Apalagi ketika mendekati tahun politik, keterbelahan semakin menjadi, calon saya paling agamis atau calon saya paling nasionalis.
Atau memandang lawan politik masing-masing seperti setan yang selalu salah, di lain pihak memandang kawan politik masing-masing seperti malaikat yang tak pernah salah.
Dengan dasar argumentasi yang terkadang dipabrikasi sedemikian rupa untuk menguatkannya agar terlihat valid.
Sangat jelas terlihat, politisasi identitas itu memang sangat berbahaya apalagi di Indonesia identitas yang dijualnya adalah "agama(Islam)"
Islam seringkali digunakan sebagai alat politik, ketika sedang mencari dukungan para pencari kekuasaan tak segan-segan menggunakan identitas Islam.
Alhasil fragmentasi sangat nyata terpampang dilingkup grassroot,seperti yang tercermin di media sosial Indonesia saat ini.
Pendukung A dianggap tak Islami, pendukung B dianggap tak nasionalis. Padahal sejatinya kan tak demikian, tak ada yang benar-benar hitam putih dalam hidup berpolitik.
Makanya agar peta politik Indonesia tak terus menerus dikangkangi oleh keterbelahan yang semakin dalam, jauhi siapapun "pemburu kekuasaan" yang mencari kuasanya melalui politisasi identitas.
Kecuali memang  berharap masyarakat Indonesia terus terbelah seperti saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H