Meskipun dengan rekam jejak yang cukup moncer dan integritasnya sejauh ini tak pernah cacat, masih saja penunjukannya sebagai Menkes menjadi polemik hanya karena ia bukan seorang dokter.
Di sejumlah negara sudah biasa jika menteri memegang portofolio yang tak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Dalam konteks Menkes paling tidak ada 10 negara di dunia ini yang menjadi bos Kemenkesnya bukan berlatar belakang bidang kesehatan.
Jerman misalnya, Menkesnya  Jens Spahm seorang ahli ilmu politik dan hukum lulusan University of Hagen.
Selandia Baru, Jessica Arden menunjuk Andrew James Little seorang ahli hukum sebagai Menkes negeri beribu kota Auckland ini, lihat hasilnya Selandia Baru merupakan salah satu negara yang paling berhasil menangani Covid-19.
Singapura memiliki Menkes berlatar belakang pendidikan Teknik Elektro, Gan Kim Yong sudah 9 tahun menduduki jabatan tersebut, dan cukup berhasil juga menangani pandemi Covid-19.
Meskipun begitu banyak contoh yang sada rasanya di Indonesia ini apapun jadi pro dan kontra, polemik selalu terjadi apapun keputusan yang diambil pemerintah, jangankan urusan besar seperti jabatan Menteri Kesehatan, untuk urusan remeh temeh pun ribut tak tentu arah.
Sejumlah pihak seperti yang saya cuplik dari berbagai media menyampaikan kritik  secara teknis kelembagaan terkait kebijakan Jokowi dalam penunjukan Menkes ini.
Jangan samakan ujar mereka Indonesia dengan negara-negara seperti Selandia Baru atau Singapura karena tugas dan fungsi Kementerian Kesehatannya jauh berbeda.
Di sana, Kementerian Kesehatan benar-benar diposisikan sebagai lembaga yang mengatur kebijakan dan manajerial kesehatan secara umum. Sementara fungsi-fungsi pelaksanaan kegiatan teknis dijalankan oleh beberapa institusi yang bersifat otonom.
Sementara fungsi-fungsi Kemenkes Indonesia masih banyak sekali yang bersifat teknis kesehatan yang membutuhkan pemahaman seorang menteri berlatar belakang  bidang kesehatan.