Dari urusan kontrak kerja, upah minimum, pesangon hingga outsourcing. Intinya jika UU ini jadi diundangkan maka kerugian besar akan berada di pihak buruh.
Padahal menurut pandangan saya, mungkin saja mereka belum membaca secara komprehensif butir per butir dalam dokumen final undang-undang tersebut.
Membaca sebuah undang-undang secara menyeluruh dan kemudian memahami bukanlah sesuatu yang mudah di Indonesia. Jadi bahan evaluasi pula untuk pembuat UU agar diksi yang digunakan bisa dipahami dengan mudah oleh masyarakat umum.
Kontroversi tentang UU Ciptaker ini menjadi bertambah ramai karena dikompori berbagai pihak. Seolah menghadap-hadapkan antara pengusaha dan para pekerja. UU omnibus law dianggap mencederai dan menambah derita kaum buruh dan justru menggelar karpet merah bagi pengusaha dan investor.
Padahal seharusnya mereka itu kan bersinergi menjadi sebuah simbiosis mutualisma, jika pengusaha atau investor tak diberi aturan yang bersahabat dan mudah serta aturan hukum yang jelas mana mungkin mereka mau berinvestasi atau berusaha di Indonesia.
Tanpa mereka membuka usaha maka lapangan pekerjaan tak akan tercipta. Namun tentunya pihak pengusaha pun tak boleh serakah dan memperlakukan para pekerjanya secara semena-mena.
Makanya pemerintah kemudian membuat aturan baru yang tercakup dalam UU Ciptaker ini. Tentu saja aturan ini tak sempurna dan tak mampu menyenangkan semua pihak. Ini semua merupakan jalan tengah yang diambil hasil kompromi semua pihak yang berkepentingan.
Saya rasa tak ada niat dari pemerintah untuk merugikan buruh dan lebih menguntungkan pengusaha.
Persepsi itu dibangun oleh mereka yang takut kehidupannya secara ekonomi terganggu, ditambah dikompori oleh sejumlah pihak yang memang kerap berseberangan dengan pemerintah.
Undang-Undang ini dibuat agar rakyat Indonesia dapat menggapai kesejahteraan seperti yang dicita-citakan bersama.Â
Bukan hanya buruh yang menjadi rakyat Indonesia, pengusaha dan investor dalam negeri pun merupakan rakyat Indonesia maka keduanya harus diayomi oleh pemerintah.