semakin membengkak, terutama di kota-kota besar seperti Santiago, membuat banyak warga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.