Seharusnya Puan Maharani bersama Tim-nya mencari cara lain agar elektabilitasnya terkerek naik, tanpa terjebak realitas semu ala Politik Simulacra.
Simulacra secara etimologis berasal dari bahasa Latin Simulakrum yang memiliki arti Gambar atau citra. Terminologi ini dilontarkan oleh seorang tokoh besar cultural studies post modern asal Perancis Jean Baudrillard untuk menggambarkan realitas semuÂ
Dalam bukunya bertajuk "Simulacra and Simulations" yang diterbitkan pada tahun 1981, Baudrillard menuliskan bahwa manusia di abad kontemporer saat ini hidup di dunia Simalucra.
Mereka hidup di dunia yang penuh simulasi, hampir tak ada yang nyata diluar dunia simulasi tersebut, tak ada yang asli lagi bahkan hanya sekedar untuk dapat ditiru, semuanya absurd.
Kebudayaan industri menyamarkan jarak antara fakta dan informasi, antara informasi dan entertainment, antara entertainment dan kepentingan politik.
Publik tidak sadar akan pengaruh citra, hal ini membuat masyarakat kerap kali mencoba hal yang baru yang ditawarkan oleh wahana simulacra.
Di tengah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang dahsyat saat ini, realitas telah hilang dan kebenaran seringkali menguap. Realitas tidak hanya diceritakan, direpresentasikan, dan disebarluaskan, tetapi kini dapat direkayasa, dibuat dan dicitrakan.Â
Realitas buatan ini bercampur-baur, silang sengkarut menandakan datangnya episode baru dinamika manusia topeng. Simulacra telah mengaburkan dan mengikis perbedaan antara yang nyata dengan yang imajiner, yang benar dengan yang palsu.Â
Seperti halnya di Indonesia yang memasuki era politik simulacra, dalam hal ini Politik yang diproduksi oleh sebuah industri komunikasi massa yang mengaburkan fakta melalui konstruksi realitas semu secara masif. Sebuah episode industri politik yang menghadirkan segala sesuatu melalui proses pencitraan yang masif.
Kondisi ini telah jauh masuk dalam logika percaturan politik elektabilitas di Indonesia, dalam rangka meraup suara dari para pemilih. Termasuk di dalamnya seperti yang dilakukan Puan saat ia berpotret dengan gaya ala-ala petani.
Terlihat jelas ia ingin mencitrakan dirinya dekat dengan "dunia" wong cilik, sehingga wong cilik yang merupakan masyarakat kebanyakan di Indonesia berminat untuk memilihnya sebagai jagoan dalam Pemilu 2024 kelak.