Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Masihkah Cinta Segitiga Antara Ramadan, Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi Bersemi di Tengah Pandemi Covid-19?

23 April 2020   12:58 Diperbarui: 23 April 2020   15:02 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan Ramadhan menjelang, insyaallah besok umat muslim di seluruh dunia termasuk Indonesia akan melaksanakan puasa wajib selama satu bulan penuh.

Dalam kondisi normal biasanya bulan Ramadhan akan menjadi berkah bukan saja dari aspek spritual tetapi juga aspek ekonomi. 

Harapan terbesar bagi pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional karena biasanya konsumsi masyarakat saat Ramadhan akan naik secara signifikan.

Di sisi demand, meskipun bulan Ramadhan sejatinya secara spritual menahan hawa nafsu, namun faktanya belanja masyarakat justru akan naik di bulan penuh berkah ini.

Di awal Ramadhan belanja masyarakat akan lebih banyak pada konsumsi bahan pangan saja, dan itu akan diikuti oleh kenaikan harga berbagai bahan pokok.

Di pertengahan dan menjelang akhir Ramadhan konsumsi masyarakat tak hanya urusan pangan, urusan sandang pun kemudian diserbu untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri.

Budaya mudik pun akan membuat perputaran uang di bulan Ramadhan semakin kencang, redistribusi aset terjadi uang kota kemudian beredar di desa akibatnya pertumbuhan ekonomi di daerah akan naik.

Di sisi supply, dalam kondisi hidup normal, untuk menjaga daya beli masyarakat biasanya pemerintah mewajibkan semua perusahaan untuk memberi Tunjangan Hari Raya  (THR) yang nilainya bervariasi.

Dengan kondisi ini peredaran uang saat bulan Ramadhan dari awal hingga di tutup oleh Hari Raya Idul Fitri menjadi sangat besar, jauh melampaui jumlah di luar bulan Ramadhan.

Tahun 2019 lalu peredaran uang saat bulan suci umat muslim ini menurut catatan Bank Indonesia (BI) berkisar Rp.188 triliun.

Kondisi ini secara normal akan memicu inflasi, karena terdorong oleh permintaan yang sangat besar walaupun sebenarnya supply juga akan nyaris sama besar.

Tapi hukum ekonomi pasar bebas yang bergantung pada permintaan dan penawaran memastikan bahwa pola konsumsi seperti yang terjadi pada bulan Ramadhan akan memicu inflasi

Dan faktanya memang seperti itu, inflasi musiman Ramadhan selalu terjadi dari tahun ke tahun. Inflasi sendiri terdiri dari 3 komponen yakni inflasi inti (core inflation), inflasi akibat fluktuasi harga pangan (volatile food), dan inflasi yang diatur pemerintah (administrated price).

Pada bulan Ramadhan komponen inflasi yang mengalami kenaikan adalah volatile food atau kelompok bahan pangan.

Studi Bank Indonesia pada tahun 2011-2014 menunjukan bahwa pola konsumsi di bulan Ramadhan menimbulkan inflasi musiman, inflasi menjadi lebih kencang terjadi pada bulan ini.

Pemicunya yah, harga pangan seperti beras, daging, dan aneka bumbu masak. Inflasi sepanjang bulan Ramadhan tahun 2019 yang jatuh pada bulan Mei lalu menurut Biro Pusat Statistik (BPS) sebesar 0,68 persen.

Angka ini dipicu oleh harga bahan pangan yang bergejolak hingga 1,45 persen dan harga transportasi udara akibat pola musiman Ramadhan dan Idul fitri atau Lebaran.

Nah, sekarang pertanyaannya apakah inflasi seperti tahun-tahun sebelumnya pada tahun ini di tengah suasana pandemi Covid-19 dengan berbagai pembatasan mobilitas masih akan sekencang tahun-tahun sebelumnya?

Secara kasat mata mungkin kita bisa memprediksi bahwa tekanan inflasi pada Ramadhan tahun ini tak akan sebesar tahun -tahun sebelumnya yang situasinya normal.

Fakta di lapangan jika kita amati lewat berbagai pemberitaan, harga bahan pokok menjelang Ramadhan, bahkan cenderung mengalami penurunan harga, kecuali untuk komoditas gula dan bawang putih.

Karena mobilitas masyarakat dibatasi dan daya beli masyarakat pun turun, karena kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat berbagai sektor usaha harus terpuruk yang ujungnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau dirumahkan tanpa gaji terjadi secara masif.

Menurut data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) ada 2,8 juta pekerja yng saat ini terkena PHK dan dirumahkan akibat pandemi Covid-19.

Tekanan inflasi yang lebih rendah pada tahun ini dibanding tahun-tahun sebelumnya diamini oleh Bank Indonesia.

"Perkiraan kami April dan Mei, Ramadhan tahun ini inflasi lebih rendah dari historisnya," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo kepada Wartawan lewat video conference, di Jakarya, Rabu (22/4/20).Seperti dilansir Suara.Com

Bahkan BI memproyeksikan bahwa inflasi sepanjang bulan Ramadhan tahun ini akan menjadi terendah sepanjang sejarah pola inflasi Ramadhan di Indonesia.

Rendahnya inflasi tahun ini menurut Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo lantaran pada bulan April-Mei 2020 saat Ramadhan dan Lebaran tiba bertepatan dengan panen raya padi di sejumlah daerah, alhasil kebutuhan beras masyarakat akan tercukupi.

Selain itu, seperti yang saya tulis diatas, menurut Perry sisi permintaan terganggu akibat kebijakan PSBB yang membuat minimnya aktivitas dan mobilitas manusia di banyak daerah. Akibatnya permintaan masyarakat menjadi menurun atas barang dan jasa yang tersedia. 

Seperti diketahui ada dua faktor yang memicu inflasi yakni demand-pull inflation dan Cost-pull inflation. Pada demand-pull inflation, kenaikan harga dipicu oleh meningkatnya permintaan masyarakat terhadap barang/jasa namun hasil produksi lebih rendah sehingga tak sesuai dengan permintaan masyarakat tersebut.

Sementara dalam cost-pull inflation kenaikan harga terjadi lantaran ongkos produksi suatu barang harganya naik. Kenaikan harga yang merupakan faktor produksi antara lain bahan baku barang dan upah pekerja mengalami kenaikan.

Nah, karena situasi saat ini abnormal, permintaan masyarakat pada barang dan jasa menurun, ujungnya tekanan inflasi menjadi lebih rendah dibanding saat situasi normal.

Jadi inflasi yang biasanya menjadi salah satu rangkaian cerita cinta segitiga antara Ramadhan, inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi, tak akan terjadi seperti tahun-tahun sebelumnya.

Lantas bagaimana dengan Pertumbuhan.ekonomi, yang menjadi pelaku lain dalam cerita cinta segitiga perekonomian Indonesia yang selalu terjadi pada bulan Ramadhan.

Sepertinya kita akan kehilangan momentum untuk dapat menggenjot pertumbuhan ekonomi secara nasional. Lantaran biasanya pemerintah Indonesia berharap sangat banyak pada bulan Ramadhan untuk mengungkit pertumbuhan ekonomi dalam tahun tertentu.

Harapan itu bisa dimaklumi  karena kita semua tahu lebih dari 60 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia di pacu oleh sektor konsumsi rumah tangga.

Dengan kondisi pandemi Covid-19 seperti yang saat ini terjadi yang memaksa aktivitas dan mobilitas masyarakat dibatasi, konsumsi masyarakat pada bulan Ramadhan inj dipastikan akan jauh berkurang di banding tahun-tahun sebelumnya.

Dari sisi supply pun uang yang beredar akan drop jauh dari tahun sebelumnya, THR yang biasa dijadikan sebagai bumper untuk menjaga sisi supply pada saat inflasi Ramadhan terjadi, kini bagi sebagian besar pekerja THR itu menguap hilang seiring penurunan dan penutupan aktivitas ekonomi di Indonesia akibat pandemi Covid-19.

Bahkan Aparatur Sipil Negara (ASN) tak semua mendapatkan mendapatkan THR, hanya golongan I hingga III saja yang memperoleh THR. Itu pun tidak dalam jumlah penuh seperti tahun-tahun sebelumnya, hanya sebesar gaji pokoknya saja yang dibayarkan.

Akhirnya belanja konsumsi masyarakat akan menurun, ya ujungnya pertumbuhan ekonomi yang datangnya dari konsumsi rumah tangga itu kehilangan momentum untuk kemudian sirna ditelan Covid-19.

Belanja pemerintah  dalam APBN yang menggunakan pola counter cyclical berusaha menjaga agar pertumbuhan kondisi ini dengan berbagai  belanja terutama untuk kebutuhan penanganan Covid-19.

Pemerintah me re-alokasi seluruh anggaran-anggaran yang tak terlalu penting pada penanganan Covid-19, tak kurang dari Rp.405,1 triliun di anggarkan untuk ini.

Dan Rp.110 triliun diantaranya akan digunakan untuk jaring pengaman sosial dengan bantuan sosial  tunai maupun bahan pokok.

Sebetulnya apa yang dilakukan pemerimtah ini selain untuk menolong warga miskin dan menjaga daya beli mereka, juga dilakukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.

Karena dalam pola  fiskal counter cyclical biasanya ketika belanja masyarakat turun, maka belanja pemerintah akan naik.

Namun sepertinya mustahil kita berharap banyak pertumbuhan ekonomi akan terjadi pada Ramadhan tahun ini.

Justru kuartal II tahun 2020 saat Ramadhan tiba pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi akan menjadi masa terberat bahkan sejumlah pihak memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di Kuartal II ini minus alias di bawah nol.

BI memprediksi  kuartal II 2020  saat bulan Ramadhan dan segala kegiatannya tiba hanya akan tumbuh 1,1 persen.

"Dalam skenario berat, Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 sebesar 4,7 persen, kemudian terjun drastis ke angka 1,1 persen pada kuartal II 2020," kata Perry, Kamis (9/4/20). Seperti yang dilansir Inews.Com

Sementara Kementerian Keuangan memproyeksikan bahwa Kuartal II 2020 menjadi masa terberat bagi perekonomian Indonesia untuk tahun 2020. 

Kemenkeu memprediksi pertumbuhan ekonomi di Kuartal II  akan mendekati 0 persen hingga minus 2 persen. Lantaran dampak penanganan pandemi Covid-19 terjadi di awal Kuartal II , Maret 2020.

"Pertumbuhan ekonomi bisa turun 0,3%, hampir mendekati nol atau bahkan negatif growth di minus 2,6%. Dan untuk kuartal III akan ada recovery di 1,5% dan 2,8%," ujar Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Jumat (17/04/20). Seperti yang dilansir CNBCIndonesia.

Berbagai kondisi dan prediksi dari sejumlah pihak serta dengan fakta-fakta yang ada terkait pertumbuhan ekonomi pada kuartal II dimana bulan Ramadhan tiba, rasanya Ramadhan kali ini tak akan diirimgi pertumbuhan ekonomi.

Kondisi yang berlawanan dengan harapan yang akan mampu mengungkit perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

Ramadhan 2020 secara ekonomi akan kesepian tanpa inflasi dan pertumbuhan ekonomi seperti yang terjadi tahun-tahun sebelumnya.

Batal sudah jadinya jalinan cinta segitiga antara Ramadhan, inflasi dan pertumbuhan ekonomi untuk tahun ini.

Mungkin Ramadhan tahun ini butuh menyepi seperti kita semua menjalankan rangkaian ibadah Ramadhan kali ini, tarawih di rumah, tadarus di rumah, dan mungkin Shalat Ied pun di rumah.

Tak ada yang berubah secara esensial, yang berubah hanya aspek sosialnya saja. Semoga badai sangat besar ini cepat berlalu dan kita diberikan kesabaran untuk menghadapinya.

Selamat menjalankan puasa dan ibadah Ramadhan lainnya.....Mohon Maaf Lahir dan Batin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun