Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Intoleransi Sejak Dini Merupakan Ibu Kandung dari Terorisme di Kalangan Milenial

30 Maret 2021   09:24 Diperbarui: 30 Maret 2021   11:12 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga, persoalan ketimpangan ekonomi. Ketimpangan ekonomi sering dikatakan oleh para ahli ekonomi politik dan sosiolog menjadi bibit paling subur munculnya intoleransi dan kekerasan.

Keempat, masalah pemahaman teks keagamaan. Ini merupakan produk lama yang senantiasa direproduksi oleh para pemberi "mandat terror" dan para "mandat intoleransi" bahwa agama kita mengajarkan untuk jihad dengan fisik.

Jihad fisik dikondisikan sebagai jihad yang sesungguhnya maka tak heran anak-anak muda yang masih kurang pemahaman agamanya, tanpa ba bi bu akan segera melaksanakannya.

Mengapa intoleransi kaum muda ini penting menjadi perhatian, para ilmuwan sosial menyebutkan bahwa secara umum intoleransi merupakan tahap awal atau dasar sebelum melakukakan tindakan radikalisme, dan kemudian terorisme.

Maka bisa dikatakan terorisme merupakan anak kandung dari intoleransi. Terorisme tidak muncul dari ruang hampa. Ia lahir, hidup dan berkembang biak dalam rahim intoleransi.

Kondisi ini terbantu oleh Pertumbuhan media sosial yang begitu cepat, menjadikan virus intoleransi menyebar ke semua lini tanpa kecuali. 

Penyemaian dan persebaran bibit intoleransi dan paham radikal mendapat panggungnya lewat komunikasi jejaring  media sosial dan aplikasi percakapan seperti Whatsapp dan Telegram.

Survei Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Jakarta yang dilakukan pada akhir 2019 lalu, menemukan bahwa mayoritas guru beragama Islam memiliki opini intoleran yang sangat tinggi.

Dalam survei PPIM ini mengambil sampel 2.237 guru Muslim, mereka terdiri dari guru TK, Raudatul Athfal, SD, Madrasah Ibtidaiyah (MI), SMP, Madrasah Tsanawiyah (MTS), SMA, dan Madrasah Aliyah (MA) di Indonesia.

Dari jumlah tersebut, PPIM menemukan sebanyak 10,01 persen guru Muslim punya opini sangat intoleran secara implisit dan 53,06 persen memiliki opini yang intoleran secara implisit. Selain itu, 6,03 persen guru Muslim memiliki opini sangat intoleran dan 50,87 persen guru memiliki opini intoleran secara eksplisit.

Hal ini lah yang sepertinya mempersulit penanganan intoleransi, dengan asumsi pandangan para guru ini kemudian mereka sampaikan pada murid-muridnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun