Sidang proses pemakzulan jilid kedua Presiden Amerika Serikat ke-45 Donald Trump Jr yang dijadwalkan dimulai tanggal 9 Februari 2021 telah berlangsung dan kini sudah memasuki hari ketiga. Kini giliran kubu Trump dan Partai Republik memaparkan pembelaan terhadap pengusaha properti paling top di AS ini.
Meskipun Trump saat ini sudah tak menjabat lagi menjadi Presiden AS sejak tanggal 20 Januari 2021 lalu selepas Joe Biden dilantik, proses impeachment menurut kubu Demokrat dan sebagian rakyat AS secara konstitusional masih bisa dilakukan.
Dalam pengambilan keputusan yang dilakukan secara voting oleh 100 anggota senat yang di dominasi Demokrat, 56 anggota Senat menyatakan setuju pemakzulan Trump dilanjutkan karena dianggap konstitusional, sementara 44 menyatakan sebaliknya.
Artinya pemakzulan Trump akan disidang kan oleh Kongres, jika 2/3 anggota Senat menyetujui pemakzulan maka Trump menjadi Presiden AS pertama yang termakzulkan melalui mekanisme ini.
Namun tak mudah untuk mendapat 17 suara tambahan dari Partai Republik untuk memenuhi kuota 2/3 dari 100 anggota senat.
Hingga hari ketiga, sejumlah tuduhan.dilancarkan oleh manajer pemakzulan dari Partai Demokrat, mereka memaparkan sejumlah bukti dan saksi bahwa para perusuh itu bergerak melakukan vandalisme di Capitol Hill atas hasutan Trump yang direspon oleh para pendukungnya sebagai perintah dari Trump.
Selain itu kubu Demokrat pun mencoba menangkis argumen Republikan yang menyebutkan pemakzulan ini adalah sesuatu yang sia-sia, toh Trump tak lagi menjabat sebagai Presiden AS.
Mereka menyebutkan bahwa sosok Trump sangat berbahaya jika dibiarkan berkontestasi politik lagi dikemudian hari.
"Kami tidak takut Donald Trump nyapres lagi pada 2024. Kami takut ia kembali nyapres, kalah, dan kemudian mengulang kejadian ini (kerusuhan US Capitol) lagi," ujar salah satu anggota manajer pemakzulan, Ted Lieu. Seperti dilansir Tempo.co.
Untuk meyakinkan Senat, Kubu Demokrat selaku Manajer Pemakzulan menyajikan data-data yang diperolehnya dari aparat kepolisian, Dinas Intelejen dan berbagai liputan media di dalam dan luar negeri.
Selanjutnya mulai Jumat (12/02/21) waktu setempat, Kubu Partai Republik bersama pengacara Trump akan memulai pembelaan.
Para pengacara Trump akan menggunakan kebebasan berbicara sebagai salah satu dasar pembelaannya, saat Trump.menyebut pilpres AS 2020 penuh kecurangan.
Andai Trump jadi termakzulkan maka ia tak boleh lagi mencalonkan diri sebagai pejabat publik termasuk mencalonkan diri menjadi Presiden AS 2024.Â
Selain itu sebagian fasilitas yang diterima Trump sebagai mantan Presiden AS pun akan dicabut
Meskipun Trump dikenal sangat kontroversial sebagian besar senator dari Partai Republik  masih akan tetap loyal terhadap Trump dan mereka akan konsisten menyatakan bahwa upaya pemakzulan ini adalah sesuatu yang inkonstitusional lantaran Trump saat sidang Senat pemakzulan, sudah bukan Presiden AS lagi, ia hanya rakyat AS biasa.
Sementara pasal pemakzulan dalam konsitusi AS hanya bisa digunakan kepada seseorang yang menjabat sebagai Presiden AS.
Dengan posisi seperti ini sejumlah pengamat politik di AS memperkirakan bahwa Donald Trump Jr tak akan menjadi Presiden AS pertama yang termakzulkan.
Namun demikian meskipun Trump tak termakzulkan karena suara mayoritas senat tak memenuhi 2/3 atau 67 suara anggota senat seperti yang dibutuhkan. Â
Jika kemudian Trump terbukti bersalah, para Senator dapat memberikan suara agar melarang Trump untuk memegang jabatan yang dipilih oleh rakyat di semua tingkatan.
Donald Trump harus menghadapi sidang pemakzulan kedua setelah dituduh menghasut para pendukungnya untuk melakukan kerusuhan yang menewaskan 5 orang di Gedung Capitol Hill diakhir masa jabatannya awal Januari 2021 lalu.
Hal itu dilakukan sebagai upaya terakhir Trump untuk menolak kemenangan Joe Biden dengan cara menggagalkan pengesahan hasil pemilihan presiden 2019.
Trump dan pendukungnya menyakini bahwa kemenangan Biden tersebut hasil dari kecurangan yang mereka lakukan.
Seperti kita ketahui pasca Pilpres 2019 dan pendulum kemenangan berpihak pada pasangan Joe Biden -Kamala Harris, Trump berbulan-bulan melontarkan sejumlah teori konspirasi bahwa kecurangan terjadi dalam Pilpres AS 2019 tanpa bukti yang valid.Â
Selain itu ia menggunakan kekuasaannya untuk menekan petugas pemilihan umum untuk menggagalkan kemenangan Biden di beberapa negara bagian AS.
Proses pemakzulan Trump kedua dibuka oleh DPR AS pada 13 Januari 2021 lalu, parlemen AS yang dikuasai Partai Demokrat kemudian meloloskan pemakzulan Trump ke persidangan Senat.Â
Menurut konstitusi AS proses ini diawali dengan melakukan penyelidikan dan menyusun pasal-pasal pemakzulan yang setara tuntutan pidana politik untuk kemudian dikirimkan ke DPR.
DPR AS kemudian mengesahkan draft hasil penyelidikan tersebut setelah melakukan pemungutan suara, seluruh anggota DPR dari Partai Demokrat dan 10 orang penyokong Trump dari Partai Republik mendukung upaya pemakzulan ini, ada 232 suara yang memilih melanjutkan upaya pemakzulan ini ke tingkat Senat.
Dimakzulkan dua kali dalam satu periode pemerintahannya seolah menegaskan betapa kontroversialnya perilaku Presiden AS ke-45 ini.
Sepanjang sejarah demokrasi AS, tak pernah ada satu pun presiden AS yang pernah dimakzulkan 2 kali dalam satu periode kepemimpinan seperti Trump.
Dalam sejarah demokrasi AS yang sudah berlangsung hampir 3 abad hanya ada 3 Presiden AS diluar Trump yang pernah dimakzulkan hingga tingkat senat, Andrew Johnson pada tahun 1868 yang dimakzulkan akibat pembangkangan dan Bill Clinton tahun 1998 karena kasus moral yang melibatkan pegawai magang gedung putih Monica Lewinsky, namun keduanya berhasil lolos dan lolos dari upaya pemakzulan, lantaran tak memperoleh dukungan mayoritas senat.
Sementara Richard Nixon yang dimakzulkan buntut dari terkuaknya skandal Watergate pada 1974 memilih mundur dari jabatannya sebagai Presiden AS sebelum sidang senat dilaksanakan.
Trump sebelumnya pernah dimakzulkan  pada akhir 2019 lalu dengan 2 tuduhan penyalahgunaan kekuasaan dan menghalangi-halangi penyelidikan kongres.
Namun ia berhasil lolos dari sidang senat, setelah mayoritas Senat yang saat itu dikuasai Republikan menolak upaya pemakzulannya, dengan 48 suara bersalah dan 52 suara lainnya menyatakan tidak bersalah.
Donald Trump merupakan sebuah anomali dalam demokrasi AS yang dikenal sangat tertib penuh tradisi. Tak ada satu pun capres yang kalah dalam pilpres bertindak dan berlaku seperti Trump meskipun kekalahannya sangat tipis.
Tentunya kita masih ingat pada pilpres 2016 saat Donald Trump  berhadapan dengan Hillary Clinton mayoritas suara penduduk AS lebih memilih Hillary, namun secara electoral college Trump menang.
Hillary tak mencari-cari kesalahan atau membuat teori konspirasi apapun meski ia terlihat sekali sangat marah atas upaya Trump dan komplotan Rusia-nya, terkait penyebaran email yang merugikan Hillary 2 hari menjelang hari pemilihan.
Ia tetap menerima kekalahannya dengan elegan, dan hadir dalam pelantikan Trump sebagai Presiden AS. Jauh berbeda dengan Trump yang memang tak pernah mau menerima kekalahan dari siapapun.
Trump itu seorang hedonis sejati yang mengganggap orang lain tak lebih penting dan hebat dibanding dirinya, ia sosok yang egois atau bisa disebut megalomaniak. Makanya oleh pemerhati politik global ia disebut sebagai demagog demokrasi.
Seperti yang diungkapkan oleh Francis Fukuyama Profesor Ekonomi Politik Stanford University, dalam bukunya berjudul Identity, The Demand for Dignity and The Politic Resentment.Â
Ia menyebutkan Donald Trump merupakan penjelmaan sempurna dari seorang demagog yang lahir dari kelompok-kelompok kepentingan kuat dan terkunci dalam struktur kaku yang tidak dapat mereformasi dirinya sendiri.
Secara etimologis demagog berasal dari bahasa Yunani yaitu Demos yang berarti rakyat dan agogos memiliki arti penghasut.
Ssmentara definisi demagog menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah penggerak atau pemimpin rakyat yang pandai menghasut dan membangkitkan semangat rakyat untuk kepentingan kekuasaannya.
Maka demagog dapat diartikan sebagai pemimpin penggerak politik yang pandai mempengaruhi rakyat untuk mencapai tujuan-tujuan kekuasaan.
Para demagog itu mengklaim dirinya memiki hubungan kharismatik langsung dengan rakyat. Rakyat dalam kacamata para demagog itu didefinisikan secara sempit berdasarkan sentimen rasisme terkadang keagamaan atau hal-hal berbau keberpihakan lain yang mengesampingkan toleransi antar umat manusia.
Mereka juga sangat tidak menyukai institusi dan berusaha merongrong checks and balances yang membatasi kekuatan pribadi seorang pemimpin dalam demokrasi liberal modern: pengadilan, badan legislatif, media independen, dan birokrasi nonpartisan.
Penyerangan yang terjadi di Gedung Kongres pada awal Januari 2021 lalu itu merupakan manifestasi sempurna dari politik yang absurd  dan penuh kekonyolan di era Trump memerintah.
Bagaimana bisa sebuah negara yang telah 3 abad berdemokrasi menjadi terlihat seperti pecundang. Trump secara terbuka mencemooh lembaga-lembaga demokratis: pers independen, peradilan, birokrasi, validitas pemilu, legitimasi kontestasi demokrasi, dan sentralitas fakta pada wacana politik.
Maka sangat wajar ketika instrumen lain dalam demokrasi AS  termasuk di dalamnya sebagian besar rakyat AS berusaha menyingkirkannya dari dunia politik  praktis AS lewat pemakzulan ini.
Pemakzulan ini jika disetujui mayoritas senat, akan membuat Donald Trump tak lagi bisa berkiprah  dalam berbagai kontestasi politik kekuasan di negara Paman Sam ini. Ia tak lagi memiliki hak untuk dipilih dalam setiap jabatan publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H