Jika kita amati dalam satu dekade terakhir, gambarannya sangat jelas bahwa Indonesia selalu mampu menjaga pertumbuhan ekonomi diatas 5 persen per tahun.
Namun demikian pertumbuhan ekonomi yang bisa dibilang moderat namun cenderung tinggi ini, tak serta merta mampu mengurangi angka kemiskinan yang drastis.
Walaupum memang dalam satu dekade terakhir angka kemiskinan di Indonesia menurut catatan Biro Pusat Statistik (BPS) terus mengalami penurunan.Â
Bahkan untuk tahun 2019, pertama kali dalam sejarah pemerimtahan Indonesia angka kemiskinan berada di bawah 10 persen, tepatnya di angka 9,22 persen atau setara dengan 24,97 juta jiwa, dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 267 juta jiwa.
Namun angka ini menurut beberapa pemerhati ekonomi dan lembaga penelitian ekonomi bukan merupakan angka riil, karena masalah ketimpamgan yang terjadi.
Hal ini terrefleksi dalam angka Gini Ratio yang masih tinggi, Oh ya, Gini Ratio merupakan rasio yang mengukur ketimpangan ekonomi di suatu wilayah. Rentang angka  Gini ratio ini 0  hingga 1, angka 0 mnunjukan pemerataan total dan angka 1 menunjukan ketimpangan total. Â
Indonesia menurut BPS per bulan September 2019 Gini Rationya ada di angka 0,380, hal ini memunjukan masih tingginya ketimpangan.ekonomi di Indonesia.
Nah dengan pertumbuhan ekonomi diatas 5 saja kemiskinan dan ketimpangan masih terjadi, apa jadinya jika ekonomi kita tumbuh lambat bahkan bisa jadi minus akibat pandemi Covid-19 ini?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat menjelaskan skenario pertumbuhan ekonomi 2020 dari yamg paling moderat hingga yang paling parah yakni ada dikisaran angka antara 2,5 persen hingga -0,4 persen.
Memang saat ini gambaran lengkap pengaruhnya terhadap ekonomi makro butuh penelitian lebih lanjut, begitupun dampaknya terhadap warga miskin.
Namun sebagai penghalang engine of growth, pandemi Covid-19 ini memicu sejumlah tantangan bagi perkembangan warga miskin perkotaan di Indonesia.