Berbeda dengan pajak, sifat dari kedua pungutan ini sesuai kebijakan. Untuk Bea, hanya akan dikenakan pada mereka yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor dan impor saja.
Bagi masyarakat yang tak melakukan kegiatan tersebut, tak akan terkena kewajiban untuk membayar bea.
Pun demikian dengan Cukai, Subjek pemungutannya hanya terbatas pada pihak-pihak tertentu saja, yakni mereka yang memproduksi dan mengkonsumsi barang-barang yang terkena cukai saja, seperti konsumen rokok, minuman beralkohol dan beberapa komoditas kena cukai lainnya.
Kedua, Lembaga Pemungut dan Pengelolanya.
Sejatinya, ketiga pungutan tersebut adalah sumber pendapatan negara. Tetapi pos-posnya dalam sistem keuangan negara berbeda, makanya kemudian lembaga pelaksana pemungut dan pengelolaanya pun berlainan.
Dalam hal pemungutan dan pengelolaan pajak, kewenangannya dibagi kepada dua golongan, Pemerintah Pusat melalui DJP Kemenkeu dan Pemerintah Daerah lewat Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).
Jenis pajak yang kewenangan pemungutannya ada di DJP Kemenkeu adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM).
Sementara untuk Pajak Bumi dan Bangunan(PBB), Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hiburan, Pajak Restoran dan beberapa pajak lainnya, kewenangan pemungutan dan pengelolaanya ada di tangan Dispenda di masing-masing Pemerintah Daerah.
Berbeda dengan Bea dan Cukai, seluruh kewenangan pemungutan dan pengelolaan hasilnya tersentralilasi di Pemerintah Pusat melalui tangan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.
Meskipun, jika kita perhatikan hampir di setiap wilayah di Indonesia terdapat Kantor Bea dan Cukai, tapi dana hasil pungutan dan pengelolaannya tetap disetorkan ke Pemerintah Pusat, tak ke Pemerintah Daerah tempat Kantor Bea Cukai itu berada.
Ketiga, Perhitungan tarif.