Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jejak Langkah Merpati Nusantara Airlines hingga Berakhir Pailit

8 Juni 2022   13:41 Diperbarui: 9 Juni 2022   12:48 2237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Merpati Nusantara Airlines di Bandara Sultan Kaharuddin di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Foto: Kompas.com/I Made Asdhiana

Merpati Nusantara Airlines secara resmi dinyatakan pailit alias bangkrut oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya pada Kamis (02/06/22) pekan lalu.

Hal ini ditetapkan dalam putusan atas perkara Pembatalan Perjanjian Perdamaian atau Holomogasi dengan nomor 5/pdt/.Sus-Pailit-Pemabatalan Perdamaian /2022.PN.Niaga.SBY.

Dengan putusan tersebut, maka Merpati Nusantara Airlines mendapat payung hukum untuk lebih dekat lagi menuju pembubaran.

Pembatalan homologasi ini bisa terjadi lantaran satu-satunya calon investor yang berminat  tidak mampu menyediakan pendanaan sesuai kesepakatan yang telah terjadi sebelumnya.

Investor tersebut adalah   PT.Intra Asia Corpora milik terpidana kasus penipuan yang kini tengah mendekam di penjara, Kim Johanes Mulia.

Merpati sebelum putusan pailit itu diputuskan, memang dalam kondisi "Koma," serupa perusahaan Zombie. 

Secara legal BUMN ini memang masih terdaftar dan dianggap ada, tetapi sudah tak beroperasi sama sekali sejak tahun 2014 lalu.

Seperti dilansir Kontan.co.id, kewajiban yang harus dipenuhi oleh Merpati menurut laporan keuangan tahun 2020 mencapai Rp. 10,9 triliun dengan ekuitas minus Rp. 1,9 triliun.

Salah satu kewajiban yang harus dibayarkan Merpati adalah pesangon karyawannya yang sudah sangat lama terkatung-katung, Kewajiban tersebut akan diselesaikan dari hasil penjualan seluruh aset Merpati melalui mekanisme lelang sesuai penetapan pengadilan.

Dengan putusan pengadilan tersebut, maka kisah Merpati Nusantara Airlines yang pernah berjaya menghiasi wilayah udara Indonesia dari Sabang sampai Merauke, resmi tutup buku.

Perusahaan penerbangan ini menurut beberapa sumber referensi yang saya dapatkan, didirikan oleh Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah nomor 19/1962 pada 6 September 1962, untuk mengemban tugas dan misi dari pemerintah sebagai jembatan udara nusantara.

Merpati awalnya dihadirkan sebagai maskapai komplemen dari Garuda untuk menjadi jembatan udara yang menghubungkan tempat-tempat terpencil di Kalimantan.

Dengan modal dasar Rp. 10 juta dan 6 unit pesawat hibah dari Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI), armada pesawat Merpati terdiri dari de Havilland Otte DHC-3 sebanyak empat unit dan Dakota DC-3 dua unit.

Sebagian besar awak pesawatnya mulai dari pilot hingga teknisi juga berasal dari AURI, dengan dibantu beberapa personil dari Garuda Indonesia.

Secara keseluruhan di awal masa operasinya, Merpati hanya memiliki 17 personil yang dipimpin oleh Direktur Utama pertama-nya, Komodor Henk Sutoyo Adiputro.

Kemudian tak memerlukan waktu lama, Merpati mulai mengepakan sayapnya dengan jangkuan lebih luas lagi, setelah pada tahun 1964 Garuda menyerahkan kepemilikan sejumlah pesawat bekas maskapai asal Belanda yang beroperasi di Indonesia NV de Kroonduif.

Jadi pada saat itu, eks  maskapai penerbangan asal Belanda yang dinaungi secara operasional oleh Garuda Indonesian Airways ini rutin menerbangi rute-rute di kawasan timur Indonesia, mulai dari Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, hingga Papua.

Lantaran Garuda tengah berkonsentrasi untuk menjadi maskapai flag carrier Indonesia yang cakupannya lebih internasional. melepas de Kroonduif pada Merpati.

Setelah itu, Merpati memiliki armada tambahan berupa tiga unit pesawat jenis Dakota DC-3, dua unit Twin Otter, dan satu unit jenis Beaver.

Dengan 13 armada pesawat, Merpati mulai tumbuh, penerbangannya mulai merambah ke hampir seluruh wilayah Indonesia, mulai dari Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Sumatera, Nusa Tenggara Barat, sampai dengan Papua dulu Irian Jaya.

Suber: Repotase.TV
Suber: Repotase.TV

Seiring pertumbuhannya, Merpati memandang perlu untuk menambah jumlah armadanya dengan tambahan tiga unit pesawat jenis Dornier DO-28 dan enam Pilatus PC -6.

Tambahan pesawat itu diperlukan selain kebutuhan ekspansi juga untuk mengganti beberapa pesawat yang sudah tak laik terbang, sehingga armada pesawat Merpati pada akhir 1965 mencapai 15 armada yang efektif menerbangi puluhan rute penerbangan dengan karyawan lebih dari 500 orang.

Meskipun sebenarnya saat itu, Merpati belum sepenuhnya komersial karena seperti desain awalnya adalah untuk mengemban misi dan tugas dari pemerintah.

Dengan demikian biaya operasional hampir seluruhnya berasal dari subsidi yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia saat itu.

Namun masa ini kemudian berakhir pada tahun 1966 sesaat sebelum Orde Lama tumbang dan melahirkan Orde baru. 

Merpati Mulai mengkomesialisasikan dirinya, dengan kembali membeli beberapa jenis pesawat serta mendapatkan sumbangan tiga unit pesawat jenis Twin Otter dari PBB.

Dari sini Pemerintah mulai melihat bahwa Merpati bisa menjadi perusahaan penerbangan mandiri yang sepenuhnya komersial meskipun tetap menerbangi rute-rute perintis. Makanya kemudian pemerintah mulai mengurangi subsidi kepada Merpati.

Namun ternyata pengurangan subsidi tersebut membuat keuangan Merpati sempat oleng, karena penerbangan komersial yang mereka jalankan ternyata belum sepenuhnya ajeg.

Alhasil Pemerintah kembali memberi subsidi tambahan bagi Merpati, selain memberikan konsensi untuk ambil bagian dalam rute penerbangan jarak jauh ke luar negeri.

Untuk mendukung operasinya, Merpati menambah tujuh unit pesawat Dakota DC-3 yang dibeli dari Australia dan Garuda. Langkah ini kemudian menjadi upaya awal yang membawa Merpati meluaskan cakrawalanya.

Pada tahun 1974, Merpati telah menerbangi 175 rute  dari ujung barat Indonesia hingga di ujung paling timur dari awalnya hanya 5 rute penerbangan saja,

Setahun berselang, secara resmi Merpati menjadi perusahaan yang sepenuhnya komersial milik negara, mungkin dalam istilah saat ini adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Meskipun demikian, pada kenyataannya operasional PT. Merpati Nusantara Airlines itu belum bisa dilepaskan dari infus modal negara karena mengemban misi menerbangi rute perintis berbiaya tinggi tapi minim pendapatan, salah urus manajemen keuangan perseroan dan terlalu beragamnya jenis pesawat yang dimiliki sehingga menjadikan ongkos operasional Merpati menjadi sangat tinggi, belum lagi ada kebocoran di sana sini.

Dengan fakta itu, kemudian pemerintah menyiasati hal tersebut dengan menarik Merpati menjadi anak perusahaan Garuda yang saat itu memang lumayan moncer.

Dengan aksi korporasi ini, maka terjadi pengalihan penguasaan modal yang tadinya langsung dimiliki negara menjadi dikuasai Garuda.

Pengalihan ini dtetapkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1978. Tetapi pengalihan tersebut tak berdampak terlalu besar pada operasional Merpati, mereka tetap saja harus tergantung pada bantuan pemerintah.

Namun perlahan Merpati mulai menapaki kejayaannya, pada era 1990-an awal hingga mendekati akhir. Saat itu Merpati memiliki 100 unit pesawat dari berbagai jenis untuk melayani rute domestik dan internasional. 

Program pelayanan haji dan transmigrasi turut memiliki andil sehingga maskapai milik negara tersebut berkembang lumayan pesat.

Mengingat pertumbuhannya kian membaik, pada tahun 1995 maskapai ini diberikan akses oleh pemerintah untuk membangun fasilitas pesawat, Merpati Maintenance Facility (MMF) serta sekolah dan pelatihan penerbangan dengan nama Merpati Training Facility di Bandara Djuanda Surabaya.

Merpati terus menunjukan perkembangan yang cukup signifikan sehingga membuat Pemerintah saat itu, mengambil keputusan untuk memisahkan kembali Merpati dari Garuda Indonesia, dengan tujuan agar PT. Merpati Indonesia Airlines bisa menjadi BUMN yang lebih mandiri.

Namun, pesatnya perkembangan kepak sayap Merpati terganggu oleh krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 197-1998. Meskipun kemudian pada awal 2000-an kondisi ekonomi Indonesia mulai membaik, tapi tidak demikian dengan Merpati.

Apalagi kemudian peta industri penerbangan nasional mulai berubah setelah adanya regulasi baru yang memungkinkan berbagai penerbangan swasta bermunculan.

Posisi Merpati dalam dunia aviasi nasional mulai mengalami penurunan, mereka keteteran harus bersaing dengan perusahaan penerbangan swasta yang lebih efesien.

Alhasil, turbulensi keuangan dan manajerial mulai melanda maskapai yang memiliki tagline "Jembatan Udara Nusantara" ini. Berbagai upaya kemudian dilakukan oleh Pemerintah, untuk menahan turbulensi yang melanda Merpati agar tak berujung crash dan perusahaan terpaksa harus ditutup.

Salah satunya melalui program revitalisasi dan melakukan modernisasi armada secara parsial. Tetapi ya itu tadi berbagai program restrukturisasi  yang secara manajerial memungkinkan untuk dilakukan tak jua mampu mengungkit kinerja Merpati, mereka seolah seperti pesawat dalam kondisi nose dive.

Meluncur terus mendekati tanah tanpa bisa dikendalikan. Hingga akhirnya karena kerugiannya sudah terlalu besar untuk ditanggung akibat buruknya tata kelola perusahaan, operasional Merpati Nusantara Airlines dihentikan dengan kondisi sangat merana.

Tercatat dalam laporan keuangannya, Merpati harus menanggung utang kepada berbagai kriditur sebesar Rp. 10,72 triliun. Merpati juga menunggak pesangon mantan karyawannya hingga mencapai Rp. 365 miliar.

Persoalan keuangan tersebut terus berlaut-larut hingga beberapa tahun kemudian. Angin segar bagi Merpati sempat berhembus pada tahun 2018 saat PT. Intra Asia Corpora  menandatangani kontrak kerjasama dengan nilai Rp. 6,4 triliun sebagai investor dengan di support beberapa perusahaan BUMN untuk menyelamatkan Merpati.

Bahkan timeline Merpati akan terbang kembali sudah tersusun rapih, rencananya pada tahun 2020 mereka akan kembali mengudara dengan menggunakan pesawat buatan Rusia MC-21.

Tunggu punya tunggu, ternyata calon investor tersebut tak juga menyetorkan dananya, hingga akhirnya Pengadilan harus mempailitkan Perusahaan milik Negara tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun