Nah, ketika harga sahamnya turun sesuai ekpektasi, investor tersebut membeli kembali saham itu dengan harga lebih rendah.Saham yang dibeli kembali dikembalikan kepada broker, dan investor mendapatkan keuntungan dari selisih harga jual dan harga beli.Â
Begini kira-kira itung-itungannya, misalkan investor meminjam 100 lembar saham XYZ pada broker dengan harga Rp 10.000 per lembar, lalu investor itu menjual semua saham tersebut.
Jika harga saham turun menjadi Rp 8.000 per lembar, investor bisa membeli kembali 100 lembar saham tersebut dan mengembalikannya ke broker. dan investor yang bersangkutan untung Rp 2.000 per lembar, atau total Rp 200.000.Â
Tentu saja dalam praktiknya, tak semua investor bisa menikmati fasilitas transaksi short selling dari perusahaan sekuritas-nya. Biasanya ada terms and conditions tertentu yang harus diikuti dan bisa saja berbeda-beda di setiap broker, seperti misalnya longevity si investor menjadi nasabah di broker tersebut, volume transaksi selama si investor menjadi nasabah, hingga urusan skoring kreditnya.
Namun demikian, meskipun legal dan menjadi sesuatu yang biasa dilakukan di pasar saham, transaksi short selling itu harus dipraktikan secara bijaksana, karena risikonya sangat tinggi.
Potensi kerugiannya bisa saja tanpa batas, menelan mentah-mentah seluruh modal sang investor. Bayangkan ketika kita berekspektasi harga saham akan turun dikemudian hari dan meraup cuan, tiba-tiba karena berbagai sebab, sahamnya terus meroket, potensi kerugiannya bisa lebih besar dari modal awal karena harga saham bisa naik tanpa batas.Â
Kemudian ada potensi kerugian akibat Short Squeeze, Jika banyak investor melakukan short selling pada saham yang sama, lalu tiba-tiba harga saham naik tajam, para short seller akan buru-buru membeli kembali saham untuk menutup posisi mereka. Ini bisa mendorong harga saham naik lebih tinggi lagi, menyebabkan kerugian besar bagi short seller.Â
Dan ingat, meminjam saham ke broker itu tidak gratis, ada biaya pinjam yang harus dibayar ke pemilik saham. Kalau saham yang dipinjam waktunya panjang dan harga saham tidak turun sesuai harapan, biaya pinjam dan bunga bisa menggerogoti potensi keuntungan yang ada.
Kemudian, ada pula risiko recall, meski ini jarang terjadi, di mana pemilik saham yang dipinjam bisa sewaktu-waktu minta sahamnya kembali. Kalau ini terjadi saat harga saham naik, ya terpaksa beli saham lebih mahal untuk mengembalikan,dan pasti ini menimbulkan kerugian.
Oleh sebab itulah transaksi short selling ini diatur sangat ketat oleh otoritas bursa, yakni Otoritas Jasa Keuangan(OJK) dan Bursa Efek Indonesia(BEI). Ada aturan tentang saham apa saja yang boleh ditransaksikan short selling, berapa banyak yang boleh dipinjam, dan sebagainya. Pelanggaran aturan ini bisa kena sanksi.Â
Menurut data BEI, per Juni 2024 ini hanya ada 116 saham yang dapat ditransaksikan secara short selling.