Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kasus Siswa SMP Bakar Sekolah di Temanggung, Fakta Bahwa Bullying Menciptakan Monster

1 Juli 2023   10:48 Diperbarui: 4 Juli 2023   00:47 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ungkapan  yang menyatakan "bullying atau perundungan menciptkan monster" seperti terkonfirmasi oleh tindakan R seorang siswa kelas VII di sebuah SMP di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah, yang membakar sekolahnya sendiri.

Melansir Kompas.com peristiwa bakar sekolah yang dilakukan R tersebut terjadi Selasa (27/06/2023) dini hari, dengan menggunakan semacam bom molotov.

Tiga botol berisi bensin ia sulut dan  dilemparkan ke bangunan kelas dimana ia menuntut ilmu. Api kemudian membakar sebagian deretan kelas disekolahnya.

Api baru bisa dipadamkan sejam kemudian setelah petugas pemadam kebakaran dibantu masyarakat sekitar  berjibaku memadamkan kobaran apinya.

Ketika R diketahui sebagai pelakunya dan ditangkap Polisi, anak berusia 12 tahun itu mengaku membakar sekolah lantaran sakit hati dan dendam karena kerap dibully oleh rekan-rekan di sekolahnya dan juga guru yang mengajarnya.

"Alasanmu kenapa tho?" tanya awak media. "Karena kasus pem-bully-an," ujar R.

"Siapa yang bully?" timpal awak media.      "Teman-teman sama beberapa guru," jawab R. 

R juga mengatakan, atensinya kepada guru tidak dihargai.  

Bahkan, tugas R pernah disobek-sobek oleh guru di depannya. 

"Enggak bilang apa-apa (tugas) terus disobek," kata R.

Miris dan menyedihkan sekali menyaksikan kondisi seperti ini.

Tak hanya di Indonesia, kasus bullying yang kemudian memicu tindakan sangat berbahaya, seperti telah menjadi semacam wabah di seluruh dunia. 

Masih ingat kasus penembakan massal yang menewaskan 3 orang siswa, oleh anak berusia 13 tahun di sebuah sekolah di Kroasia yang terjadi bulan Mei 2023  lalu?

Ya pemicunya juga serupa, rasa sakit hati dan dendam akibat pelaku kerap di bully oleh teman-temannya.

Perundungan dengan cara apapun terhadap seseorang berpotensi memicu tindakan lain yang jauh lebih berbahaya bagi korban, pelaku, maupun orang lain di sekitarnya.

Apalagi dalam kasus R bullying tak hanya dilakukan oleh sesama rekan muridnya, tapi juga dilakukan oleh guru yang seharusnya melindungi dirinya.

Mungkin saja guru-guru yang melakukannya tak bermaksud melakukan perundungan, tapi cara mendidik yang salah, dengan cara mempermalukan seorang siswa di depan murid-muridnya yang lain, menjadi sebuah peistiwa perundungan dengan efek sangat menyakitkan bagi korbannya

Ini lah pentingnya seorang guru tak hanya  cukup dibekali teknis mengajar dan konten ajarnya, tapi harus memiliki empati juga.

Jauhkan rasa diri dari sikap-sikap sok kuasa, merasa meiliki otoritas, si paling bener dan si paling tahu.

Bukan bermaksud membenarkan tindakan R membakar sekolahnya, cara pandangnya ya harus tetap menggunakan kacamata hukum yang berlaku, kejahatan apapun bentuknya harus diberi ganjaran sepadan.

Namun, dalam saat bersamaan kita harus memahami dengan jelas dan terang bahwa sebenarnya R merupakan seorang korban juga.

Mengutip sejumlah sumber-sumber informasi terkait, perundungan memiliki dampak panjang dan mendalam bagi para korbannya.

Memang setiap anak memiliki ketahanan psikologis terhadap perundungan berbeda-beda, ada yang cuek saja tapi lebih banyak yang baper hingga kemudian menimbulkan efek yang panjang bagi kehidupannya di masa depan.

Mengutip situs Very Well Mind, dampak perundungan bagi korban yang paling lazim terjadi adalah memicu masalah kesehatan mental seperti gangguan kecemasan, depresi, hingga menimbulkan post traumatic stress disorder (PTSD), dan ini terasanya dalam waktu cukup lama.

Selain itu, korban perundungan pun kerap mengalami gangguan keseimbangan siklus tidur atau  insomnia.

Trust issue juga disebutkan sebagai dampak lain dari perundungan, yang membuat si korban sulit memercayai orang yang ada disekitarnya.

Kondisi ini jika dibiarkan akan memiliki kecenderungan menutup dirinya dan enggan bersosialisasi dengan orang lain.

Nah, dampak lain perundungan dapat memicu timbulnya keinginan dari si korban untuk balas dendam, hal yang oleh anak R dan sejumlah korban bullying lain sudah dimanifestasikan dalam bentuk tindakan kekerasan.

Bahkan ada banyak lagi kisah yang lebih mengerikan terkait balas dendam yang dilakukan oleh korban bullying.

Gini loh, jangan berpikir korban perundungan  itu akan lebih berempati kepada korban, justru korban perundungan cenderung bakal menjadi pelaku perundungan ke depannya, bahkan dalam bentuk tindakan yang lebih ekstrem dan mengerikan.

Salah satu contohnya, yang dilakukan oleh John Wayne Gacy yang dikenal sebagai The Killer Clown, pelaku kejahatan pembunuhan berantai, penyiksaan dan pemerkosaan, yang telah menewaskan 33 orang.

Seperti dikutip dari artikel yang ditulis oleh Charles Montaldo  dengan tajuk "John Wayne Gacy, The Killer Clown" peristiwanya terjadi dalam rentang waktu 1972 hingga 1978.

Setelah ditangkap, pelaku yang dalam dunia perbadutan di masanya disebut sebagai "Pogo su Badut" ternyata semasa kecilnya merupakan korban perundungan. 

Sejak balita ia kerap dilecehkan secara fisik dan verbal oleh ayahnya, yang pemabuk. Kemudian saat dirinya sudah bersekolah ia juga dibully habis-habisan oleh teman-teman sekolahnya  karena badannya gendut.

Hampir seluruh masa kanak-kanaknya dipenuhi dengan peristiwa pelecehan dan perundungan, dan akibatnya setelah dewasa secara tak disadari dirinya memiliki kecenderungan psikopat hingga akhirnya membunuh 33 orang  anak-anak dan pria dewasa.

Tak dapat dipungkiri, bahwa perundungan atau bullying itu memang menciptakan  monster yang tindakannya bahkan bisa diluar nalar sehat seorang manusia.

Oleh sebab itu marilah kita bersama-sama mencegah terjadinya perundungan terhadap anak-anak kita, dengan cara persuasif agar anak-anak kita dan kita sendiri tidak menjadi pelaku perundungan.

Kepada para guru, bijak lah dalam mendidik anak-anak didik, hindari lah melakukan hal-hal yang terkesan ingin mempermalukan muridnya, walaupun mungkin tujuannya baik.

Bisa kan ada masalah apapun di kelas, panggil saja murid bermasalah itu secara lebih pantas, beri pengarahan yang menyejukan, bukan dimaki-maki.

Beda jaman beda orangnya, beda masa beda cara memperlakukannya, mungkin di masa yang lalu hal-hal tersebut wajar dilakukan, tapi belum tentu di masa kini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun