Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Berpikir Realistis dalam Menyikapi Kontroversi UU Cipta Kerja

6 Oktober 2020   12:35 Diperbarui: 7 Oktober 2020   07:40 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang diungkapkan oleh Pusat Kajian Anti Korupsi PUKAT Universitas Gadjah Mada lewat akun Twitter @PUKAT_UGM.

"Secara proses RUU Cipta Kerja dirumuskan secara tidak transparan dan minim partisipasi publik. Sejak awal penyusunannya, RUU Cipta Kerja dikritisi karena minimnya keterbukaan dan partisipasi publik"

Menurut PUKAT, akses publik terhadap draft RUU Ciptaker sangat terbatas, akses publik terhadap draft RUU baru terbuka setelah RUU selesai dirancang oleh pemerintah dan DPR. Hal tersebut menjadikan RUU rawan disusupi kepentingan tertentu yang hanya menguntungkan segelintir pihak saja.

PUKAT juga mengklaim bahwa penggunaan konsep Omnibus Law yang tak dikenal dalam sistem hukum Indonesia sehingga menimbulkan ketidakjelasan apakah ini merupakan penyusunan UU baru atau UU perubahan.

Selain itu mereka menganggap RUU Ciptaker bukan solusi atas masalah tumpang tindihnya regulasi di Indonesia.

Selain urusan konsep dan teknis penyusunan, yang lebih mengemuka menjadi bahan kontroversi di masyarakat adalah masalah substansi dan konten yang terkandung dalam UU Ciptaker, terutama di klaster ketenagakerjaan.

Sejumlah pihak terutama organisasi perburuhan mengancam akan melakukan demostrasi besar-besaran dan mogok nasional dengan melibatkan 2 juta buruh di seluruh Indonesia jika pemerintah dan DPR tak membatalkan UU Ciptaker yang baru disahkan tersebut.

Poin-poin terkait pasal mana saja yang menjadi bahan kontroversi banyak bertebaran di berbagai media baik media arus utama maupun media sosial, jadi saya tak perlu lagi membahasnya di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun