Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Puan Maharani Mengejar Elektabilitas dengan Wahana Simulacra

16 November 2021   10:56 Diperbarui: 16 November 2021   11:09 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seharusnya Puan Maharani bersama Tim-nya mencari cara lain agar elektabilitasnya terkerek naik, tanpa terjebak realitas semu ala Politik Simulacra.

Simulacra secara etimologis berasal dari bahasa Latin Simulakrum yang memiliki arti Gambar atau citra. Terminologi ini dilontarkan oleh seorang tokoh besar cultural studies post modern asal Perancis Jean Baudrillard untuk menggambarkan realitas semu 

Dalam bukunya bertajuk "Simulacra and Simulations" yang diterbitkan pada tahun 1981, Baudrillard menuliskan bahwa manusia di abad kontemporer saat ini hidup di dunia Simalucra.

Mereka hidup di dunia yang penuh simulasi, hampir tak ada yang nyata diluar dunia simulasi tersebut, tak ada yang asli lagi bahkan hanya sekedar untuk dapat ditiru, semuanya absurd.

Kebudayaan industri menyamarkan jarak antara fakta dan informasi, antara informasi dan entertainment, antara entertainment dan kepentingan politik.

Publik tidak sadar akan pengaruh citra, hal ini membuat masyarakat kerap kali mencoba hal yang baru yang ditawarkan oleh wahana simulacra.

Di tengah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang dahsyat saat ini, realitas telah hilang dan kebenaran seringkali menguap. Realitas tidak hanya diceritakan, direpresentasikan, dan disebarluaskan, tetapi kini dapat direkayasa, dibuat dan dicitrakan. 

Realitas buatan ini bercampur-baur, silang sengkarut menandakan datangnya episode baru dinamika manusia topeng. Simulacra telah mengaburkan dan mengikis perbedaan antara yang nyata dengan yang imajiner, yang benar dengan yang palsu. 

Seperti halnya di Indonesia yang memasuki era politik simulacra, dalam hal ini Politik yang diproduksi oleh sebuah industri komunikasi massa yang mengaburkan fakta melalui konstruksi realitas semu secara masif. Sebuah episode industri politik yang menghadirkan segala sesuatu melalui proses pencitraan yang masif.

Kondisi ini telah jauh masuk dalam logika percaturan politik elektabilitas di Indonesia, dalam rangka meraup suara dari para pemilih. Termasuk di dalamnya seperti yang dilakukan Puan saat ia berpotret dengan gaya ala-ala petani.

Terlihat jelas ia ingin mencitrakan dirinya dekat dengan "dunia" wong cilik, sehingga wong cilik yang merupakan masyarakat kebanyakan di Indonesia berminat untuk memilihnya sebagai jagoan dalam Pemilu 2024 kelak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun