Menurut sejumlah penelitian pelaku aksi teror perempuan diliput 8 kali lebih banyak daripada di lakukan oleh lelaki.
Selain itu karena adanya faktor kejutannya itu efektifitasnya pun sangat tinggi. Â Rata-rata eksekusi yang dilakukan wanita menghasilkan korban 4 kali lebih banyak dibanding pria.
Sementara mengenai motivasi individu para perempuan eksekutor itu selain ideologi,politik dan keberhasilan cuci otak.
Para perempuan terkadang memiliki motivasi lain seperti dendam akibat kehidupan sosialnya yang mereka alami dianggap oleh mereka tak adil.
Selain itu, masalah konsep budaya yang sangat tak adil bagi mereka seperti yang terjadi di Srilanka. Sehingga mereka mengejar semacam pembebasan diri dari belenggu ketidakadilan budaya.
Di Srilanka, tingkat pemerkosaan sangat tinggi, dan para perempuan Tamil korban pemerkosaan secara budaya dilarang menikah dan memiliki anak.
Makanya tak heran mereka kemudian bergabung menjadi anggota Macan Tamil dan melakukan aksi teror.
Artinya untuk memahami mengapa perempuan termotivasi untuk melakukan aksi teror harus dilihat dalam konteks budaya yang ada disekitarnya.
Di Indonesia sendiri, perempuan diberdayakan sebagai eksekutor dan berhasil melakukannya saat rentetan bom di 3 gereja di Surabaya pada 2018 lalu.
Puji Kuswati seorang ibu yang beserta anak-anaknya melakukan bom bunuh diri atas dasar agama dan ideologi yang diyakininya.
Baru kemudian YSF bom bunuh diri di Makasar dan terakhir aksi "bunuh diri" Zakiah Aini yang terjadi beberapa hari yang lalu.