Apakah benar Pemerintah se-desperate itu untuk mengais pendapatan Negara?
Agar sakwasangka itu terverifikasi benar atau tidaknya, mari kita coba pahami dulu apa itu cukai dan tujuan pengenaannya.
Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai, cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai.
Karakteristik barang-barang yang terkena cukai itu adalah konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, Â karena pemakainnya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keseimbangan dan keadilan.
Cukai bisa disebut sebagai salah satu bagian dari konsep ekonomi eksternalistas yang dikembangkan oleh ekonom asal Inggris Arthur Pigou pada tahun 1920-an.
Eksternalitas adalah efek samping dari suatu kegiatan ekonomi yang memengaruhi kesejahteraan pihak ketiga yang tak terlibat dalam kegiatan tersebut.
Eksternalitas memiliki dua sisi, positif dan negatif. Dalam konteks Cukai MDKB, Â yang terjadi adalah eksternalitas negatif karena menimbulkan biaya tambahan yang ditanggung oleh pihak ketiga tanpa mendapatkan kompensasi.
Pigou berpendapat bahwa eksternalitas negatif merupakan kegagalan pasar, dalam mengidentifikasi adanya biaya sosial dari suatu kegiatan ekonomi.
Untuk itu lah, kemudian muncul cukai rokok, minuman beralkohol, dan tahun depan cukai MDKB.
Sederhananya cukai bisa disebut sebagai pajak "keburukan." Karena berdampak buruk kepada masyarakat atau lingkungan hidup, maka untuk mendapatkannya akan dikenakan biaya lebih, agar konsumsinya bisa dikendalikan.
Pertanyaannya, memang apa buruknya minuman berpemanis sehingga diklasifikasikan sebagai bagian dari eksternalitas negatif yang perlu dikenakan cukai?