Selanjutnya, dalam persidangan yang berlangsung Selasa (14/02/2023) kemarin, Kuat Ma'ruf  divonis hakim hampir dua kali lebih banyak  dari tuntutan JPU yang selama 8 tahun penjara, dengan putusan hukum 15 tahun penjara.
Demikian pula dengan terdakwa lainnya, Rizky Rizal Wibowo yang dituntut JPU 8 tahun penjara, divonis hakim 13 tahun penjara pada hari yang sama.
Sementara, Richard Eliezer yang dituntut Jaksa 12 tahun penjara, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga terdakwa lainnya di luar Ferdy Sambo yang dianggap sebagai intelectual dader, justru divonis 1 tahun 6 bulan jauh lebih rendah oleh majelis hakim.
Dalam hal tuntutan JPU pada persidangan beberapa pekan lalu, sebagian besar publik menganggap kurang memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Jika disarikan dari ramainya perbincangan netizen di media sosial, rasa ketidakadilan publik terutama diarahkan pada ringannya tuntutan hukum Jaksa terhadap Putri Candrawathi, padahal istri dari Ferdy Sambo inilah yang dianggap sebagai pemicu terjadinya peristiwa yang menghilangkan nyawa seorang manusia bernama Nofriansyah Josua Hutabarat.
Di lain pihak, Richard Eliezer dituntut JPU 12 tahun lebih tinggi 50 persen dibandingkan tuntutan terhadap Putri Candrawathi. Padahal Richard merupakan "sang penguak kebenaran,' justice collaborator, tanpa kejujurannya kasus pembunuhan berencana ini berpotensi menjadi dark number, bahkan JPU menjadikan kesaksian Richard sebagai jangkar dari kontruksi tuntutan yang mereka bangun dalam menyelesaikan kasus tersebut.
Menanggapi keresahan masyarakat tersebut, Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana, tuntutan 12 tahun penjara untuk Richard Eliezer sudah sesuai aturan.
"Dalam menentukan tinggi rendahnya tuntutan pidana ada aturannya. Itu lah yang saya pakai, saya mengendalikan itu. Ada aturannya, bukan kita asal-asalan. Ini proses penuntutan dilaksanakan secara arif dan bijaksana," ujar Fadil, seperti yang saya kutip dari Tempo.co.
Pertimbangan Jaksa didasarkan pada sisi pelaku, korban, hingga peran masing-masing terdakwa. Selain melihat persamaan niat dan perbedaan peran masing-masing terdakwa yang terungkap di pengadilan, serta melihat latar belakang terdakwa dan rasa keadilan di tengah masyarakat.
Hal lain yang menarik perhatian terkait tuntutan JPU terhadap Richard Eliezer ini adalah, dalam menetapkan besaran tuntutannya Jaksa tak memasukan status Richard sebagai justice collaborator seperti yang telah ditetapkan sebelum persidangan dimulai oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Jaksa berpendapat, Richard Eliezer tidak bisa menjadi justice collaborator (JC) karena status hukumnya sebagai eksekutor sekaligus pelaku utama pembunuhan berencana.